KOMPAS.com - Kembar mayang merupakan salah satu unsur yang ditemukan dalam pernikahan adat Jawa.
Kembar mayang awalnya dikenal dengan gagar mayang.
Namun, khawatir pengertian gagar identik dengan gugur yang artinya mati, maka kemudian berkembang menjadi istilah kembar mayang.
Lantas apa itu kembar mayang?
Baca juga: Makna Paes Ageng Erina Gudono di Prosesi Akad Nikah
Arti kembar mayang
Pemerhati budaya sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Tundjung W Sutirto mengatakan, arti kembar mayang sebenarnya adalah dua untai kembang mayang (bunga pinang) yang disertai dengan sepotong kain cindu dan sindur yang digantungkan pada kepala burung garuda di pedaringan (senthong) tengah.
Mulanya, kembar mayang ini disebut gagar mayang karena rangkaian bunga dan daun kelapa muda (janur) yang ditempatkan di kiri dan kanan pelaminan pengantin.
Namun, karena takut disalahpahami menjadi gugur yang artinya mati, maka berkembang istilah kembar mayang.
"Padahal, pengertian gagar mayang itu seseorang yang terlepas dari satu keadaan (status), yaitu gugur status kegadisannya atau gugur status jejakanya karena keduanya sudah diikat dalam satu perkawinan dan sudah meningkat kedewasaannya," kata Tundjung, saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/7/2023).
Baca juga: Prosesi Siraman Kaesang-Erina, Ini Makna dan Tujuannya dalam Adat Jawa
Makna kembar mayang
Kembar mayang yang merupakan rangkaian bunga hiasan di pernikahan adat Jawa itu merupakan hasil representasi dari paham Hindu yang menampilkan Pohon Kalpataru sebagai simbol pohon kehidupan sebagaimana terukir dalam relief Candi Prambanan.
Bentuk tertua kembar mayang di lingkungan masyarakat Jawa materialnya terdiri dari:
- Janur (daun kelapa muda) yang berbentuk untiran sepasang, kembang temu.
- sepasang, pecut-pecutan sepasang, kupat luar sepasang, dan walang–walangan sepasang.
- Bunga Potro Menggolo.
- Dedaunan seperti beringin, alang-alang, andong, dan daun puring.
Namun, dalam perkembangannya, kembar mayang kini didominasi oleh hiasan janur yang dirangkai lebih artsitik tanpa dedaunan.
Kembar mayang masih diletakkan di dalam sebuah tempat yang namanya paidon (tempolong) dari kuningan.
Dalam pelaksanaannya, kembar mayang dibuat pada malam midodareni, yaitu malam di mana esok paginya pengantin akan melaksanakan ijab atau panggih.
Jika kembar mayang sudah jadi saat tengah malam, akan diadakan upacara yang namanya terbusan.
"(Terbusan) ini bermakna dimahari," kata Tundjung.
Namun, Tundjung menjelaskan, makna simbolis itu sekarang sudah bergeser dari ritual menjadi instrumental saja.
"Sehingga, (saat ini) makna kembar mayang hanya berfungsi dekoratif," tandasnya.
Baca juga: Mengenal Tradisi Tedak Siten, Upacara Adat Jawa Putri Aurel dan Atta
Sejarah kembar mayang
Makna kembar mayang yang menjadi simbol dalam pernikahan adat Jawa itu berkaitan pada sejarah kembar mayang itu sendiri.
Tundjung menjelaskan, dalam mitos Jawa, kembar mayang bukan hiasan dunia.
"Itu adalah milik para dewa. Kisahnya diambil dari lakon di dunia wayang di mana dulu ketika Panakawan akan menikahkan anaknya, sebagai syarat, pengantin wanita minta kembar mayang yang hanya milik para dewa," kata dia.
Oleh sebab itu, para kesatria Pandawa meminta kepada dewa untuk meminjamkan
kembar mayang demi terlaksananya pernikahan anak dari Panakawan.
Karena kembar mayang pinjaman dari para dewa, maka benda itu harus dikembalikan.
"Setiap orang Jawa yang selesai melakukan hajat pernikahan akan mengembalikan kembar mayang itu kepada dewa di kayangan melalui menaruh kembar mayang itu di perempatan jalan," terang Tundjung.
Kembar mayang tertua
Dilansir dari Makna Filosofis Kembar Mayang dalam Kehidupan Masyarakat Jawa, kembar mayang tertua di lingkungan Kraton Yogyakarta dibuat pada zaman Sri Sultan Hamengkubuwono VII, yakni pada 1906.
Kembar mayang saat itu berbentuk menyerupai pohon Kalpataru sebagaimana terlihat pada ukiran Candi Prambanan.
Menurut tinjauan sejarah, kembar mayang adalah sarana upacara adat peninggalan animisme yang telah bersinkretis dengan Hinduisme berupa media upacara.
Segala peristiwa kehidupan yang menyangkut satu formalitas peresmian dalam masyarakat
diperlukan kesaksian (tetenger).
Bentuk kembar mayang ini kemudian mengalami perubahan dengan berkembangnya zaman.
Akhir-akhir ini terjadi upaya untuk lepas dari beberapa ketentuan yang sudah menjadi tradisi, yaitu kembar mayang menjadi bentuk karya seni yang bebas dan bersifat individual.
Baca juga: Kembar Mayang, Tradisi Jawa untuk Melepas Masa Lajang
Filosofi kembar mayang
Tundjung mengungkapkan, filosofi kembar mayang bergantung pada unsur yang digunakan dalam menyusun kembar mayang itu.
Namun, semua unsur yang membentuk esensinya adalah doa atau permohonan kepada yang maha kuasa sebagaimana visual unsurnya.
Misalnya, unsur dedaunan, yaitu beringin merupakan lambang perlindungan (pengayoman), papan atau tempat yang teduh, nyaman, menyenangkan (Jawa: ayem tentrem).
"Maksudnya suami istri nantinya ketika berumahtangga wajib mengusahakan papan, perlindungan dan tempat yang menyenangkan," kata Tundjung.
Unsur paling inti adalah janur yang mengandung filosofi cahaya atau sinar (nur).
"Dengan makna agar pengantin dapat memancarkan sinar kebahagiaan sebagaimana dalam Islam dikatakan sebagai keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah," ucap dia.
Baca juga: Gugur Gunung, Gamelan dan Filosofi Pancasila Era Digital
Begitupun dengan bentu-bentuk dari janur misalnya, bentuk untiran, keris, pecut juga mengandung filosofi agar pengantin dapat menghadapi masalah kehidupan yang berbelit-belit (diuntir-untir).
Pengantin juga diharapkan harus fokus dan tidak boleh lengah (waspada).
Kembar mayang merupakan simbol yang berdimensi vertikal maupun horisontal. Simbol yang vertikal ialah simbol yang menunjukkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Sedangkan simbol yang horisontal ialah simbol yang menunjukkan hubungan antara manusia dengan sesamanya atau lingkungan sosialnya, juga hubungan antara manusia dengan alam atau lingkungan fisiknya.
Baca juga: 20 Ucapan Pernikahan untuk Sahabat dalam Bahasa Inggris dan Artinya
Mengapa posisi kembar mayang tidak diangkat?
Dalam pelaksanaannya, posisi kembar mayang ada yang diangkat dan ada yang diletakkan begitu saja.
Dalam khasanah budaya, hal ini menjadi wajar karena kebudayaan terdapat versi dan variasi.
Banyak versi atau subkultur dari adat pernikahan gaya Jawa dengan perwujudan kembar mayang.
Ada yang diangkat kemudian dipertukarkan dengan cara diemban (gendong di bagian muka) dan ada pula versi lain yang tidak perlu dipertukarkan. Cukup ditaruh di kanan kiri pelaminan.
"Yang masih dipercayai secara luas adalah apabila pengantin itu sudah tidak perawan atau jejaka maka tidak dibuatkan kembar mayang. Tata adatnya, jika salah satu pernah menikah maka tidak dibuatkan kembar mayang," jelas Tundjung.
Namun, kembar mayang pada era masa kini lebih banyak kehilangan makna simbolis dan filosofinya.
"Kini, kembang mayang lebih dimaknai sebagai seni hias. Namun, orisinalistas material masih tetap dipertahankan, yaitu sebagian besar dibuat dari janur (daun kelapa) yang asli dan bukan terbuat dari plastik," tandas Tundjung.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.