Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya Sopir, Bisakah Bos PO Bus Jadi Tersangka Laka di Ciater?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Mobil derek berusaha mengevakuasi bus yang terlibat kecelakaan di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024). Hingga Sabtu (11/5) malam, petugas gabungan dari BPBD, Polri, TNI dan Damkar masih mendata jumlah korban meninggal dunia dan korban luka-luka pada kecelakaan tersebut.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sopir bus rombongan siswa SMK Lingga Kencana yang terlibat kecelakaan di Ciater, Subang, Jawa Barat ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.

Sopir bus yang bernama Sadira itu dikenai Pasal 311 ayat 5 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan ancaman hukuman maksimal 12 penjara dan denda Rp 24 juta.

Dirlantas Polda Jabar, Kombes Pol Wibowo mengatakan, Sadira terbukti lalai hingga menyebabkan kecelakaan yang menewaskan 11 orang.

"Sudah jelas mobil dalam keadaan sudah rusak tak layak jalan, namun terus dipaksakan jalan hingga akhirnya bus tersebut mengalami kecelakaan dan menewaskan 11 penumpang dan 40 penumpang lainnya luka-luka," ujar Wibowo dikutip dari Kompas.com, Selasa (24/5/2024).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Masih ada kemungkinan tersangka lain

Wibowo mengungkapkan, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain dalam kasus ini selain sopir bus. 

Pihaknya mengaku masih melakukan pendalaman dan pemeriksaan dalam kasus kecelakaan maut tersebut.

Polisi juga akan melakukan pemeriksaan terhadap pemilik perusahaan otobus (PO), karena ditemukan fakta tidak perpanjang uji KIR.

Selain itu ditemukan fakta lainnya seperti perubahan badan bus dari bus biasa menjadi Jetbus atau high decker. 

Sementara itu Kanit Laka Lantas Polres Subang Ipda Endang Sudrajat menuturkan, pihaknya masih mendalami kecelakaan tersebut saat ditanya kemungkinan pihak PO bus menjadi tersangka.

“Saya sedang lengkapi berkas,” terang Endang saat dihubungi Kompas.com, Selasa.

Baca juga: Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Bos PO bus bisa jadi tersangka?

Di sisi lain, pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Muchamad Iksan mengungkapkan, dalam kasus tersebut perusahaan otobus (PO) bisa dijadikan tersangka.

Hal itu jika terdapat kelalaian atau kesalahan yang dilakukan perusahaan dari hasil pemeriksaan kepolisian.

“Misalnya, PO lalai dalam pemeliharaan kendaraan dan menguji kelaikan bus ke instansi yang berwenang menjadi penyebab kecelakaan. Maka PO bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” kata Iksan saat dihubungi Kompas.com, Selasa.

Jika ditemukan cukup bukti, PO bus bisa dikenakan Pasal 315 UU tentang LLAJ dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 36 juta serta izin operasinya dicabut.

“Akan tetapi membuktikan unsur kesalahan PO memang tidak mudah. Sehingga dalam banyak kasus seperti itu, PO lepas dari sanksi pidana,” tuturnya.

Sementara pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyampaikan hal sebaliknya.

Pihaknya menilai bahwa pihak PO bus tidak bisa dijadikan tersangka dalam perkara pidana.

“Lain hal secara perdata, selain PO, sopir juga bisa dituntut ganti rugi oleh korban,” kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Selasa.

Pakar hukum perdata Universitas Sebelas Maret (UNS) Anjar Sri Ciptorukmi Nugraheni membenarkan bahwa PO bus bisa digugat secara perdata.

Meski begitu, harus dipastikan mengenai hubungan kerja antara sopir dan pihak PO busnya.

Jika hubungan kerjanya berupa majikan dan buruh, maka PO bisa dikenai Pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).

“Tapi jika (hubungan kerja) kemitraan, maka tergantung dari perjanjian kemitraan mereka,” tutur Anjar saat dihubungi Kompas.com, Selasa.

Berdasarkan pasal tersebut, pihak PO bisa dituntut untuk mengganti kerugian material dan immaterial yang didapatkan oleh korban.

Baca juga: Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Pengamat transportasi: PO harus menjadi tersangka

Terpisah, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, seharusnya pihak PO bus turut dijadikan tersangka.

“Harus (PO jadi tersangka), EO (event organizer) yang menjadi pihak ketiga juga (harus jadi tersangka),” tutur Djoko saat dihubungi Kompas.com, Selasa.

Ia mengungkapkan, banyak perusahaan tidak tertib administrasi untuk mendaftarkan bus yang dioperasikannya. Padahal, saat ini prosesnya sudah dipermudah.

Menurutnya, pengawasan oleh pihak berwenang terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi PO yang lalai terhadap tertib administrasi.

“Sudah saatnya, pengusaha bus yang tidak mau tertib administrasi diperkarakan. Selama ini, selalu sopir yang dijadikan tumbal setiap kecelakaan bus,” terangnya.

Ia menilai, sangat jarang ada PO yang diperkarakan hingga ke pengadilan jika ada kecelakaan bus tersebut.

Sehingga, kejadian serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang dan hanya sopir bus yang dipidanakan.

“Data STNK, KIR, dan perijinan sudah seharusnya dikolaborasikan dan diintegrasikan menjadi satu kesatuan sebagai alat pengawasan secara administrasi,” jelasnya.

Djoko mengungkapkan, hampir semua bus pariwisata yang mengalami kecelakaan adalah bus bekas antar kota antar provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP).

Selain itu, bus-bus tersebut juga tidak memiliki sabuk keselamatan dan badan atau kerangkanya keropos.

Hal tersebut kemudian ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, terjadi kondisi yang membuat korban tergencet atau terjepit di dalam bus.

“Ditjenhubdat memiliki kepanjangan tangan di daerah, yaitu Badan Pengelola Transportasi Daerah (BPTD) dan Dinas Perhubungan setempat, bisa segera lakukan sidak ke sejumlah lokasi destinasi wisata, pasti akan menemukan sejumlah bus wisata yang bermasalah,” tuturnya.

Di sisi lain, kata Djoko, polisi harus berani memperkarakan perusahaan bus termasuk yang sudah beroperasi sejak lama.

Ia juga menyampaikan bahwa masyarakat juga jangan hanya melihat tawaran sewa bus murah namun tidak menjamin keselamatan.

“Polisi harus berani menindak pengusaha bus yang tidak tertib administrasi, sehingga dapat menyebabkan kecelakaan,” pungkasnya.

Baca juga: Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Temuan polisi soal kondisi bus

Dari hasil temuan polisi, oli bus yang kecelakaan tersebut sudah keruh dan lama tak diganti.

Selain itu juga adanya campuran air dan oli di dalam kompresor yang seharusnya hanya ada udara, itu dikarenakan akibat kebocoran oli.

Penyelidikan polisi juga menemukan jarak antara kampas rem di bawah standar, seharusnya minimal 0,45 mm namun bus itu 0,3 mm.

Selanjutnya, terjadi kebocoran di dalam ruang relay part dan sambungan antara relay part dengan booster.

Hal itu karena adanya komponen yang sudah rusak sehingga saluran tidak tertutup rapat yang kemudian menyebabkan kurangnya tekanan.

“Penyebab utama kecelakaan maut tersebut karena adanya kegagalan fungsi pada sistem pengereman bus maut tersebut," kata Wibowo. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi