Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Politik Gentong Babi, Istilah yang Disinggung dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Baca di App
Lihat Foto
Tangkapan Layar YouTube MK RI
Ekonom Senior UI Faisal Basri jadi saksi ahli dalam sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi, Senin (1/4/2024)
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri menyinggung istilah pork barrel politics atau politik gentong babi dalam Sidang Sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi, Senin (1/4/2024).

Dalam sidang tersebut, Faisal mengatakan bahwa masyarakat yang kesulitan membeli beras saat ini disebabkan oleh banyaknya bantuan sosial (bansos) yang dilakukan di masa Pilpres 2024.

Banjirnya bantuan sosial menjelang Pilpres 2024 dikategorikan Faisal sebagai salah satu praktik dari politik gentong babi.

“Politik gentong babi ini mengacu pada praktik yang dilakukan politisi yang menduduki jabatan tinggi di pemerintahan pusat, yang mampu menggelontorkan uang lebih besar agar menarik pemilih sehingga dia terpilih kembali,” ungkap Faisal, dikutip dari KOMPAS TV.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih lanjut, Faisal menuturkan bahwa pada 2024, ada beberapa jenis bansos yang tiba-tiba dikeluarkan oleh pemerintah.

Faisal mencontohkan, pada 2021, Indonesia dilanda El Nino dalam skala yang lebih parah daripada 2024.

Namun Bansos El Nino justru diadakan dan diberikan kepada masyarakat pada 2024 ketika intensitasnya sudah mulai mereda.

Baca juga: Isi Tuntutan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud pada Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK


Pengertian dan sejarah politik gentong babi

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/2/2024), menurut Antonius Saragintan dan Syahrul Hidayat dalam buku Politik Pork Barrel di Indonesia (2011), politik gentong babi adalah usaha petahana untuk menggelontorkan dan mengalokasikan sejumlah dana dengan tujuan tertentu.

Istilah “tujuan” dalam pengertian tersebut merujuk kepada usaha agar dirinya terpilih kembali dan menjabat selama beberapa tahun ke depan.

Sedangkan makna harfiah dari politik gentong babi berasal dari awal tahun 1700-an, dilansir dari Investopedia, Minggu (29/10/2023).

Zaman dulu sebelum adanya pendingin, daging babi diasinkan dan diawetkan dalam tong kayu yang masing-masing dapat menampung lebih dari 30 galon.

Mudahnya melihat bagaimana daging tersebut "mencelupkan diri ke dalam gentong" merupakan sebuah gambaran dari rakyat yang “tercelup” dan menjadi bagian dari politik uang dalam jumlah yang besar.

Istilah politik gentong babi pertama kali digunakan dalam cerita The Children of the Public pada 1863 oleh penulis dan sejarawan Edward Everett Hale.

Sepuluh tahun kemudian, ungkapan politik gentong babi memiliki arti pengeluaran dana publik oleh seorang politisi untuk kepentingan sekelompok kecil orang dengan tujuan untuk memperoleh dukungan dalam bentuk suara atau sumbangan kampanye.

Di zaman modern, pembelanjaan dalam gentong babi berarti pembelanjaan yang sia-sia pada proyek-proyek pekerjaan umum lokal yang nilainya meragukan, atau hanya bernilai bagi satu konstituen politisi.

Baca juga: Alasan Timnas Amin Ingin Sri Mulyani dan Tri Rismaharini Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024

Contoh praktik politik gentong babi

Salah satu contoh paling terkenal dari praktik politik gentong daging babi adalah proyek Bridge to Nowhere.

Proyek jembatan kontroversial ini terletak di Ketchikan, Alaska, AS, yang awalnya diusulkan sebagai sarana untuk menghubungkan Pulau Gravina ke Bandara Internasional Ketchikan di dekat Pulau Revillagigedo, dilansir dari Faster Capital, Jumat (8/3/2024).

Pada 2005, Kongres Amerika Serikat (AS) menyetujui alokasi 223 juta dollar AS atau Rp 3,5 triliun untuk sebuah jembatan yang menghubungkan dua kota kecil di pedesaan Alaska.

Namun, proyek ini menjadi terkenal karena menelan biaya yang fantastis dan dinilai kurang praktis.

Adapun biaya pembangunan jembatan tersebut membengkak hingga 398 juta dollar AS atau Rp 6,3 triliun.

Proyek ini menjadi simbol pemborosan dan bertahun-tahun kemudian proyek dibatalkan secara keseluruhan demi meningkatkan sistem kapal feri lokal.

Contoh lainnya adalah Proyek Big Dig di Boston, AS saat bagian jalan raya sepanjang 3,5 mil atau 5,63 kilometer dipindahkan ke bawah tanah.

Proyek ini menelan biaya 15 miliar dollar AS atau Rp 238 triliun, yang nominalnya sekitar lima kali lipat dari perkiraan awal.

Konstruksi pertama dari proyek Big Dig dilakukan pada September 1991 dan memerlukan waktu lebih dari 14 tahun ketika proyek tersebut selesai pada Januari 2006, dikutip dari laman resmi Commonwealth of Massachusetts.

Baca juga: Jadwal Sidang PHPU Pilpres 2024 di MK Hari Ini mulai 08.00 WIB

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi