Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Pengemudi Gerobak Sapi Zaman Dulu Disebut "Bajingan", Ternyata Memiliki Makna Mulia

Baca di App
Lihat Foto
twitter.com/merapi_uncover
Tangkapan layar pengendara gerobak sapi dinamakan bajingan.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com – Unggahan video mengenai pengendara gerobak sapi zaman dahulu disebut "bajingan", viral di media sosial.

Unggahan itu ditayangkan oleh akun X (dulu Twitter) @merapi_uncover pada Kamis (31/8/2023).

Dalam unggahan itu, terdapat video menunjukkan sebuah gerobak yang ditarik oleh dua sapi. Di dalam gerobak itu ada seseorang yang mengendalikan jalannya sapi.

“Zaman dahulu kendaraan rakyat untuk mengangkut hasil bumi umumnya mengunakan gerobak atau pedati yg ditarik oleh sapi yg ada khususnya di Pulau Jawa. Seseorang yg menjadi pengendali gerobak sapi dinamakan bajingan

Lokasi: Dam Jambon,” tulis pengunggah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hingga Jumat (1/9/2023), unggahan tersebut sudah dilihat sebanyak 69.800 kali dan mendapat 536 likes.

Lantas, bagaimana sejarah orang yang mengendalikan gerobak sapi pada zaman dulu disebut "bajingan" dan apa maknanya?

Baca juga: Ramai soal Twit Kota Depok Artinya Gereja Protestan Pertama untuk Budak, Benarkah?

Penjelasan sejarawan

Dosen sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) Baha’uddin membenarkah zaman dahulu pengemudi gerobak sapi disebut "bajingan".

“Ini terjadi ketika Kerajaan Mataram Islam di Jawa pada abad ke-17, di mana sapi dan gerobak menjadi alat transportasi dan pengangkut komoditas utama. Pengendara atau sopirnya bernama bajingan,” kata Baha'uddin kepada Kompas.com, Jumat (1/8/2023).

Menurutnya, tidak hanya di wilayah Yogyakarta saat ini, sebutan “bajingan” tersebut juga lazim di wilayah Solo atau Surakarta Raya.

“Khususnya di wilayah Mataram Islam yang kemudian pada masa kolonial Belanda dikenal dengan Vorstenlanden,” ungkapnya.

Vorstenlanden merupakan istilah yang diberikan oleh Belanda kepada pecahan Kerajaan Mataram Islam. Diketahui, kerjaan tersebut pecah menjadi empat kerajaan.

Keempat kerajaan tersebut, yakni Surakarta, Yogyakarta, Mengkunegaran, dan Pakualaman.

Baca juga: Apa Arti Istilah Beige Flag dalam Sebuah Hubungan?

Memiliki makna mulia

Menurut Baha'udin, sebutan "bajingan" yang disematkan kepada pengemudi gerobak sapi pada zaman dulu mempunyai makna yang mulia.

"Sesuatu yang mulia karena kata 'bajingan' itu ada pada level bahasa krama dalam tingkatan bahasa Jawa," tuturnya.

Dikutip dari Kompas.com (3/1/2023), "bajingan" merupakan akronim atau kependekan dari bagusing jiwo angen-angening pangeran.

Kalimat tersebut memiliki makna "orang baik yang dicintai oleh Tuhan".

Makna yang mulia tersebut berhubungan dengan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda.

Pada masa perjuangan itu, gerobak yang ditarik sapi dengan "bajingan" sebagai pengemudinya jadi salah satu opsi untuk tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan.

Mereka bersembunyi di balik rumput dan hasil panen yang diangkut gerobak.

Baca juga: Apa Arti Kata Cawe-cawe yang Sering Diucapkan Jokowi Jelang Pilpres?

Muncul pergeseran makna

Baha'udin mengatakan, saat ini sebutan "bajingan" yang dulu disematkan untuk pengendara gerobak sapi sudah mengalami pergeseran makna.

“Jika dulu merupakan profesi yang terhormat dan merupakan bahasa halus, namun sekarang menjadi ungkapan cemoohan yang mempunyai makna jahat dengan penekanan ucapan yang berbeda,” ujarnya.

Dalam buku Multatuli, Max Havelaar yang terbit pada tahun 1860, kata "bajingan" mulai berkonotasi negatif.

"Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan, bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku…" tulis Multatuli.

Penggalan kalimat itu mengindikasi penggunaan kata "bajingan" sebagai bentuk umpatan sudah ada sejak abad ke-19.

Baca juga: Apa Arti Kata Purel, Istilah yang Sedang Viral di TikTok?

Gerobak sapi ditinggalkan

Menurut Baha'udin, penggunaan gerobak sapi mulai banyak ditinggalkan lantaran adanya pembangunan kereta api oleh pemerintah kolonial Belanda.

“Ketika kereta api mulai dibangun pemerintah kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19, posisi gerobak ini mulai tergantikan,” ungkapnya.

“Awal abad ke-20 (kereta api) menjadi alat transportasi untuk mengangkut komoditas ekonomi, dari sawah atau kebun ke pabrik dan dari pabrik ke pelabuhan,” imbuhnya.

Selain cepat dan bisa mengangkut dalam jumlah banyak, kereta api lebih banyak digunakan juga karena lebih aman dari gangguan perampok.

“Sehingga gerobak kemudian berubah menjadi alat transportasi untuk kepentingan petani yang sifatnya terbatas dalam skala kecil,” ujar Baha'udin.

Gerobak sapi juga semakin tersingkir karena kehadiran truk pascakemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Daftar Istilah yang Sering Dipakai di Game Online: AFK, Noob, GG, GGWP

Tetap dilestarikan sampai saat ini

Meski begitu, Baha'udin menerangkan, gerobak sapi masih dilestarikan sampai saat ini.

“Di wilayah Jawa Tengah khususnya (bekas) wilayah Mataram Islam dan Yogyakarta, gerobak sapi masih dilestarikan keberadaannya, bahkan dibentuk paguyuban,” terangnya.

Bahkan, saat ini gerobak sapi juga dicat warna-warni untuk menambah daya tarik dan keunikannya.

“Paguyuban-paguyuban ini kemudian banyak dilibatkan oleh pemda dalam event-event seni dan budaya,” ujar Baha'udin.

Baca juga: Arti FYP, Xyzbca, hingga Stitch, Ini Daftar Istilah di TikTok

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi