Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diklaim Halal oleh MUI, Apa Itu Pewarna Makanan Karmin?

Baca di App
Lihat Foto
DOK. Binus
Pewarna alami makanan karmin berwarna merah yang terbuat dari kutu daun.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, pewarna makanan karmin dari serangga cochineal aman dan halal digunakan.

Dikutip dari Kompas.com, Kamis (28/9/2023), Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan, MUI telah mengkaji penggunaan pewarna makanan karmin sejak 2011. Kemudian MUI memutuskan bahan tersebut halal. 

"Karena pada hakikatnya dia halal dan tidak membahayakan," ujar Asrorun.

MUI juga telah melakukan kajian mendalam dari aspek sains dan fikih, termasuk mendatangkan sejumlah ahli untuk meneliti bahan tersebut, 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di sisi lain, dikutip dari laman MUI, Kamis, penggunaan pewarna karmin telah tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal.

Secara jelas, fatwa tersebut menyatakan bahwa pewarna makanan dan minuman dari cochineal hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.

Lantas, apa itu pewarna karmin?

Baca juga: Viral Pewarna Makanan Karmin Berasal dari Kutu Daun, Ini Penjelasan LIPI


Mengenal pewarna karmin

Dilansir dari International Association of Wellness Professionals (7/1/2020), karmin adalah bagian dari keluarga pewarna untuk menghidupkan makanan atau produk agar tampak lebih menarik.

Pewarna dengan ciri khas merah pekat ini dapat ditemukan di hampir semua produk makanan, termasuk permen, es krim, sosis, dan aneka minuman kaya rasa.

Karmin juga menghiasi produk kosmetika dan perawatan tubuh, seperti sampo, losion, serta perona mata atau eyeshadow.

Pewarna karmin terbuat dari serangga, tepatnya cochineal, kutu daun yang hidup di kaktus dan mengonsumsi kelembapan serta nutrisi tanaman.

Sementara itu, cochineal adalah serangga yang darahnya tidak mengalir dan memiliki banyak persamaan dengan belalang.

Bukan hal baru, zat pewarna karmin telah ditemukan sejak tahun 1500-an oleh Suku Aztec di kawasan Meksiko.

Kala itu, orang-orang Eropa mendapati budaya Suku Aztec yang menggunakan ekstrak serangga cochineal sebagai pewarna kain untuk warna merah cerah.

Serangga ini turut digunakan sebagai pewarna, khususnya di budaya Timur Tengah, Mediterania, dan Mesir.

Pewarna berbentuk bubuk yang dihasilkan dari kutu daun disebut kermes, qirmiz, dan nama daerah lainnya.

Sementara itu, dalam bahasa Latin pada masa Abad Pertengahan, pewarna merah ini disebut dengan carminium, yang menjadi asal mula pewarna carmine atau karmin.

Sejak itu, karmin telah digunakan untuk sejumlah tujuan, termasuk mewarnai makanan agar lebih menarik dan menggugah selera.

Baca juga: Beredar Narasi Jajanan Rasa Stroberi Gunakan Zat Pewarna Karmin yang Terbuat dari Kutu, Benarkah Demikian?

Proses pembuatan pewarna karmin

Dikutip dari Kompas.com (17/9/2020), pewarna karmin dibuat dari carminic acid, yang diisolasi dari serangga cochineal.

Proses isolasi tersebut dilakukan dengan beragam cara, salah satunya merebus serangga menggunakan air.

Saat proses perebusan inilah warna merah dari serangga akan terlarut dan dapat digunakan sebagai pewarna setelah dikeringkan.

Jika ingin mendapatkan mutu lebih bagus, kutu daun perlu mendapat perlakuan tambahan dengan membuang lemaknya terlebih dahulu.

Setelah lemak dibuang, serangga ini dapat diekstrak menggunakan pelarut organik seperti etanol.

Kemudian, baru masuk tahapan proses permurnian yang dapat dilakukan menggunakan teknik pengendapan.

Penggunaan kutu daun cochineal untuk pewarna merah sudah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia juga telah mengizinkan zat karmin sebagai pewarna makanan, seperti diberitakan Kompas.com (9/6/2023).

Baca juga: Mengenal Merah K3 dan Merah K10, Pewarna Kosmetik yang Dilarang BPOM

Potensi alergi pewarna karmin

Namun demikian, pewarna karmin dari kutu daun ini dapat mengakibatkan reaksi alergi pada beberapa orang.

Dikutip dari Healthline, pewarna dari ekstrak cochineal berpotensi menimbulkan alergi dengan beberapa gejala, termasuk:

  • Sakit kepala
  • Pusing
  • Ruam pada kulit
  • Wajah atau bibir bengkak
  • Sesak di dada
  • Kesulitan bernapas atau mengi
  • Pingsan
  • Detak jantung lebih cepat.

Kondisi ini juga dapat memicu syok anafilaksis, reaksi alergi berat yang dapat mengancam nyawa seseorang.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi