KOMPAS.com - Virus Marburg, penyakit yang sangat menular dan mematikan mirip dengan Ebola dilaporkan muncul di Guinea Ekuatorial, negara di Afrika bagian tengah.
Virus Marburg ini ditemukan setelah pemerintah setempat melakukan tes terkait adanya kematian sembilan orang di Provinsi Kie Ntem, dikutip dari Reuters.
Negara kecil di Afrika tengah itu mengarantina lebih dari 200 orang dan membatasi pergerakan penduduk setempat minggu lalu.
Gejala virus Marburg
Sejumlah orang yang diduga terinfeksi mengalami demam berdarah misterius.
Negara tetangga Kamerun itu juga membatasi pergerakan di sepanjang perbatasannya karena kekhawatiran tentang penularan.
Secara total, sudah ada sembilan kematian dan 16 kasus suspek virus Marburg.
Para penderita menunjukkan gejala termasuk demam, kelelahan, dan muntah berlumuran darah serta diare.
Baca juga: Kemenkes Bilang Sudah Berkomunikasi dengan WHO Terkait Transisi Pandemi Covid-19 Menjadi Endemi
Tingkat kematian 88 persen
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus Marburg dapat memiliki tingkat kematian hingga 88 persen.
Namun, hingga kini belum ada vaksin atau perawatan antivirus yang disetujui untuk mengobatinya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Guinea Khatulistiwa Mitoha Ondo'o Ayekaba mengatakan, kematian tersebut dikaitkan dengan upacara pemakaman di distrik Nsok Nsomo, Provinsi Kie-Ntem.
Otoritas kesehatan setempat awalnya melaporkan penyakit yang tidak diketahui yang menyebabkan kasus demam berdarah pada 7 Februari 2023.
Mereka kemudian mengirim sampel ke laboratorium referensi Institut Pasteur di Senegal dengan dukungan dari WHO.
Baca juga: Virus Marburg: Penyebab, Gejala, Cara Mengatasi, dan Cara Mencegah
Gejala dan penularan virus Marburg
Dari delapan sampel yang diuji di Institut Pasteur, satu ternyata positif virus Marburg, dikutip dari laman resmi WHO.
Penyakit yang disebabkan oleh virus Marburg dimulai secara tiba-tiba, dengan demam tinggi, sakit kepala parah, dan rasa tidak enak badan yang parah.
Banyak pasien mengalami gejala hemoragik parah dalam waktu tujuh hari.
Virus ini diduga ditularkan ke manusia dari kelelawar buah, kemudian menyebar di antara manusia melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi, permukaan dan bahan.
Meski belum ada vaksin atau antivirus, perawatan suportif seperti rehidrasi dengan cairan oral atau intravena dan pengobatan gejala spesifik, dapat meningkatkan kelangsungan hidup.
Berbagai perawatan potensial, termasuk produk darah, terapi imun dan terapi obat, serta calon vaksin dengan data fase 1 sedang dievaluasi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.