KOMPAS.com - Pada 2014, ilmuwan menemukan genangan air di bawah permukaan Bumi yang ukurannya tiga kali lebih besar dari lautan di permukaan Bumi dan dipublikasikan dalam jurnal Dehydration melting at the top of the lower mantle.
Persediaan air yang ditemukan tersebut tersedia dalam jumlah besar dan tersembunyi di bawah kerak Bumi.
Letak dari lautan tersebut berada 400 mil atau 643,73 kilometer di bawah tanah dan tidak bisa diakses, dikutip dari Unilad, Jumat (29/3/2024).
Ahli geofisika yang merupakan bagian dari tim penemu tersebut, Steve Jacobsen mengatakan bahwa temuan ini didapatkan setelah mempelajari gempa bumi, dilansir dari Indy100, Sabtu (30/3/2024).
Baca juga: NASA Ungkap Asteroid Seukuran Pesawat Terbang Tengah Menuju Bumi dengan Kecepatan Tinggi
Air tak berasal dari luar angkasa
Pada penelitian tersebut, ilmuwan menemukan bahwa seismometer menangkap gelombang kejut di bawah permukaan Bumi.
Dari situlah ilmuwan memastikan bahwa ada air yang tertahan oleh batuan mineral yang disebut ringwoodite.
Ringwoodite berfungsi sebagai spons atau penyerap untuk sebagian besar molekul air di dalam kerak Bumi.
Penemuan ini diharapkan dapat membantu para ilmuwan menentukan bagaimana Bumi terbentuk.
Selain itu, pengembangan dari penemuan ini akan memperkuat teori bahwa air di Bumi berasal dari dalam, bukan dari luar angkasa, seperti dari asteroid atau komet.
"Saya pikir kita akhirnya melihat bukti adanya siklus air di seluruh Bumi. Penemuan ini dapat membantu menjelaskan betapa banyaknya jumlah air di permukaan planet yang dapat dihuni,” ungkap Jacobsen.
Jacobsen juga mengatakan bahwa para ilmuwan selama ini telah mencari perairan dalam yang hilang selama beberapa dekade.
Ke depannya, Jacobsen dan timnya ingin mengetahui apakah lapisan mirip samudra ini menyelimuti seluruh Bumi atau tidak.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Gunung Bawah Laut, Tingginya Tiga Kali Burj Khalifa
Mengenal ringwoodite yang menahan samudra di perut Bumi
Mineral ringwoodite pertama kali diekstraksi dari Bumi pada 2014. Butir mineral ini ditemukan di dalam berlian yang ditambang di Brasil.
Adapun fragmen kecil dari mineral ringwoodite memiliki panjang kurang dari 40 mikrometer, dilansir dari Lets Talk Science.
Berlian tersebut awalnya berasal dari zona transisi mantel Bumi. Zona transisi terletak beberapa ratus kilometer di bawah permukaan.
Di zona itulah suhu dan tekanan tinggi menghasilkan ringwoodite dari olivin, mineral lain yang berada di zona transisi.
Di zona transisi, olivin dipanaskan dan dikompresi yang akhirnya menjadi ringwoodite.
Akhirnya, berlian terbentuk di sekitar ringwoodite dan gunung berapi membawa berlian tersebut ke permukaan.
Sebagai gambaran, ringwoodite tidak berbentuk cair, padat, atau gas, tetapi berupa struktur molekul keempat yang terkandung dalam bantuan mantel.
Jacobsen mengatakan bahwa ringwoodite memiliki sifat seperti spons yang dapat menyerap air.
Namun, ringwoodite tersebut tidak menyerap air dalam bentuk cair, melainkan air yang masih berupa molekul H2O.
Selain itu, ia juga menuturkan bahwa mineral ini termasuk memiliki struktur yang istimewa karena memungkinkan untuk menarik hidrogen dan menahan air.
“Mineral ini dapat mengandung banyak air di dalam mantel Bumi,” ujar Jacobsen.
Apabila disamakan dengan air di permukaan Bumi, dalam ringwoodite yang mengandung 1 persen air, jumlahnya mencapai tiga kali lipat dari banyaknya air di permukaan Bumi.
Baca juga: Bagaimana Proses Terbentuknya Palung Laut? Berikut Penjelasannya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.