KOMPAS.com - Video yang menginformasikan fenomena gerhana Matahari total 8 April 2024 di kawasan Amerika tidak akan dilihat lagi selama 375 tahun, ramai di media sosial.
Video tersebut salah satunya diunggah di media sosial X (dulu Twitter) oleh akun @surasujaya, Kamis (4/4/2024) petang.
Narasi dalam video menyebutkan, gerhana menjelang Idul Fitri ini merupakan fenomena luar biasa yang akan menjadi sejarah.
"Kita tidak akan melihat gerhana matahari total seperti ini lagi selama 375 tahun!" tertulis dalam unggahan.
Menurutnya, gerhana ini akan mengubah siang menjadi malam, suhu menurun, serta hewan akan mencari lumpur untuk berlindung.
Lantas, benarkah informasi tersebut?
Baca juga: Berapa Lama Bumi Akan Gelap Saat Gerhana Matahari Total 8 April 2024?
Berulang tak sampai ratusan tahun
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menjelaskan, durasi 375 tahun adalah rata-rata keberulangan gerhana Matahari total spesifik di suatu lokasi.
Misalnya, di Palu, Sulawesi Tengah, mengalami gerhana Matahari total pada 2016. Secara rata-rata, kata Thomas, Palu akan dilalui fenomena yang sama sekitar 375 tahun mendatang.
Namun, menurutnya, terjadinya fenomena astronomi ini di suatu negara tidak sampai menunggu ratusan tahun.
“Tetapi di Indonesia tahun 2023 terjadi gerhana Matahari total lagi dengan jalur yang beda, tidak melalui Palu,” jelasnya, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/4/2024).
"Keberulangan gerhana Matahari total di suatu negara hanya beberapa tahun sampai beberapa puluh tahun," sambung Thomas.
Baca juga: Bukan 8 April 2024, Ini Gerhana Matahari Total Terlama Sepanjang Sejarah
Misalnya, Thomas memaparkan, gerhana Matahari total di Amerika Serikat pernah terjadi pada 1 Agustus 2008, 21 Agustus 2017, dan 8 April 2024.
Bukan hanya Amerika Serikat, peristiwa menjelang hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah ini juga dapat disaksikan di Meksiko dan Kanada.
Setelah tahun ini, gerhana Matahari total dapat kembali dilihat di kawasan Amerika pada 30 Maret 2033, 23 Agustus 2044, dan 12 Agustus 2045.
Sementara itu, di Indonesia, fenomena gerhana Matahari total terakhir disaksikan pada 9 Maret 2016 dan 20 April 2023 lalu.
"GMT (gerhana Matahari total) di Indonesia terakhir 2016 dan GMT 2023," ujar Thomas.
Baca juga: Gerhana Matahari Total Akan Terjadi Jelang Idul Fitri, Bisakah Dilihat di Indonesia?
Gerhana Matahari minimal dua kali setahun
Terpisah, astronom amatir Indonesia Marufin Sudibyo mengatakan, Bumi setidaknya mengalami gerhana Matahari minimal dua kali dalam setahun.
"Kalau dalam konteks Bumi, maka Bumi kita mengalami gerhana Matahari minimal dua kali dalam setahun," ujarnya, saat konfirmasi Kompas.com, Jumat (5/4/2024).
Sementara jika dalam konteks gerhana Matahari dengan geometri orbit yang serupa, akan terulang setiap 18 tahun sekali sesuai siklus Saros.
Satu siklus Saros (sekitar 18 tahun) ditentukan setelah gerhana, Matahari, Bumi, dan Bulan kembali ke bidang geometri yang relatif sama, dan gerhana hampir identik akan kembali terjadi.
"Dengan catatan yang sama hanya geometrinya, bukan jenisnya. Jadi misalnya, gerhana Matahari kali ini adalah total, gerhana 18 tahun lagi bisa jadi parsial atau sebagian," papar Marufin.
Dia melanjutkan, jika dalam konteks wilayah khususnya lingkup negara atau antarnegara, Gerhana Matahari umumnya berulang di wilayah yang sama setiap 54 tahun sekali.
"54 = 18 x 3, sehingga siklus perulangan tersebut adalah tiga kali siklus Saros," kata Marufin.
Baca juga: 6 Mitos Gerhana Matahari Total, dari Meracuni Makanan dan Penyebab Kebutaan
Gerhana Matahari turunkan suhu
Di sisi lain, menurut Marufin, anggapan bahwa suatu wilayah akan merasakan suhu lebih dingin tidaklah salah.
Suhu permukaan di wilayah umbra gerhana Matahari total memang menurun, meski hanya berlangsung sekitar satu jam.
"Ada hipotesis bahwa penurunan suhu itu berkontribusi pada fenomena cuaca unik saat totalitas, yg disebut angin gerhana," kata dia.
Angin gerhana merupakan peristiwa saat awan yang semula menutupi Matahari di wilayah umbra gerhana, mendadak bergeser saat totalitas.
Hewan-hewan yang bersembunyi saat gerhana Matahari total pun ada, terutama binatang non-nokturnal atau yang aktif pada siang hari dan tidur saat malam.
"Hewan-hewan yang bersembunyi memang ada. Terutama hewan non-nokturnal karena perubahan dari terang menjadi gelap," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.