Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Baca di App
Lihat Foto
wikipedia
Sejarah gelar Haji di Indonesia yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk menandai pemberontak
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Ibadah haji tahun 2024 atau 1445 Hijiriah resmi dimulai setelah kloter pertama diberangkatkan ke Tanah Suci pada 12 Mei 2024. Penyelanggaraan ibadah haji akan berlangsung hingga 10 Juni 2024.

Haji merupakan rukun Islam nomor lima dan dianjurkan bagi muslim yang mampu secara finansial dan juga fisik.

Berbeda dengan di negara lain, setelah jemaah pulang kembali ke Indonesia biasanya jemaah akan menyematkan gelar haji atau hajjah di depan namanya. 

Penyematan gelar haji ini ternyata hanya ada di Indonesia. Lantas, bagaimana sejarah dan asal mulanya gelar haji diberikan ke jemaah haji Indonesia?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Haji 2024: Jadwal Berangkat, Embarkasi, dan Lokasi Hotel

Penyematan gelar haji ada sejak zaman kolonial Belanda

Dikutip dari Kompas.com, penyematan gelar haji ada sejak zaman kolonial Belanda di atau sekitar tahun 1916.

Saat itu, Islam dikenal sebagai salah satu kekuatan anti-kolonialisme di Indonesia dengan banyaknya kemunculan organisasi-organisasi Islam.

Hal itu dimulai dari KH Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 1912.

Kemudian KH Hasyim Asyari mendirikan Nahdlatul Ulama (1926), Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (1905), dan Cokroaminoto mendirikan Sarekat Islam (1912).

Berdirinya organisasi-organisasi Islam tersebut kemudian dianggap mengkhawatirkan pihak Hindia Belanda, karena para tokoh yang kembali dari ibadah haji dianggap sebagai orang suci di Jawa.

Tokoh-tokoh yang kembali dari ibadah haji, diyakini akan lebih didengarkan pendapatnya oleh masyarakat dan penduduk awam lainnya.

Dahulu, para kiai tidak ada yang bergelar haji, karena haji adalah prosesi ibadah dengan datang beribadah ke Tanah Suci.

Baca juga: WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Lihat Foto
Wikipedia
Potret KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah pada 18 November 1912
Gelar haji diberikan oleh Belanda

Perlawanan terhadap kolonialisme Belanda di Indonesia terus menguat yang dilakukan oleh aktivis-aktivis Islam pada saat itu. 

Semakin kuatnya pengaruh tokoh-tokoh Islam yang baru kembali ibadah haji di Tanah Suci, membuat pemerintah kolonial Belanda mulai waspada.

Sebagai langkah antisipasi, pemerintah kolonial Hindia Belanda menyematkan gelar “haji” sebagai penanda bagi orang-orang yang baru pulang dari Tanah Suci.

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903.

Tujuan pemberian gelar haji ini adalah agar pihak Belanda lebih mudah dalam melakukan pengawasan bagi para jemaah haji yang diduga akan mencoba memberontak.

Selanjutnya, setiap muslim yang baru pulang haji diberi gelar tersebut sejak 1916. Kebiasaan tersebut berlangsung hingga saat ini. 

Baca juga: Musim Haji 2024, Begini Prakiraan Cuaca di Arab Saudi dan Cara Mengeceknya

Lihat Foto
Kominfo
KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama
Gelar haji untuk menandai pemberontak

Guru Besar bidang Ilmu Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, Syamsul Bakri mengatakan, penyematan gelar haji hanya di Indonesia.

Sebab menurutnya, tidak ada di negara lain gelar haji di depan nama seseorang seperti yang berlaku di Indonesia. Bahkan bagi seseorang di negara-negara Arab. 

"Buktinya di Timur Tengah tidak ada gelar Haji, orang Barat juga tidak bergelar Haji walaupun sudah haji," kata Syamsul dikutip dari Kompas.com (27/6/2023).

Syamsul juga mengatakan, asal-usul gelar Haji ini berasal dari masa kolonial Belanda, namun bukan gelar penghormatan.

Melainkan, gelar haji disematkan untuk antisipasi apabila para haji ini memengaruhi masyarakat untuk melakukan kritik dan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Sejarawan dan pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali dalam unggahan TikTok menuturkan, gelar Haji menjadi salah satu upaya mengendalikan penyebaran paham Pan-Islamisme yang merebak pada awal abad ke-20.

"Salah satunya sejak 1916, pemerintah Belanda menyematkan gelar Haji di depan nama setiap penduduk muslim yang ada di Hindi Belanda dengan maksud agar mudah diawasi," jelas dia.

Kala itu, semangat kemerdekaan terus digaungkan oleh tokoh Islam, terutama mereka yang telah kembali dari ibadah haji.

Maka menurut Asep, gelar Haji adalah gelar pemberontak yang diberikan penjajah kepada penduduk Indonesia saat itu.

Baca juga: Antrean Haji Reguler Lama, Bisakah Daftar sejak Anak-anak?

Pengaruh penyebaran Pan-Islamisme

Asal-usul penyematan gelar haji bagi jemaah asal Indonesia bisa juga dirunut hingga awal tahun 1900an. 

Saat itu, orang-orang pribumi yang menunaikan ibadah haji diduga terpapar oleh paham Pan-Islamisme, sebuah ideologi untuk melawan kolonialisme.

Konsep dasar ideologi ini dicetuskan oleh Hamaluddin Al-Afghani pada akhir abad ke-19 Masehi dan berpusat dari Tanah Suci.

Pan-Islamisme adalah sebuah ideologi politik yang mengajarkan bahwa umat Islam di seluruh dunia harus bersatu untuk dapat terbebas dari kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat.

Syamsul menerangkan, ada dua paham melawan kolonialisme pada saat itu, Pan-Islamisme dan komunisme.

"Dulu orang haji tidak seminggu sebulan, bahkan bertahun-tahun, karena di sana sambil ngaji, sambil bekerja, macam-macam, dan ada interaksi orang yang berhaji dari berbagai negara," jelas Syamsul.

Menguatnya paham Pan-Islamisme membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda yang khawatir akhirnya menyematkan gelar Haji sebagai penanda.

"Maka orang-orang yang sepulang haji ditandai dan diberi gelar Haji oleh pemerintah kolonial, menyatu dengan namanya," ujar Syamsul.

Baca juga: Ini Batik Jemaah Haji Indonesia Terbaru, Motifnya Sekar Arum Sari

(Sumber: Kompas.com/Diva Lufiana Putri | Editor: Rizal Setyo Nugroho)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi