KOMPAS.com - Sejumlah warganet memperdebatkan pembalut wanita yang bekas dipakai perlu dicuci atau tidak sebelum dibuang ke tempat sampah.
Keramaian tersebut berawal dari cuitan pengguna akun media sosial X atau Twitter, @feaanope yang mengatakan pembalut sebaiknya dibuang tanpa dicuci bersih.
"I dont get esensi nyuci pembalut yg seharusnya itu ga bisa dipake lagi dan mending langsung buang aja tanpa dicuci bersih," tulisnya, Jumat (17/5/2024).
Warganet lain lewat akun @j***iou menanggapi cuitan tersebut dengan opini mencuci pembalut perlu dilakukan, karena kasihan dengan pemulung sampah yang jijik kalau sampahnya dikorek anjing atau kucing.
Akun lain @bluesunkiss_ mengatakan pembalut yang tidak dicuci dan didiamkan menimbulkan bau dan penyakit, sehingga tidak higienis untuk petugas pengelola limbah.
"Pembalut dicuci: darah yang sifatnya infeksius lebih berpotensi menularkan penyakit dalam kondisi basah & akan mengalir dalam air menjadi polusi," katanya, Sabtu (18/5/2024).
Lalu, apakah pembalut wanita bekas pakai sebaiknya perlu dicuci dulu atau tidak sebelum dibuang ke tempat sampah? Simak penjelasan dokter berikut ini.
Baca juga: Ramai soal Durasi Ganti Pembalut yang Benar Saat Menstruasi, Benarkah Setiap 4 Jam Sekali?
Pembalut bekas dicuci atau tidak sebelum dibuang?
Dokter spesialis penyakit dalam hematologi onkologi Andhika Rachman mengungkapkan, pembalut wanita bekas sebaiknya tidak dicuci dulu karena dapat menjadi tempat bakteri berkembang.
"Kalau dalam posisi kering, sebenarnya aman-aman saja (dari menyebabkan infeksi) karena bagian kewanitaan dan pembuangan kita memang normalnya banyak kuman terutama E.coli," tuturnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (19/5/2024).
Lebih lanjut Andhika menjelaskan, pembalut wanita bekas berisi darah dan lapisan endometrium atau lapisan bagian dalam rahim yang tidak dibuahi. Hal ini mengandung banyak protein, sehingga lokasinya ideal bagi bakteri berkembang biak.
Menurut dia, pembalut wanita bekas yang dicuci basah justru akan menjadi media yang tepat bagi bakteri berkembang biak. Hal itu, rentan menjadi biang infeksi, apabila seseorang tidak rajin mencuci tangan dengan baik.
"Kalau (habis dicuci) tergenang air, airnya itu kalau dalam jumlah banyak atau tergenang bisa menjadi tempat penularan bakteri (jika tidak dibersihkan dengan seksama)," lanjutnya.
Dia menambahkan, pembalut wanita lazim didesain dengan gel-gel kecil yang dapat menyerap darah, sehingga tidak menginfeksi penggunanya dalam waktu singkat, dan lebih higienis. Apabila dicuci, gel itu berisiko keluar dan dikhawatirkan beracun.
Daripada dicuci, Andhika lebih menyarankan pembalut bekas dibungkus rapat dan langsung dibuang ke tempat sampah, terutama tempat sampah khusus pembalut.
"Gel tadi menginaktivasi dari zat darah tadi sehingga (menghasilkan) bahan yang tidak hazardous (berbahaya), tidak toksik bagi lingkungan," tambah dia.
Tak hanya pembalut wanita, imbuh dia, prinsip pembuangan yang sama juga berlaku bagi menstrual cup dan tampon.
Andhika mengungkapkan, bakteri dari darah haid tidak akan menyebar melalui udara. Karena itu, pembalut bekas yang dibiarkan kering tidak menyebabkan bakteri menguap ke udara dan menimbulkan infeksi.
Dia menambahkan, pembalut bekas yang dibuang sebaiknya dibungkus dulu lalu dimusnahkan dengan cara dibakar. Hal ini tidak menimbulkan infeksi karena bakterinya mati akibat suhu panas.
Namun, Andhika tidak menyarankann pembuangan sampah ini bagi awam atau masyarakat umum. Pasalnya, kemungkinan bahan plastik pembalut bisa menghasilkan toksik jika dibakar dan asapnya terhirup.
Di sisi lain, ia mengungkapkan membuang pembalut bekas tanpa dicuci tidak membahayakan bagi petugas pengolah limbah, selama pemulung atau petugas pengolah sampah memakai alat perlindungan diri, seperti sarung tangan dan masker.
Baca juga: Ramai soal Penjualan Pembalut Reject, Masih Amankah Digunakan?
Waspada infeksi dari darah pembalut bekas wanita
"Higiene (kebersihan diri) dan Kesehatan terkait Menstruasi atau HKM yang buruk membawa dampak bagi kesehatan. Untuk itu, penting bagi wanita ganti pembalut secara berkala saat haid," ujar dia saat dihubungi Kompas.com, Minggu.
Lebih lanjut Restuti menyebut, dampak kesehatan yang ditimbulkan seperti infeksi pada saluran kemih dan organ reproduksi.
Jika infeksi dibiarkan atau tidak ditangani secara tepat, tidak menutup kemungkinan infeksi dapat berkembang memicu kemandulan dan komplikasi saat melahirkan.
Dia menyampaikan, orang yang tidak cuci tangan dengan baik setelah memegang darah haid juga berpotensi mengalami infeksi penyakit yang menular lewat darah seperti hepatitis, serta terinfeksi jamur, dan bakteri lainnya.
Untuk mencegah infeksi tersebut, Restuti menegaskan pentingnya akses air bersih, fasilitas sanitasi, dan fasilitas kebersihan yang memadai bagi wanita yang sedang haid.
Selain dalam cara membuangnya, dia menekankan wanita dan remaja perempuan untuk mengganti pembalut secara berkala, memakai pembalut yang menyerap darah menstruasi dengan baik, dan membasuh tubuh yang terkena darah haid dengan air bersih dan sabun.
"Jika tercapai, dampak positifnya menurunkan risiko infeksi dan secara tidak langsung membaiknya kualitas kesehatan seksual dan reproduksi wanita," imbuh dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.