KOMPAS.com - Jejak digital dan data pribadi seseorang tak jarang mudah ditemukan hanya dengan mengetik nama lengkapnya di halaman penelusuran Google.
Agar data pribadi tak mudah ditemukan di Google, warganet di media sosial Instagram membagikan cara menghapus data di Google Search.
Melalui akun @divaafi_, Senin (12/2/2024), pengunggah mengatakan, terdapat dua cara untuk menghapus data agar tidak meninggalkan jejak di halaman pencarian.
Pertama, kunjungi laman Refresh Outdated Content Tools dari Google, kemudian masukkan alamat situs yang menyimpan data.
Kedua, jika tak lagi bisa dihapus, pengunggah menyarankan untuk masuk ke halaman "Kebijakan Privasi" atau "Privacy Policy" situs yang menyimpan data.
Selanjutnya, kirim email dengan menyertakan informasi akun atau tangkapan layar yang memuat data terkait.
Lantas, benarkah bisa menghapus data pribadi di Google agar jejak digital tidak bisa ditelusuri?
Baca juga: Streaming Situs Ilegal Bisa Kena Retas, Curi Data, dan Isi Rekening
Menghapus jejak digital dan data di Google
Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha mengatakan, cara menghapus data pribadi di Google seperti dalam unggahan tidak sepenuhnya benar.
"Beberapa langkah yang dibagikan dalam video yang beredar di Instagram tentang cara menghapus data dari Google Search tidak sepenuhnya benar," ujarnya, saat dihubungi Senin (13/5/2024).
Pertama, layanan Refresh Outdated Content Tools dari Google sebenarnya tidak dapat menghapus data seseorang dari daftar pencarian Google.
Terutama, menurut Pratama, jika situs atau website yang memuat jejak digital serta data pribadi masih aktif.
Pasalnya, Refresh Outdated Content Tools hanya dapat digunakan untuk menghapus pencarian terkait data yang masih bisa ditemukan di Google, tetapi di situs asli sudah tidak ada atau sudah berbeda isi.
"Sehingga Google akan memperbarui data pada sistem pencariannya," jelas Pratama.
Kirim permintaan via email ke situs
Namun, langkah kedua dengan mengunjungi halaman "Kebijakan Privasi" dan mengirim email pada masing-masing situs bisa digunakan untuk menghapus konten yang memuat data pribadi.
Sejumlah kebijakan seperti Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia maupun Regulasi Umum Perlindungan Data (GPDR) yang berlaku di Eropa dan non-Eropa memungkinkan pengguna untuk meminta pihak lain menghapus konten yang mengandung data pribadi.
Pratama menyebut, permintaan penghapusan tersebut dilakukan melalui berbagai prosedur yang disediakan, salah satunya mengirimkan email.
Dia pun melanjutkan, membiarkan jejak digital dan data pribadi tersebar di dunia maya tentu memiliki beberapa dampak berbahaya.
Misalnya, pelaku kejahatan bisa menyusun profil calon korban dengan mengumpulkan berbagai data pribadi dari berbagai sumber di internet.
"Profil yang cukup lengkap tersebut akan lebih mudah bagi pelaku untuk menjerat korban dalam sebuah modus penipuan," kata Pratama mewanti-wanti.
Baca juga: 7 Data Bocor yang Diungkap Raid Forums sebelum Diblokir Kominfo
Jejak digital masih tersisa di situs lain
Terpisah, pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengatakan, menghapus data melalui Refresh Outdated Content Tools tidak serta-merta mencegah munculnya data di halaman pencarian Google.
"Ini seperti kita meminta data kita tidak ditampilkan di Google. Seperti Google Maps jika kita tidak ingin data rumahnya ditampilkan, bisa diblur," jelasnya, saat dikonfirmasi, Senin.
Menurut Alfons, pengguna bisa meminta Google untuk menghapus jejak digital atau data pribadi dari hasil pencarian.
Namun, jika ada situs lain yang menampilkan data tersebut, maka kemungkinan data serupa akan kembali muncul dari laman yang dimaksud.
"Misalnya, Google Search dapat datanya dari website tertentu, ya (data di situs itu) tetap akan ada," kata dia.
Baca juga: 2 WNI Diduga Curi Data Jet Tempur KF-21 Korea Selatan, Ini Kata Kemenlu
Jejak digital bisa bantu bangun reputasi
Alfons menambahkan, dampak merugikan dari banyaknya jejak digital di Google Search tergantung data yang ditampilkan.
Jika informasi memuat data sensitif seperti data kependudukan, keluarga, tanggal lahir, boarding pass, serta data sensitif lain, memang tak perlu diumbar dan sebaiknya dihapus.
Namun, kondisi berbeda jika data memuat informasi umum yang bisa menunjang reputasi dan memudahkan masyarakat melakukan pencarian profil karena usaha atau pekerjaan.
Sebagai contoh, pencari kerja dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman bekerja yang gampang diakses akan membantu memudahkan proses rekrutmen.
"Kalau kita memiliki usaha dan pelanggan ingin menghubungi kita, tentunya kita harus memberikan data seperti alamat, nomor telepon, email, dan data lainnya yang relevan seperti nomor rekening bank," kata dia mencontohkan.
Alfons menilai, sangat lucu jika semua bersifat rahasia karena takut data pribadi bocor. Hal ini justru bisa merugikan yang bersangkutan.
Alih-alih takut data bocor, bijaklah dalam mengelola dan berhati-hati atas eksploitasi data pribadi.
"Dengan mengamankan akun digital penting dan tidak mengumbar semua aktivitas kita karena membutuhkan pengakuan dan dikenal banyak orang," tandasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.