KOMPAS.com - Topik seputar penguntit atau stalker belakangan ramai menjadi perbincangan warganet Twitter.
Bermula dari warganet ini, pada Kamis (13/4/2023), yang mengaku kenal dengan wanita korban penguntitan dan obsesi dari seorang pria.
Pengunggah kemudian menanyakan soal hukum tentang penguntit atau stalker di Indonesia.
"Mungkin disini ada yang paham tentang hukum di Indonesia mengenai penguntit/stalker? Sudah kami laporkan, namun YA dapat bebas karena sedang berada dibawah pengawasan dokter kejiwaan. Padahal sangat meresahkan, terutama keamanan teman saya," kata dia.
Sebelumnya, kasus serupa juga pernah terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Diberitakan Tribunnews (7/4/2023), seorang pria berusia 40 tahun menjadi penguntit siswa SMA, bahkan hingga melakukan perusakan di kediaman korban.
Tak cukup sampai di situ, pelaku juga diduga pernah memukuli pria yang mengantar jemput korban ke sekolah.
Lantas, adakah jerat hukum bagi penguntit atau stalker?
Baca juga: Apakah Memotret dan Merekam Seseorang Tanpa Izin Bisa Dipidana?
Hukum bagi penguntit atau stalker
Menurut laman Very Well Mind, stalking atau menguntit adalah suatu perilaku mengikuti seseorang yang membuat korban merasa tidak aman.
Penguntitan sebenarnya merupakan kejahatan serius dan berbahaya, bahkan dapat menyebabkan konsekuensi mengerikan bagi korban.
Orang yang berpotensi menjadi penguntit atau stalker adalah seseorang yang mengenal korban secara dekat seperti mantan pasangan, maupun sama sekali tidak mengenal seperti penggemar selebritas.
Indonesia sesungguhnya tidak memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur soal stalker.
Namun demikian, beberapa peraturan di Indonesia dapat menjadi payung hukum tindakan penguntitan.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, perbuatan menguntit dapat dilaporkan secara pidana.
Terutama, apabila korban atau orang yang menjadi obyek penguntitan merasa tidak senang.
"Maka dapat menuntutnya dengan melaporkan secara pidana sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan melanggar Pasal 335 KUHP," jelas Abdul, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/4/2023).
Menurut Abdul, kata-kata perbuatan tidak menyenangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.
Pencabutan tersebut tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 Tahun 2013.
"Yang penting ada tindakan yang intimidatif terhadap orang lain. Jadi penekanan Pasal 335 KUHP ini adalah sifat perbuatan yang intimidatif," tutur Abdul.
Dengan demikian, berikut Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 yang bisa digunakan untuk menjerat stalker:
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Baca juga: Benarkah Menagih Utang Bisa Dipidana?
Menguntit sampai melakukan kontak fisik
Lebih lanjut Abdul menjelaskan, penguntit yang sampai melakukan kontak fisik juga dapat dituntut dengan pasal penganiayaan ringan.
"Jika sampai melakukan kontal fisik, maka bisa dituntut sebagai penganiayaan ringan Pasal 351 KUHP," kata dia.
Adapun ketentuan dalam Pasal 351 KUHP, yakni:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Abdul menambahkan, selama ada tindakan intimidatif dari pelaku, baik dengan atau tidak adanya kontak fisik, maka terduga pelaku bisa dituntut dengan dua pasal KUHP tersebut.
"Soal medianya (penguntitan) bisa apa saja termasuk WhatsApp," tandasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.