Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Mandatory Spending yang Dihapus di UU Kesehatan, Apakah Berdampak pada BPJS?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA
Suasana Rapat Paripurna DPR jelang pengesahan RUU Kesehatan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan menjadi Undang-Undang pada Selasa (11/7/2023).

Pengesahan Undang-Undang Kesehatan menuai pro dan kontra, di antaranya terkait penghapusan anggaran wajib minimal atau mandatory spending di bidang kesehatan.

Lantas, apa itu mandatory spending di bidang kesehatan yang belakangan ramai dibicarakan?

Apa itu mandatory spending di bidang kesehatan?

Dikutip dari laman Kemenkeu, mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tujuan mandatory spending yakni untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah.

Sebelumnya, mandatory spending di bidang kesehatan diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 171 ayat (1) dan ayat (2).

Dalam pasal tersebut, tertera kewajiban penganggaran kesehatan minimal 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta 10 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dikutip dari Kompas.com (12/7/2023) pada UU terbaru tak ada besaran minimal alokasi anggaran wajib yang mengatur hal tersebut.

Sementara jika mengutip laman WHO, sesuai Deklarasi Abuja tahun 2001 direkomendasikan agar pemerintah mengalokasikan 15 persen dari anggaran untuk sektor kesehatan.

Namun, dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/7/2023) Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut Indonesia agar jangan meniru negara lain yang sudah membuang uang atau anggaran terlalu banyak di bidang kesehatan, namun hasilnya tidak bagus.

Ia berkilah, ketentuan besarnya mandatory spending tak menentukan kualitas dari keluaran atau hasil yang dicapai.

"Kami mempelajari di seluruh dunia mengenai spending kesehatan. Besarnya spending tidak menentukan kualitas dari outcome," kata Budi.

Baca juga: UU Kesehatan Disahkan, Nakes Masih Harus Kumpulkan SKP untuk Perpanjangan STR?

Apakah mandatory spending mempengaruhi BPJS PBI?

Penghapusan mandatory spending di bidang kesehatan memicu berbagai spekulasi di media sosial.

Di antaranya, sejumlah warganet mengaku khawatir bahwa penghapusan ini ke depannya akan mempengaruhi Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

"Mandatory spending di hapus, terus siapa yg bayar PBI bpjs? Rakyat miskin suruh bayar? Atau ga usah berobat?" tanya akun dengan nama @asli3rut_ di Twitter.

"Aku bantu jawab... Salah 1 point yg ditolak itu Mandatory Spending. Efek salah satu nya adalah penerima bantuan iuran BPJS bisa terancam krn gak ada lagi kewajiban dr pemerintah," kata akun @hosin_engi.

Penjelasan Kemenkes

Terkait hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa penghapusan mandatory spending tidak menyebabkan perubahan pada BPJS Kesehatan.

"Untuk BPJS tidak ada perubahan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/7/2023).

Penghapusan ini menurutnya juga tidak akan berpengaruh pada Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS.

"Tidak ada (pengaruhnya) sampai saat ini," ujarnya.

Pihaknya memastikan bahwa nantinya masyarakat tetap bisa mendapatkan berbagai layanan kesehatan menggunakan BPJS Kesehatan termasuk bagi BPJS PBI seperti dengan saat ini.

"Tidak ada yang berubah dari aturan terkait BPJS, tapi lebih pasti kita tunggu UU-nya diserahkan," kata dia.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani juga menegaskan hal serupa.

"Tentu tidak (berpengaruh ke BPJS PBI), karena jumlah penerima PBI tetap dianggarkan melalui APBN yang pengajuan anggarannya melalui komisi 9," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/7/2023).

Meski demikian ia menjelaskan, penerima PBI memang seharusnya di-update lagi oleh Mensos, karena selama ini banyak orang miskin yang seharusnya menerima kartu PBI malah tidak mendapatkannya.

Update menurutnya dibutuhkan untuk mendapatkan jumlah penerima kartu PBI yang benar dengan distribusi yang benar.

"Update data penduduk miskin harus diupdate maksimal 3 tahun sekali, agar masyarakat yang dulunya tidak mampu tapi tiga tahun ke depan ternyata menjadi mampu atau sebaliknya, bisa memperoleh layanan kesehatan melalui kartu PBI dengan benar dan sesuai dengan kondisi ekonominya," ujarnya.

 

Mandatory spending menjadi anggaran berbasis kinerja

Dikutip dari laman Sehatnegeriku (12/7/2023) Kemenkes menyampaikan bahwa tidak adanya mandatory spending dalam UU Kesehatan lantaran pemerintah mengubah haluan anggaran kesehatan dari yang sebelumnya merupakan anggaran wajib (mandatory spending) menjadi anggaran berbasis kinerja.

“Dengan tidak adanya persentase angka di dalam Undang-Undang Kesehatan, bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun tersusun dengan rapi berdasarkan dengan rencana induk kesehatan dan berbasis kinerja berdasarkan input, output dan outcome yang akan kita capai," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M. Syahril dalam rilis tersebut.

"Karena tujuannya jelas meningkatkan derajat kesehatan masyarakat indonesia setinggi tingginya. Jadi semua tepat sasaran, tidak buang-buang uang," lanjutnya.

Ia mencontohkan, kondisi saat ini masih ada 300.000 rakyat setiap tahun meningggal karena stroke, 6.000 bayi wafat karena kelainan jatung bawaan yang tidak dioperasi, dan 5 juta balita hidup dalam kondisi stunting.

Sementara di sisi lain menurut dia, anggaran kesehatan yang digelontorkan saat ini sangat banyak.

“Artinya apa? Karena dulu pedoman belum ada, guideline belum ada, eh uangnya sudah ada. Akhirnya malah terjadi kebingungan. Perencanaan copy paste dari tahun sebelumnya ditambah inflasi sekian, akhirnya outcomenya ya begitu begitu saja, karena belum terarah dengan baik,” ujarnya.

Pihaknya mengatakan, nantinya yang akan dilakukan mulai tahun anggaran 2024 adalah menyusun rencana induk kesehatan terlebih dahulu mengenai bagaimana peran pusat dan daerah, serta mengenai bagaimana target yang akan dicapai.

Baca juga: Berkaca Kasus Guru Karawang, Benarkah Korban Penganiayaan Tak Dijamin BPJS Kesehatan?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi