KOMPAS.com - Status tersangka mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej dinyatakan gugur oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kemenkumham pada 7 Desember 2023.
Namun, status tersangka Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu gugur setelah menang praperadilan di PN Jakarta Selatan, yang dibacakan oleh hakim tunggal Estiono, Selasa (30/1/2024).
"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Estiono di ruang sidang, dikutip dari Kompas.com, Selasa.
Penetapan tersangka dinilai tidak sah
Hakim juga menilai, penetapan tersangka terhadap pemohon oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Adapun penetapan tersebut, sebagaimana dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 UU 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah nihil," ujar Estiono.
Lantas, siapa sosok Eddy Hiariej yang status tersangkanya dinyatakan gugur oleh pengadilan?
Baca juga: Eddy Hiariej Jadi Tersangka Suap dan Gratifikasi, Ini Respons Kemenkumham
Profil Eddy Hiariej
Merujuk data Kemenkumham, Eddy Hiariej atau pria dengan nama lengkap Edward Omar Sharif Hiariej, lahir di Ambon, Maluku, pada 10 April 1973.
Eddy tercatat menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas (SMA) pada 1992, kemudian melanjutkan studi di Fakultas Hukum UGM dan lulus pada 1998.
Dia kemudian melanjutkan studi magister Ilmu Hukum di UGM dan selesai pada 2004. Setelah itu, Eddy kembali melanjutkan studi doktor di tempat yang sama dan lulus pada 2009.
Sebelum masuk menjadi anggota Kabinet Indonesia Maju, Eddy bekerja sebagai dosen di almamaternya sejak 1999.
Karier Eddy di bidang akademik pun kian menanjak dengan menjadi Asisten Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UGM pada 2002 hingga 2007.
Bahkan, pada 2010, sosok Eddy dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UGM dan menyandang gelar profesor pada usia 37 tahun.
Dikutip dari Kompas.com, Jumat (10/11/2023), kiprah Eddy Hiariej di luar bidang akademik juga cukup dikenal.
Saksi ahli sidang Ahok dan sengketa Pilpres 2019
Dia pernah dihadirkan menjadi ahli dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 2017 silam.
Eddy juga pernah dihadirkan menjadi ahli dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Saat itu, Eddy dihadirkan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Eddy juga pernah dihadirkan sebagai ahli dalam sidang Jessica Kumala Wongso dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin, atau lebih dikenal sebagai kasus kopi sianida.
Hingga pada 23 Desember 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Eddy menjadi Wamenkumham di Kabinet Indonesia Maju.
Baca juga: Sosok Helmut Hermawan, Tersangka Penyuap Eks Wamenkumham Eddy Hiariej
Kasus dugaan gratifikasi Eddy Hiariej
KPK sebelumnya menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka karena dugaan menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan.
Eddy disebut membantu Helmut ketika hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM terblokir dalam sistem administrasi badan hukum (SABH).
Diberitakan Kompas.com, Selasa, pemblokiran tersebut dilakukan setelah adanya sengketa di internal PT CLM.
Berkat bantuan dan atas kewenangan Eddy selaku Wamenkumham, pemblokiran itu pun dibuka.
Selain eks Wamenkumham dan Helmut Hermawan, Asisten Pribadi (Aspri) Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana dan seorang pengacara Yosi Andika Mulyadi juga menjadi tersangka.
Perkara dugaan korupsi yang menjerat Eddy Hiariej sendiri berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.
Dalam kasus ini, Eddy Hiariej diduga menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum.
Eddy Hiariej juga diketahui membantu Direktur PT Citra Lampia Mandiri itu mengondisikan administrasi hukum di Kemenkumham.
Tak hanya itu, dia turut disebut menerima uang Rp 1 miliar dari Helmut untuk kepentingan menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.