KOMPAS.com - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan, Aceh menjadi provinsi dengan keluarga yang paling bahagia di Indonesia.
Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, status ini berdasarkan hasil penilaian Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) oleh BKKBN.
"Keluarga Aceh relatif lebih tentram, lebih mandiri, dan bahagia. Tiga variabel itu yang menjadi ukuran angkanya (iBangga) tertinggi," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (4/3/2024).
Hasil penilaian BKKBN juga mencatat, Kabupaten Bener Meriah sebagai daerah dengan iBangga tertinggi di Provinsi Aceh dan memperoleh skor 69,48.
Indeks Pembangunan Keluarga atau iBangga merupakan pengukuran kualitas keluarga yang ditujukan melalui ketenteraman, kemandirian, dan kebahagiaan suatu keluarga.
Baca juga: Daftar Negara Paling Bahagia dan Tidak Bahagia di Dunia 2023, Mana Saja?
Indeks ini menunjukkan gambaran terhadap peran dan fungsi keluarga di semua wilayah Indonesia.
Hasil dari indeks tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan status pembangunan keluarga se-Indonesia dalam kategori tangguh, berkembang, atau rentan.
Sayangnya, meski keluarga di Aceh memiliki kehidupan paling bahagia di antara keluarga Indonesia lainnya, Hasto mengungkapkan provinsi tersebut masih punya banyak hal yang perlu diperbaiki.
Baca juga: Keberhasilan Hamil Bayi Tabung Badak Pertama di Dunia Cegah Kepunahan
Tingkat stunting masih tinggi
Kendati demikian, Provinsi Aceh masih memiliki tingkat stunting yang tinggi di Indonesia.
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan, prevalensi stunting di Aceh berada pada angka 31,2 persen.
“Sebetulnya, kami punya target untuk Aceh. Per kabupaten sudah kita targetkan berdasarkan proyeksi. Targetnya sudah kita pasang tidak sampai menyentuh 14 persen di 2024 karena angkanya terlalu berat. Tetapi arahan presiden betu-betul sampai 14 persen,” jelas dia.
Sementara itu, sebanyak 275.505 keluarga berisiko mengalami stunting dan kemiskinan pada semester dua tahun 2023. Keluarga dengan risiko tersebut paling banyak berada di Kabupaten Aceh Utara, Pidie, dan Aceh Timur.
“Stunting related dengan angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan juga rata-rata kehamilan," tambah Hasto.
Menurutnya, jumlah ibu melahirkan di Aceh memang masih berada dalam batas tingkat nasional, yakni 2,42 dari batas 2,1 anak per perempuan.
Namun, kondisi mengindikasikan banyaknya anak di Aceh yang kemungkinan menunjukkan peningkatan angka stunting. Sebab, jarak kelahiran bayi yang terlalu rapat berisiko bagi kehamilan.
Baca juga: Apa Itu Stunting dan Bagaimana Cara Mencegahnya?
Lihat Foto
Ilustrasi hamil kembar.
Kehamilan remaja tinggi
Selain stunting, Hasto menyebutkan masih terdapat orang Aceh yang hamil pada usia terlalu muda.
Berdasarkan angka tingkat kelahiran remaja, sebanyak 16,40 remaja usia 15-19 tahun mengalami kehamilan.
Angka tersebut terbilang lebih kecil dari jumlah remaja se-Indonesia.
"Kalau nasional 26,64. Artinya, setiap 1000 orang perempuan Indonesia yang sudah hamil antara usia 15-19 tahun sebanyak 26 orang," jelasnya.
Namun, tiga kabupaten di Aceh memiliki angka kehamilan usia muda yang masih tinggi, yakni Gayo Lues 46,8, Simeuleu 44,3, dan Aceh Tenggara 38,3.
Tingginya angka kematian ibu dan bayi
Sementara itu, BKKBN juga mencatat angka kematian ibu di Aceh lebih tinggi daripada jumlah kematian ibu pada tingkat nasional.
Pada tingkat nasional, 189 ibu meninggal setiap 100.000 kelahiran bayi.
"Di Aceh, setiap 100.000 ibu melahirkan, yang meninggal sebanyak 201 orang," tambah Hasto.
Tak hanya dialami sang ibu, angka kematian bayi di Aceh juga mencapai 19,41 per 1.000 kelahiran, di atas angka nasional yang berada pada jumlah 16,85 per 1000 kelahiran.
Baca juga: Memberi Gizi Ibu Hamil atau Anak-anak, Mana yang Efektif Cegah Stunting?
Fasilitas penduduk kurang memadahi
Sayangnya, Hasto menyatakan bahwa Provinsi Aceh memiliki fasilitas yang kurang layak bagi warganya.
Data menunjukkan sejumlah wilayah Aceh memiliki sumber air yang tidak layak. Sabulussalam menjadi kota dengan sumber air minum paling tidak layak yakni 13,28 persen. Sementara Gayo Lues punya jamban paling tidak layak sebanyak 35,61 persen.
Selain itu, sebanyak 38.966 keluarga di Kabupaten Aceh Utara juga masih tinggal di rumah yang tidak layak huni.
Lebih lanjut, dia menuturkan, Aceh memiliki jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dan balita yang tinggi. Kondisi ini membuat angka ketergantungan atau dependency ratio yang tinggi.
Menurut Hasto, sebanyak 67,56 persen warga Aceh masuk usia produktif, sedangkan angka dependency ratio tahun 2023 mencapai 48,01 orang.
"Artinya, setiap 100 orang bekerja di Aceh harus menanggung 48 orang," ujar dia.
Atas dasar itu, perlu dilakukan suatu tindakan untuk meningkatkan pendapatan per kapita dan menurunkan angka stunting. Jika tidak, warga Aceh akan sulit mendapatkan upah tinggi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.