KOMPAS.com - Kerusuhan suporter kembali mewarnai sepak bola Tanah Air.
Meski baru berjalan tiga pekan, Liga 1 sudah diwarnai tiga kerusuhan suporter, yakni melibatkan suporter Persis Solo pada pekan pertama dan suporter PSM Makassar pada pekan kedua.
Terbaru, kerusuhan terjadi pada laga Persik Kediri vs Arema FC yang digelar di Stadion Brawijaya, Sabtu (15/7/2023).
Kericuhan terjadi karena suporter tim tamu menyusup ke dalam stadion.
Hal ini terlihat setelah Arema FC mencetak gol menjelang akhir babak pertama.
"Jadi sistemnya mereka perorangan dan tidak menggunakan atribut. Melihat situasi di lapangan ada gol (Arema FC) senang, sehingga suporter tuan rumah tahu. Mungkin ditanya-tanya, diketahui suporter tamu," kata Kapolres Kediri Kota AKBP Teddy Chandra.
Baca juga: Arema FC Minta Maaf atas Insiden Kericuhan Suporter di Kediri
Abaikan rekomendasi TGIPF
Menanggapi hal itu, Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali mengatakan, larangan suporter tandang ini merupakan kebijakan simalakama.
"Bukan mengurangi risiko benturan, tapi memperbesar risiko benturan, akan ada semakin banyak orang-orang nekat. Apalagi di dunia medsos saat ini, di mana orang mau viral," kata Marhali kepada Kompas.com, Minggu (16/7/2023).
Karena itu, ia menganggap larangan suporter ini merupakan kebijakan instan yang akan banyak menimbulkan masalah.
Tanpa hukuman tegas, kasus suporter hadir di laga tandang akan terus terjadi.
Akmal pun menyayangkan PSSI yang tidak menjalankan rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan.
Salah satu rekomendasi TGIPF adalah PSSI harus membentuk regulasi suporter terlebih dahulu sebelum menggelar kompetisi.
"Jadi PSSI harus menjalankan rekomendasi TGIPF, selama ini kan yang penting kompetisi jalan, rekomendasi diabaikan," jelas dia.
Baca juga: Ricuh Suporter Penyusup Persik Vs Arema, PSSI Dorong Komdis Bertindak
Larangan suporter tandang belum jelas
Ia menjelaskan, larangan kehadiran suporter dalam laga tandang timnya masih abu-abu dan tidak jelas.
Dengan kondisi demikian, Akmal tidak menampik adanya kemungkinan suporter tandang yang turut hadir, meski tidak mengenakan atribut.
"Siapa kemarin yang bisa membuktikan bahwa PSS Sleman lawan Persis Solo tak ada suporter lawan? Ketua suporternya Maryadi Gondrong aja datang ke Maguwo. Apakah dihukum?" ujarnya.
"Bukan mustahil pertandingan pekan-pekan lalu ada juga suporter tamu yang datang. Sebenarnya kalau kemarin suporter Arema FC tidak gerak saat cetak gol, kan enggak ketahuan juga," lanjutnya.
Untuk itu, ia berharap PSSI mempertegas larangan suporter ini melalui sebuah regulasi.
Baca juga: Tanggapan PSSI soal Dugaan Pungli Seleksi Wasit Liga 1 2023-2024
Pertanyakan transformasi
Akmal pun mempertanyakan semangat reformasi yang dibawa oleh Ketua Umum PSSI Erick Thohir.
Pasalnya, ia belum mendengar bentuk reformasi apa yang dimaksud untuk sepak bola nasional.
"Karena selama ini cuma disebutkan dalam pernyataan-pernyataan, tidak dalam regulasi," ujarnya.
Padahal, ia menyebut suasana sepak bola nasional sangat mendukung untuk adanya perbaikan usai Tragedi Kanjuruhan, khususnya dalam hal suporter.
Sayangnya, banyaknya suporter yang berdamai tidak difasilitasi dengan baik oleh PSSI.
"Permasalahan suporter sepak bola itu bukan di level elite, tapi di akar rumput. Elitenya dari dulu ada jambore," kata dia.
"Harusnya ini masuk ke dalam 'Manual Liga' yang mana klub-klub punya kewajiban membina suporternya," tambahnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.