KOMPAS.com - Seluruh dunia termasuk Indonesia akan merasakan fenomena Solstis pada Kamis (22/12/2022).
Solstis adalah fenomena astronomi yang membuat penduduk Bumi merasakan siang dan malam dalam durasi paling panjang.
Fenomena yang juga dikenal titik balik matahari ini terjadi tiap dua kali dalam setahun, yakni pada Juni dan Desember.
Dilansir dari Economic Times, (21/6/2022), saat Juni, solstis terjadi lantaran kutub utara dan belahan Bumi utara condong ke arah Matahari.
Akibatnya, panjang siang akan lebih pendek dibandingkan dengan panjang malamnya.
Kemudian, saat Desember, belahan Bumi selatan dan kutub selatan condong ke Matahari. Akibatnya, belahan Bumi selatan akan mengalami siang lebih panjang daripada malam.
Hal ini terjadi dikarenakan sumbu rotasi bumi miring 23,5 derajat terhadap bidang tegak lurus ekliptika atau poros kutub utara dan selatan langit.
Berikut negara dengan durasi siang terpanjang:
Baca juga: Heboh Solstis 21 Desember, Ini Daftar Fenomena Langit Akhir 2022
Kota dengan durasi siang terpanjang dan terpendek
Peneliti di Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang mengatakan, ada dua kota atau negara yang mengalami durasi siang terlama/malam terpendek dan sebaliknya.
Andi menjelaskan, untuk negara atau wilayah (yang masih bisa dihuni manusia) yang mengalami siang terlama sekaligus malam terpendek adalah di kota Ushuaia, provinsi Tierra del Fuego, Argentina.
"Di kota Ushuaia akan mengalami panjang durasi siang hari selama 17 jam 20 menit dan panjang malam 6 jam 40 menit," ujar Andi, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (17/12/2022).
Sementara untuk negara atau wilayah yang mengalami siang terpendek sekaligus malam terpanjang adalah di kota Longyearbyen, distrik Svalbard, Norwegia.
"Siangnya nol jam dan malam 24 jam alias mengalami 'polar night' atau 'malam kutub'," lanjut dia.
Baca juga: Bukan 21 Desember, melainkan 22 Desember, Ini Dampak Fenomena Solstis bagi Manusia
Lokasi siang terpanjang dan terpendek selalu di 2 kota tersebut
Mengenai hal ini, Andi menyampaikan, setiap tahunnya atau pada Juni dan Desember, dua negara tersebut yang menjadi lokasi siang terlama-malam terpendek, dan siang terpendek-malam terpanjang.
Jadi, tidak mungkin ada negara lain yang mengalami dampak solstis dengan siang terlama-malam terpendek, dan sebaliknya, selain di Argentina dan Norwegia.
"Selalu di dua kota ini," ujar Andi.
1. Solstis JuniIa menjelaskan, saat terjadi solstis Juni, kota paling utara di Bumi (Longyearbyen, 78°13'LU) mengalami siang terpanjang, yakni 24 jam yang juga mengalami "midnight sun" (matahari tengah malam).
Pada solstis Juni juga menyebabkan kota kota paling selatan di Bumi (Ushuaia, 54°48'LS) mengalami siang terpendek yakni 7 jam 12 menit dan malam terpanjang 16 jam 48 menit.
2. Solstis DesemberSebaliknya saat solstis Desember, Longyearbyen mengalami malam terpanjang-siang terpendek. Sedangkan Ushuaia mengalami siang terpanjang-malam terpendek.
"Tentu dua kota ini adalah dua kota paling utara dan paling selatan yang masih dihuni manusia," ucap Andi.
Meski begitu, tidak seperti Amundsen-Scott Observatory di Antartika (90°LS) yang menjadi tempat beberapa peneliti.
Di lokasi ini, Andi mengatakan, sudah jelas saat Solstis Juni, malam harinya 24 jam. Sedangkan saat Solstis Desember, siang harinya 24 jam.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.