KOMPAS.com - Rahmady Effendy Hutahaean (REH) dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat pada Kamis (9/5/2024).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengungkapkan, pencopotan jabatan dilakukan untuk mendukung kelancaran pemeriksaan internal atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Rahmady Effendy Hutahaean.
"Dari hasil pemeriksaan internal, kami menemukan adanya indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang,” ujarnya, diberitakan Kompas.com, Senin (13/5/2024).
“Pemeriksaan lebih lanjut akan meninjau indikasi tersebut, termasuk kelengkapan dan akurasi pelaporan dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)-nya. Ini merupakan mekanisme kami dalam merealisasikan tata kelola organisasi yang baik,” sambungnya.
Berikut profil Rahmady Effendu Hutahaean.
Baca juga: Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar
Sosok Rahmady Effendy Hutahaean
Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara ini merupakan lulusan S2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI).
Dikutip dari situs Bea Cukai, Rahmady Effendi Hutahaean resmi menjabat sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta pada 21 April 2022.
Sebelum pindah ke Purwakarta, Rahmady bertugas sebagai Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Wilayah Bea Cukai Sampit pada 2021.
Selain itu, pada 2012, dia juga pernah menjabat sebagai Kepala kantor PPBC Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung.
Baca juga: Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...
Harta kekayaan Rahmady
Dilansir dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN) yang terakhir dilaporkan pada 2022, Rahmady memiliki total harta senilai Rp 6,3 miliar.
Sebelumnya pada LHKPN 2017, Rahmady melaporkan kekayaannya sebesar Rp 3,2 miliar.
Berikut rincian harta kekayaannya berdasarkan LHKPN 2022.
- Tanah dan bangunan senilai Rp 900.000.000
- Tanah dan bangunan seluas 110 m2/54 m2 di Kab/Kota Surakarta, hasil sendiri Rp 200.000.000
- Tanah dan bangunan seluas 304 m2/235 m2 di Kab/Kota Semarang, hasil sendiri Rp 700.000.000
- Alat transportasi dan mesin senilai Rp 343.000.000
- Mobil Toyota Hardtop Jeep tahun 1981, hasil sendiri Rp 90.000.000
- Motor Honda K1H02N14LO A/T tahun 2017, hasil sendiri Rp 8.000.000
- Mobil Honda CRV tahun 2017, hasil sendiri Rp 245.000.000
- Harta bergerak lainnya senilai Rp 3.284.000.000
- Surat berharga senilai Rp 520.000.000
- Kas dan setara kas senilai Rp 645.090.149
- Harta lainnya senilai Rp 703.000.000
Baca juga: Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB
Kasus yang menjerat Rahmady
“Kedatangan kami bukan karena ada masalah dengan instansi negara, tapi setelah kami pelajari kasusnya, ada kejanggalan LHKPN," ungkap Andreas, diberitakan Antara, Senin (13/5/2024).
"Ini sebenarnya ranah personal, tapi setelah melihat ada kejanggalan, sebagai warga negara yang baik kami mencoba melaporkan tindakan ini,” lanjutnya.
Dugaan tersebut bermula dari kerja sama antara perusahaan istri Rahmady, Margaret Christina dengan Wijanto Tirtasana sejak 2017, terkait ekspor-impor pupuk.
Baca juga: Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama
Rahmady dikabarkan memberikan pinjaman uang Rp 7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.
Wijanto lalu mengaku diancam Rahmady dan istrinya soal uang pinjaman itu. Ketika ditelusuri Andreas yang merupakan kuasa hukumnya, ada temuan mengenai LHKPN Rahmady.
Berdasarkan penelusurannya, Rahmady melaporkan harta Rp 3,2 miliar pada 2017 sementara LHKPN 2022 sebesar Rp 6,3 miliar.
Padahal, Rahmady memberikan pinjaman kepada Wijanto mencapai Rp 7 miliar. Uang itu lebih besar daripada catatan harta dalam LHKPN Rahmady.
Baca juga: Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi
Tanggapan Rahmady
Rahmady membantah laporan Wijanto yang dinilai memutarbalikan fakta. Hal tersebut disampaikannya saat mendatangi Polda Metro Jaya, Selasa (7/5/2024).
"Saya dituduh melakukan intimidasi, mengancam bahkan memeras," katanya, dikutip dari Tribunnews, Senin.
"Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Saya disomasi dengan ancaman, antara lain akan dilaporkan ke KPK, Kementerian Keuangan, Kepolisian, dan lain-lain," imbuhnya.
Menurutnya, kejadian ini berawal dari laporan ke Polda Metro Jaya yang dilayangkan kepada Wijanto pada 6 November 2023.
Saat itu, Wijayanto menjabat sebagai CEO perusahaan trading PT Mitra Cipta Agro yang didirikan oleh Margaret dan teman-temannya pada 2019.
Wijanto diduga memalsukan surat sehingga laporan perusahaan menunjukkan ada kesulitan keuangan meski sebenarnya untung.
Baca juga: Inilah Barang Bawaan Penumpang yang Dibatasi dan Sebaiknya Dilaporkan ke Bea Cukai, Apa Saja?
Wijanto disebut melanggar Pasal 263 dan/atau Pasal 266 dan/atau Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Namun pada 13 Maret 2024, Rahmady menerima somasi dari Wijanto dengan tuntutan mencabut laporan dari Polda Metro Jaya. Jika tidak, Rahmady akan dilaporkan ke KPK dan instansi lain.
"Dikaitkan dengan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) atas nama saya," imbuh dia.
Rahmady merasa somasi itu salah alamat karena laporan terhadap Wijayanto berkaitan dengan istrinya. Namun, istri Rahmady dan pemegang saham lain juga menolak pencabutan laporan.
Karena somasi tidak ditanggapi, Rahmady menduga muncul usaha membuat opini buruk terhadapnya di media massa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.