Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 30 Agu 2022

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

Mengapa Orang Indonesia (Masih) "Malas" Membaca?

Baca di App
Lihat Foto
PEXELS/VINCENZO MALAGOLI
Tak hanya fisik kita yang memerlukan olahraga jika ingin tetap awet muda, otak juga memerlukannya.
Editor: Egidius Patnistik

BARU-BARU ini, saya mendapatkan sebuah hasil riset menarik mengenai profesi idaman masyarakat Asia Tenggara. Hasil riset tersebut menyatakan bahwa profesi impian masyarakat Indonesia adalah YouTuber. Profesi impian masyarakat di Malaysia adalah guru dan di Singapura penulis.

Hasil riset itu semakin menyadarkan saya bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya kurang suka membaca. Orang-orang di sekitar kita lebih betah berjam-jam mengamati linimasa media sosial ataupun menonton film dan televisi. 

Saya juga jadi lebih memahami fakta mengapa industri penerbitan buku di Indonesia kurang begitu berkembang. Toko-toko buku banyak yang tutup permanen dan para penulis berteriak dengan tingginya pajak royalti. 

Di sisi lain, jam mengakses internet masyarakat kita dari hari ke hari makin tinggi. Coba cek , berapa jam rata-rata waktu yang teman-teman kita habiskan untuk TikTok, YouTube, Instagram, Facebook, Twitter, dan semacamnya? 

Baca juga: Menumbuhkan Minat Baca Siswa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagai seorang penulis, kenyataan itu membuat saya miris. Bagaimana masa depan penulis? Apakah penulis profesional bisa hidup layak jika sepenuhnya fokus tanpa memiliki pekerjaan atau bisnis lain?

Masih adakah harapan bagi para penulis agar karya-karyanya dibaca di tengah gempuran teknologi digital yang disruptif?

Budaya Baca Masyarakat

Konon, leluhur orang Indonesia lebih suka bertutur dibandingkan dengan menuliskannya. Tak mengherankan berbagai dongeng atau cerita rakyat diturunkan dari generasi ke generasi hingga kini. 

Di sisi lain, meskipun tingkat melek huruf relatif tinggi, statistik menunjukkan bahwa membaca buku bukanlah kegiatan populer di Indonesia. Dibandingkan dengan orang di negara lain dengan tingkat melek huruf yang tinggi, orang  Indonesia yang mau membaca jauh lebih sedikit.

Sebuah studi tahun 2013 dari UNESCO menunjukkan, hanya 1 dari 1.000 anak di Indonesia yang senang membaca. Sebuah studi tahun 2018 dari PISA (Program for International Student Assessment) menunjukkan, skor membaca siswa Indonesia adalah 371 (dibandingkan dengan skor rata-rata 487), dan kemampuan membaca keseluruhan anak Indonesia berada di urutan ke-74 dari 79 negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) .

Temuan penelitian lainnya menunjukkan, kebiasaan membaca secara umum di era digital cenderung lebih tinggi daripada di masa sebelum ada internet. Hasil riset Universitas Kristen Indonesia (UKI) menemukan bahwa meskipun tidak membaca buku sesering siswa di negara lain, siswa Indonesia menggunakan internet untuk membaca, meskipun biasanya hanya untuk tugas sekolah.

Namun membaca untuk kesenangan atau untuk belajar di luar yang diwajibkan jarang terjadi.

Mengapa Orang Indonesia Enggan Membaca

Ada beberapa alasan mengapa kebiasaan membaca di Indonesia lebih rendah daripada di negara lain. 

Pertama, faktor tradisi lisan: Di negeri kita, ada tradisi panjang berbagi cerita dan kebijaksanaan melalui kata-kata lisan, bukan melalui teks tertulis.

Kedua, budaya sekolah. Membaca umumnya dipandang sebagai kegiatan yang hanya untuk tujuan sekolah, dan membaca buku atas kemauan sendiri sering dianggap sebagai perilaku yang tidak biasa. Tak mengejutkan bahwa anak-anak yang suka membaca diberi label "kutu buku". Anak-anak yang berani berbeda dari kebanyakan mendapatkan perundungan hingga intimidasi. 

Baca juga: Meningkatkan Minat Baca, Konten Visual Lebih Digemari Gen Z

Ketiga, persaingan dengan bentuk media lain. Masyarakat kita menggunakan media sosial, streaming TV/film, dan game online dengan sangat masif. Bentuk-bentuk media yang lebih interaktif dan visual ini seringkali dapat lebih langsung merangsang siswa dibandingkan dengan buku, yang membutuhkan tingkat fokus, konsentrasi, dan keterlibatan aktif yang lebih besar. Kehadiran teknologi agaknya membuat tingkat membaca anak-anak kita jadi berkurang. 

Keempat, kurangnya kesempatan. Rendahnya tingkat membaca di Indonesia mungkin tidak semata-mata karena kurangnya minat. Namun kurangnya kesempatan juga dapat berperan. Dibandingkan dengan negara maju, sekolah di Indonesia memiliki lebih sedikit buku untuk diakses siswa.

Menurut hasil kajian  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia tahun 2017, hanya 61 persen sekolah dasar yang memiliki perpustakaan, dan dari perpustakaan tersebut, hanya 31 persen yang terawat dengan baik.

Perpustakaan sering digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk olahraga atau kegiatan serupa, yang berarti bahwa buku seringkali tidak menjadi prioritas bahkan di perpustakaan sekolah.

Kelima, kualitas buku yang tersedia buruk. Nirwan Ahmad Arsuka, pencipta program Perpustakaan Keliling di Indonesia, menyebutkan bahwa kualitas buku yang tersedia bagi banyak siswa sebagai hambatan untuk mendorong minat baca.

Ia mengemukakan, buku-buku yang dikeluarkan untuk sekolah oleh pemerintah pada umumnya tidak menarik, terlalu formal, dan ditulis dengan buruk, yang memberikan siswa persepsi negatif tentang buku sejak usia muda.

Keenam, kurangnya ketersediaan buku asing. Selain buruknya kualitas buku di perpustakaan sekolah di Indonesia, akses buku dari luar negeri juga sangat minim. Buku-buku asing yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia seringkali hanya dapat diperoleh dari toko buku khusus, dan harganya sangat mahal.

Menumbuhkan Minat Baca

Untuk meningkatkan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia tak bisa diselesaikan oleh salah satu pihak saja. Diperlukan kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, orangtua, dan para pemangku kepentingan lainnya. 

Minat membaca biasanya paling baik dibangun pada usia muda. Jadi, sangat penting memastikan bahwa siswa yang lebih muda memiliki akses ke buku-buku yang menarik bagi mereka.

Temuan dari berbagai kajian telah menunjukkan bahwa minat baca untuk tujuan pendidikan biasanya hanya meningkat sebagai akibat dari menikmati membaca untuk kesenangan. Menumbuhkan minat baca pada generasi muda kemungkinan akan mengubah budaya dari waktu ke waktu dan menjadikan kegiatan membaca lebih umum untuk generasi mendatang. Manfaat ini untuk sistem pendidikan akan signifikan.

Sebuah studi tahun 2015 oleh Universitas Kenyatta (di Kenya) menemukan bahwa siswa dengan masalah membaca cenderung berprestasi buruk di sekolah, dengan kemungkinan lebih tinggi untuk mengulang kelas atau putus sekolah pada usia dini. Sebaliknya, siswa dengan keterampilan membaca baik memiliki kinerja yang lebih baik di sekolah dan di dunia kerja, serta memiliki tingkat perkembangan emosi dan sosial yang lebih tinggi.

Peningkatan akses  masyarakat Indonesia terhadap buku berkualitas tinggi dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi dan inisiatif. Ebooks dan program untuk menyediakan akses ke sana dapat memecahkan banyak hambatan dalam meningkatkan kebiasaan membaca di Tanah Air.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi