KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) resmi memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Ini dilakukan usai adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik hakim konstitusi dalam uji materi tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Meski tidak dipecat, Anwar tak boleh mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi habis.
Dengan demikian, perjalanan paman dari bakal cawapres Gibran Rakabuming RK sebagai pimpinan MK pun telah berakhir.
Baca juga: Anwar Usman, Dugaan Pelanggaran Etik, dan Klaim Jabatan Hanya Milik Allah...
Baca juga: Profil Saldi Isra, Hakim MK yang Ungkap Kejanggalan di Balik Putusan Usia Capres-Cawapres
Mengawali karier sebagai guru honorer
Pria kelahiran 31 Desember 1956 ini memilih jalan hidup berbeda dibandingkan teman-temannya sesama lulusan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN).
Sebab, Anwar memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta pada 1984.
Kendati demikian, dia tetap mengajar di SD Kalibiru semasa kuliah dan berlangsung hingga beberapa tahun kemudian.
Saat SD Kalibiru berubah menjadi yayasan pendidikan, Anwar juga terpilih dan diangkat menjadi ketua yayasan.
Baca juga: Mengapa Pencalonan Gibran Jalan Terus Meski Anwar Usman Terbukti Langgar Etik?
Mencintai dunia teater
Dalam perjalanannya semasa kuliah, pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini aktif dalam kegiatan teater dan tercatat sebagai anggota Sanggar Aksara.
Bahkan, Anwar sempat diajak untuk beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S Bono, besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo.
Film itu berjudul Perempuan dalam Pasungan (1980) yang menjadi film terbaik dan mendapat Piala Citra.
Namun, keterlibatannya dalam film tersebut langsung mendapat kritik dari orangtuanya. Pasalnya, Anwar dalam film tersebut beradegan sedang berjalan berdua dengan seorang wanita.
Kecintaannya pada dunia teater bukan tanpa alasan. Dia menganggap, teater mengajarkan banyak hal termasuk filosofi kehidupan.
Karier kehakiman
Usai meraih gelar sarjana pada 1984, Anwar berhasil menjadi calon hakim Pengadilan Negeri Bogor pada 1985.
Selama menjadi hakim, dia pernah menduduki jabatan-jabatan penting.
Anwar tercatat pernah menjadi asisten Hakim Agung pada 1997-2003 dan Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung pada 2003-2006.
Pada 2005, Anwar diangkat menjadi hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
Pada 2011, dia resmi menjadi hakim konstitusi pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca juga: Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi
Anwar menggantikan hakim konstitusi H M Arsyad Sanusi. Kala itu, dia menjadi hakim konstitusi ketujuh yang diusulkan oleh MA.
Anwar kemudian terpilih sebagai Wakil Ketua MK periode 2015-2017 dan terpilih kembali menjadi Wakil Ketua MK periode 2016-2018.
Pada 2018, Anwar diangkat sebagai Ketua MK menggantikan Arief Hidayat.
Ini menjadikannya sebagai hakim konstitusi pertama usulan MK yang menjabat sebagai Ketua MK.
Baca juga: Tugas Mahkamah Konstitusi
Menikahi adik Jokowi
Pada 2022, Anwar sempat mendapat sorotan lantaran menikahi adik kandung Jokowi, Idayati.
Pada 2015, dia kemudian terpilih sebagai Wakil Ketua MK untuk periode 2015-2017 dan terpilih kembali menjadi Wakil Ketua MK periode 2016-2018.
Dalam pernikahan yang digelar di Gedung Graha Saba Buana Solo, Jawa Tengah itu, Anwar resmi menjadi adik ipar Jokowi.
Saat itu, Jokowi sendiri yang menjadi wali nikah untuk Idayati dan menikahkan adiknya dengan Anwar.
Dia pun menerima banyak kritikan dan didesak mundur lantaran kekhawatiran publik akan adanya konflik kepentingan.
Namun, Anwar membantah kekhawatiran itu dan mengaku berkenalan dengan Idayati pada Oktober 2021, tanpa mengetahui statusnya sebagai adik dari presiden.
Menurutnya, Jokowi juga tidak mungkin dapat mencalonkan diri pada Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Baca juga: Anwar Usman, Dugaan Pelanggaran Etik, dan Klaim Jabatan Hanya Milik Allah...
Membuka jalan bagi Gibran jadi cawapres
Kekhawatiran publik akan konflik kepentingan ini pun menjadi kenyataan ketika muncul gugatan atas usia capres-cawapres.
Sebagai Ketua MK, Anwar mengeluarkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memungkinkan kepala daerah bisa mendaftarkan diri sebagai sebagai capres-cawapres, meski belum berusia 40 tahun.
Dalam aturan sebelumnya, seorang capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun untuk bisa berkontestasi, tanpa ada alternatif syarat lain.
Berbagai pihak pun meyakini, putusan ini bertujuan untuk memberi "karpet merah" kepada keponakannya, Gibran Rakabuming Raka yang saat itu digadang-gadang akan menjadi cawapres salah satu kandidat.
Tak lama setelah putusan itu, Gibran dideklarasikan oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.
Baca juga: Profil dan Rekam Jejak Gibran Rakabuming Raka, Cawapres Prabowo Subianto 2024
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.