Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warganet Keluhkan Makanan di Tempat Wisata Mahal, Ini Tanggapan Kemenparekraf

Baca di App
Lihat Foto
Tangkap layar foto harga makanan di Puncak Bogor.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Sebuah unggahan yang menyebut harga makanan di tempat wisata mahal ramai dibicarakan di media sosial Twitter.

Unggahan tersebut dibagikan oleh akun Twitter ini pada Rabu (26/4/2023). Pengunggah juga menyertakan video seorang pembeli yang menunjukkan nota harga makanan yang ia beli.

"Orang baik kaget liat harga jajanan di Puncak mahal," tulis pengunggah melalui akun tersebut.

Dalam video yang dibagikan, seorang pembeli makanan di sebuah warung makan kawasan Puncak terlihat menunjukan daftar harga makanan yang dibelinya. Berikut isi nota tersebut:

"Info terkini, habis makan di Puncak. Ini warungnya, guys. Hati-hati ya. Kopi 15 ribu, Indomie 25. Gokil gokil gokil," kata wanita dalam video tersebut.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hingga Minggu (30/4/2023), unggahan tersebut telah tayang sebanyak 429.000 kali, disukai 1.053 pengguna Twitter, dan di-retweet 125 kali.

Lalu, mengapa harga makanan di tempat wisata cenderung mahal dan apa solusinya?

Baca juga: 5 Destinasi Wisata Kuliner di Indonesia yang Wajib Dicoba


Alasan harga makanan di tempat wisata mahal

Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gajah Mada (UGM), Eddy Junarsin mengungkapkan bahwa paling tidak ada dua alasan utama harga makanan di tempat wisata seperti kawasan Puncak, Bogor mahal.

"Sederhananya karena biaya sewa dan juga elastitas permintaan yang lebih rendah," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (28/4/2023).

Ia menjelaskan, elastisitas permintaan yang lebih rendah maksudnya adalah saat orang yang berwisata lapar dan tidak banyak pilihan tempat makan atau menu makanan, maka orang tersebut rela membayar lebih tinggi daripada harga biasanya.

Menurut Eddy, biaya sewa lapak di tempat wisata tidak selalu mahal. Ini menunjukkan bahwa harga makanan mahal tidak selalu karena sewa tempatnya yang mahal.

"Artinya ada biaya sewa yang harus di-cover juga oleh pedagang di tempat wisata," lanjutnya.

Selain dua alasan itu, ada juga alasan-alasan tambahan. Contohnya, kurangnya pembeli sehingga setiap kali ada pembeli harus dikenakan harga lebih tinggi. Lalu, lokasi tempat wisata tertentu tidak mudah dijangkau sehingga biaya angkut mungkin cukup tinggi.

Di sisi lain, Eddy tidak menyangkal jika para pedagang menaikkan harga makanan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar saat tempat wisata banyak dikunjungi wisatawan.

"Itu sih tentunya alasan semua pedagang, tidak hanya yang di tempat wisata," tambahnya.

Baca juga: 5 Ide Wisata Puncak Bogor untuk Nikmati Akhir Pekan

Saran dari pengamat ekonomi

Eddy memberikan dua saran untuk mengatasi tingginya harga makanan di tempat wisata.

"Pendekatan pertama yang lebih normal adalah dengan menambah persaingan. Dengan semakin banyaknya pedagang di tempat wisata, harga kemungkinan akan lebih bersaing dan menjadi lebih wajar," jelasnya.

Kedua, adalah dengan pengaturan harga batas atas oleh pemerintah daerah setempat.

Harga batas atas adalah harga maksimal suatu barang atau jasa boleh dijual. Penjual tidak dapat menjual barang dengan harga di atas harga tertinggi tersebut.

Meski begitu, menurutnya, pendekatan ini memerlukan intervensi yang barangkali terlalu jauh dari regulator atau pemangku kebijakan.

"Pendekatan pertama yang lebih ideal," tambahnya.

Baca juga: Warteg, Bisnis Kuliner Lokal yang Tak Lekang oleh Waktu

Tanggapan Kemenparekraf

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) selaku pemangku kebijakan yang membidangi urusan tempat wisata buka suara atas mahalnya harga makanan di tempat wisata.

Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf I.G.A. Dewi Hendriyani dalam keterangan tertulisnya menyatakan bahwa harga makanan di tempat wisata cenderung lebih mahal karena biaya sewa tempat yang biasanya juga lebih mahal.

"Kemenparekraf sebagai instansi pusat tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan terhadap kondisi tersebut, dikarenakan hal tersebut menjadi kewenangan dari pemerintah daerah," ujarnya, Sabtu (29/4/2023) malam.

Meski begitu, menurutnya, Kemenparekraf selalu berusaha berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan situasi yang kondusif di tempat-tempat wisata.

Pihaknya juga mengimbau kepada dinas pariwisata, asosiasi pariwisata, dan pengelola tempat wisata untuk memberikan pembinaan bagi para penjual makanan agar tidak menaikkan harga secara tidak wajar atau mematok harga tinggi kepada para pengunjung.

"Karena hal tersebut akan berdampak buruk pada citra tempat wisata tersebut serta membuat wisatawan kapok berkunjung," lanjutnya.

Kemenparekraf juga mengimbau penjual makanan di tempat wisata agar mencantumkan daftar harga makanan yang dijualnya. Tindakan ini dilakukan untuk memberikan transparansi dan rasa kepastian kepada wisatawan.

"Kami juga mengimbau kepada pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif, khususnya di bidang kuliner, agar dapat meningkatkan pelayanan dan menjaga aspek cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environmental sustainability (kelestarian lingkungan) atau CHSE dalam pelayanan dan produk yang ditawarkan," ujar dia.

Menurutnya, hal ini dilakukan sebagai usaha menciptakan rasa aman, nyaman, dan menyenangkan dalam berwisata.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi