KOMPAS.com - Sejumlah mantan koruptor tercatat ikut berkontestasi dalam Pemilu 2024 sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Ini berdasarkan data yang dirilis oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) beberapa waktu yang lalu.
Berdasarkan temuan ICW, ada 15 nama mantan koruptor yang ikut nyaleg, baik untuk kursi DPR RI maupun DPD RI.
Data ini bersumber dari Daftar Calon Sementara (DCS) bakal caleg yang dipublikasikan pada 19 Agustus 2023.
Berikut daftar 15 nama tersebut:
Baca juga: Daftar Artis yang Sudah Daftar Bakal Caleg untuk Pemilu 2024
- Abdullah Puteh (DPR RI): Caleg Nasdem dapil Aceh II, kasus korupsi pembelian 2 unit helikopter saat menjadi gubernur Aceh.
- Rahudman Harahap (DPR RI): Caleg Nasdem dapil Sumatera Utara I, kasus korupsi dana tunjangan aparat desa Tapanuli Selatan saat menjadi Sekda.
- Abdillah (DPR RI): Caleg Nasdem dapil Sumatera Utara I, kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaraan dan penyelewengan dana APBD.
- Susno Duadji (DPR RI): Caleg PKB dapil Sumatera Selatan II, korupsi pengamanan Pilkada Jawa Barat 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari.
- Nurdin Halid (DPR RI): Caleg Golkar dapil Sulawesi Selatan II, korupsi distribusi minyak goreng Bulog.
- Budi Antoni ALjufri (DPR RI): Caleg Nasdem Sulawesi Selatan II, kasus suap penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang.
- Al Amin Nasution (DPR RI): Caleg PDI-P Jateng VII, kasus suap untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan.
- Rokhmin Dahuri (DPR RI): Caleg PDI-P Jabar VIII, korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan.
- Eep Hidayat (DPR RI): Caleg Nasdem Jabar IX, korupsi Biaya Pungut Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) Kabupaten Subang 2005-2008.
- Patrice Rio Capella (DPD RI): Dapil Bengkulu, kasus menerima gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumut.
- Dody Rondonuwu (DPD RI): Dapil Kalimantan Timur, kasus dana asuransi 25 orang anggota DPRD Kota Bontang periode 2000-2004.
- Emir Moeis (DPD RI): Dapil Kalimantan Timur, kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung pada 2004.
- Irman Gusman (DPD RI): Dapil Sumbar, kasus suap impor gula oleh Perum Bulog.
- Chinde Laras Yulianto (DPD RI): Dapil Yogyakarta, kasus korupsi dana purna tugas Rp 3 miliar.
- Ismeth Abdullah (DPD RI): Dapil Kepulauan Riau, kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran tahun 2004 saat menjabat sebagai Ketua Otorita Batam.
Baca juga: Alasan Jaksa Agung Minta Jajarannya Tunda Pemeriksaan Capres dan Caleg sampai Pemilu 2024 Usai
Status hukum tidak diumumkan
ICW menyayangkan masih ada partai politik yang memberikan kesempatan kepada mantan terpidana kasus korupsi untuk menjadi bakal calon anggota legistlatif.
Apalagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mengumumkan status hukum mereka.
Hal ini tidak sesuai dengan penyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang menyebut mantan koruptor nyaleg akan diumumkan ketika penetapan DCS.
Menurut ICW, tidak adanya pengumuman status hukum ini menyulitkan masyarakat untuk memberi masukan terkait DCS.
"Terlebih, informasi mengenai daftar riwayat hidup para bakal caleg juga tidak disampaikan melalui laman KPU," dikutup dari laman resmi ICW.
Baca juga: Caleg Pasang Foto Diri Sendiri untuk Ucapan Selamat Timnas Indonesia, Ini Kata Pakar
Hal ini jauh berbeda dari Pemilu 2019, ketika KPU mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus mantan koruptor.
Atas dasar itu, ICW menilai bahwa KPU justru mengalami kemunduran karena tidak memiliki komitmen antikorupsi.
Selain itu, KPU juga menunjukkan tidak memiliki kemauan untuk menegakkan prinsip pemilu yang terbuka dan akuntabel.
Padahal, hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Ketidakberanian KPU RI ini semakin menambah rentetan kontroversi sejak awal penyelenggaraan tahapan pemilu," catat ICW.
Jika pada akhirnya pada mantan terpidana korupsi tersebut lolos dan ditetapkan sebagai caleg, maka potensi masyarakat memilih calon yang bersih akan semakin kecil.
Baca juga: Profil Daniel Tobing, dari Caleg Gagal hingga Jadi Pimpinan BPK
Regulasi
Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tidak disebutkan secara khusus adanya larangan khusus untuk mantan terpidana kasus korupsi dalam persyaratan bakal calon anggota DPR.
Dalam Pasal 240 ayat (1), hanya disebutkan bahwa bakal calon anggota DPR tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih.
Namun, mereka masih bisa menjadi calon anggota DPR apabila secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana.
Selain poin di atas, tak ada satu pun persyaratan lain yang menyinggung soal pelaku tindak pidana, termasuk korupsi.
Baca juga: Profil Chusnunia Chalim, Wagub Lampung yang Mundur karena Maju Caleg Bersama Tiga Anggota Keluarga
Sempat dilarang KPU, dibatalkan MA Melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, KPU sebenarnya pernah melarang mantan koruptor ikut pemilihan legislatif pada Pemilu 2019.
Dalam Pasal 4, disebutkan bahwa partai politik tidak boleh menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi sebagai bakal calon legislatif.
Sebanyak 13 orang kemudian mengajukan uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 kepada Mahkamah Agung (MA). Gugatan-gugatan itu di antaranya diajukan oleh para mantan koruptor yang ingin menjadi wakil rakyat. MA kemudian menggugurkan aturan tersebut menjelang Pemilu 2019.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu.
Dengan adanya putusan uji materi tersebut, maka mantan narapidana kasus korupsi dapat mencalonkan diri sebagai caleg dengan syarat-syarat yang ditentukan UU Pemilu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.