KOMPAS.com - Sebuah unggahan seorang warganet yang menceritakan suaminya memiliki ukuran penis 3 cm viral di media sosial.
"Aku langsung nggak mood lihat punya suamiku yang penisnya sekitar 3 cm. Itu normal nggak sih?" tanya pengunggah melalui akun Twitter ini pada Minggu (7/2/2023).
Melihat unggahan itu, warganet lain ikut berkomentar. Menurutnya, apa yang dialami suami pengunggah itu merupakan mikropenis.
"Ngadunya ke dokter, jangan ke base. Tapi kayaknya sudah telat. Itu namanya micropenis," kata salah satu warganet.
Hingga Minggu (14/5/2023) siang, unggahan yang menyebut mikropenis tersebut telah tayang sebanyak 1,8 juta kali, disukai 2.682 akun Twitter, dan dibagikan 854 kali.
Lalu, apa yang dimaksud dengan mikropenis dan bisakah kondisi itu diatasi?
Baca juga: Benarkah Pria Gemuk Alat Kelaminnya Kecil? Ini Penjelasan Dokter Boyke
Mikropenis
Dokter spesialis bidang andrologi Universitas Airlangga (Unair), Agustinus menjelaskan bahwa mikropenis merupakan kondisi ketika penis lebih pendek dari ukuran normalnya."Mikropenis adalah suatu kondisi di mana panjang penis setelah diregangkan menjadi kurang dari rerata dikurangi 2,5 deviasi standar dari ukuran penis sesuai kelompok usia," jelasnya kepada Kompas.com, Jumat (12/5/2023).
Menurut Agustinus, kondisi ini terjadi pada penis yang seharusnya memiliki struktur normal.
Ia mengatakan rata-rata panjang penis dewasa saat tidak ereksi adalah 8,7 cm, dan 12,93 cm saat diregangkan, serta 13,93 cm saat ereksi.
Penyebab mikropenis
Agustinus mengungkapkan, pembentukan penis dipengaruhi oleh Dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini terbentuk setelah tubuh mengubah testosteron pada testis dan kelenjar prostat, dibantu enzim 5-alpha-reductase (5-AR).
Reseptor androgen merupakan protein yang kemudian mengikat hormon androgen, seperti testosteron dan DHT.
"Gangguan pembentukan testosteron, DHT, ataupun reseptor androgen baik selama di dalam kandungan, masa kanak-kanak, ataupun pubertas berpotensi menimbulkan mikropenis," jelas dia.
Gangguan hormon ini dapat disebabkan oleh kadarnya yang terlalu rendah, gangguan pada buah zakar, kerusakan reseptor angrogen, gangguan kromosom, maupun masalah dalam kandungan.
Baca juga: Benarkah Pakai Air Liur Saat Hubungan Seks Bisa Memicu Herpes Genital?
Bisakah diatasi?
Untuk mengetahui kondisi mikropenis, dokter akan melakukan pengukuran panjang penis dalam keadaan tegang dari pangkal hingga ke ujung. Kemudian, dibandingkan dengan data referensi panjang penis berdasarkan kelompok usia."Bila ukurannya kurang dari rerata dikurangi 2,5 simpangan baku, maka didiagnosis sebagai mikropenis," lanjut Agustinus.
Ia menambahkan, dokter juga akan memeriksa hormon atau genetik pasien untuk mencari penyebab dari mikropenis.
Dokter di RSIA Ferina Surabaya itu menyatakan bahwa pasien mikropenis dapat diobati dengan berbagai terapi.
"Tujuan utama dari terapi adalah untuk meningkatkan panjang penis sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri pada pasien," tambah dia.
Terapi yang diberikan pada pasien mikropenis, terdiri dari:
- Suntik testosteron selama 3 hingga 4 bulan.
- Pemberian DHT pada daerah perut, satu kali sehari.
- Injeksi human chorionic gonadotropin (hCG) pada pasien yang produksi testosteron rendah.
- Terapi bedah.
Sebagai catatan, terapi bedah pada mikropenis sebatas dilakukan pada pasien yang mengalami kasus ekstrem atau gagal merespons pengobatan hormonal.
Ia juga menganjurkan agar orang yang mengalami mikropenis harus segera mendapatkan perawatan. Ini karena usia ikut memengaruhi keberhasilan pengobatan.
"Belum ada cara untuk mencegah terjadinya mikropenis. Namun, pemeriksaan dan terapi yang lebih dini memberikan hasil yang lebih baik," jelas Agustinus.
Baca juga: Ramai soal Kondom Memiliki Banyak Varian Rasa, Dokter Boyke Paparkan Manfaatnya
Bahayakah mikropenis?
Menurut Agustinus, mikropenis tidak membahayakan kesehatan seseorang. Namun, dapat menyebabkan efek lain, seperti:
- Penurunan kepercayaan diri.
- Infertilitas akibat penis yang sangat kecil sehingga menyulitkan penderita berhubungan seks.
- Gangguan buang air kecil.
"Mikropenis secara umum tidak mengancam nyawa, tetapi bisa diobati tergantung usia pasien. Sangat disayangkan tidak diobati karena dampaknya cukup besar terhadap kualitas hidup pasien," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.