KOMPAS.com - Sebuah unggahan yang menyebut perkara cinta menjadi penyebab mayoritas gangguan kejiwaan, ramai di media sosial.
Unggahan tersebut dibagikan warganet melalui akun Twitter ini, Jumat (1/9/2023).
"Ternyata 75% gangguan jiwa disebabkan oleh cinta, momen tersebut diceritakan oleh seorang narasumber pada podcast Deddy Corbuzier," tulis narasi unggahan.
Saat ditelusuri, unggahan itu berasal dari konten wawancara Deddy Corbuzier dengan Kanit Binpolmas Satbinmas Polres Lamongan, Aipda Purnomo dan istrinya, Lili di akun YouTube miliknya pada Kamis (31/8/2023).
Aipda Purnomo dikenal sebagai YouTuber dengan slogan "Polisi Baik" yang mengurus ratusan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
"(Kebanyakan orang dengan gangguan jiwa itu awalnya) ada masalah cinta itu kalau anak muda, paling banyak," ujar Purnomo.
Lantas, benarkah penderita gangguan jiwa kebanyakan disebabkan karena perkara cinta?
Obsesi akibat cinta
Psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo menjelaskan gangguan mental terjadi karena berbagai faktor.
"Kalau di sini disampaikan mayoritas gangguan mental itu karena masalah percintaan tidak benar. Masalah percintaan adalah salah satu faktor eksternal dari gangguan mental," jelasnya kepada Kompas.com, Sabtu (2/9/2023).
Meski begitu, Ratna tidak menampik percintaan dapat menyebabkan gangguan mental. Hal ini terutama terjadi saat hubungan percintaan seseorang dilanda masalah ataupun berakhir.
Dia menyebut cinta dapat menyebabkan gangguan mental saat berubah menjadi obsesi kepada orang lain.
Sebagai contoh, seseorang terobsesi dengan mantan pasangan yang masih dicintainya. Obsesi tersebut membuat pikirannya tidak rasional padahal hubungan percintaannya sudah berakhir.
"Hal-hal yang membuat perasaannya hancur memunculkan hal gila atau di luar akal yang dia lakukan sendiri," lanjutnya.
Obsesi tersebut dapat menimbulkan tindakan berlebihan seperti mengekang orang lain, mudah curiga dengan orang asing, atau menghabiskan waktu hanya untuk percintaan.
Jika dibiarkan, menurut Ratna, obsesi ini dapat menimbulkan depresi, halusinasi, bahkan berakhir dengan gangguan mental yang lebih parah lagi seperti skizofernia.
Otak orang yang jatuh cinta
"Dopamin berlebihan membuat dia jadi berpikir tidak rasional. Makanya orang sering bilang jangan buat keputusan saat sedang jatuh cinta biar keputusannya rasional," jelasnya.
Menurut Ratna, perasaan cinta juga dapat menyebabkan erotomania atau gangguan yang menyebabkan seseorang percaya ada orang yang mencintai bahkan ditakdirkan bersama dengannya.
Perilaku erotomania lebih parah dari obsesi. Pelakunya bahkan bisa berpikir untuk mati demi bisa bersama dengan orang yang ia cintai.
"Persoalan asmara berakhir dengan pembunuhan, bunuh diri juga," lanjut dia.
Baca juga: Benarkah Hobi Rebahan, Malas Mandi, dan Susah Tidur adalah Ciri Gangguan Jiwa Tahap Awal?
Gangguan kepribadian akibat cinta
Selain itu, Ratna menyatakan percintaan dapat mengubah karakter dan kepribadian seseorang. Perubahan ini lama-lama memicu gangguan kepribadian berupa gangguan kepribadian ambang.
"Gangguan kepribadian ambang ini mengakibatkan seseorang sangat bergantung dengan orang lain. Kalau putus cinta dan ditinggalkan, mereka akan sulit mengelola emosinya," katanya.
Contoh gangguan ini seperti orang yang merasa dirinya tidak berguna, dunia seolah-olah runtuh, bahkan sampai merasa lebih baik mati hanya karena ditinggal pasangannya.
Agar percintaan tidak menjadi gangguan kejiwaan, Ratna menyarankan orang-orang supaya memiliki perasaan dan bertindak sewajarnya. Jangan sampai perasaan sedih membunuh diri seseorang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.