Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produk Susu Nol Gula Sukrosa tapi Tinggi Laktosa, Sehatkah Dikonsumsi?

Baca di App
Lihat Foto
FREEPIK/AZERBAIJAN_STOCKERS
Ilustrasi susu. Produk susu mengandung 0 gram gula sukrosa tapi tinggi laktosa.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Lini masa media sosial ramai memperbincangkan produk susu dengan kandungan 0 gram gula sukrosa tetapi tinggi laktosa.

Topik seputar sukrosa dan laktosa tersebut dibuat oleh akun X (dulu Twitter) @diethingy, Jumat (17/5/2024).

"Aku ketemu susu yang gulanya 0, berarti aman dikonsumsi setiap hari kan?" tulis pengunggah.

Menanggapi, sebagian warganet mengatakan bahwa produk susu tersebut termasuk tinggi gula karena mengandung 15 gram laktosa.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, sebagian pengguna lain berpendapat, laktosa dan sukrosa adalah dua jenis gula berbeda, sehingga lebih aman untuk dikonsumsi.

Lantas, apa perbedaan sukrosa dan laktosa? Mana yang lebih aman dikonsumsi?

Baca juga: Bukan Saat Sarapan, Kapan Waktu Terbaik Mengonsumsi Gula?


Perbedaan sukrosa dan laktosa

Dokter gizi komunitas dari Dr Tan & Remanlay Institute, Tan Shot Yen menjelaskan, sukrosa dan laktosa merupakan jenis gula yang berbeda.

Laktosa adalah gula yang secara alami terkandung dalam susu, terdiri dari dua gugus gula, yakni glukosa dan galaktosa.

Sementara itu, sukrosa merupakan gula buatan yang juga terdiri dari dua gugus gula, glukosa dan fruktosa.

"Sukrosa tidak dibutuhkan tubuh. Biasanya digunakan sebagai pemanis produk industri," ujar Tan, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/5/2024).

Serupa, tubuh manusia juga sebetulnya tidak membutuhkan laktosa, terutama setelah lepas dari mengonsumsi air susu ibu (ASI).

Bahkan, Tan mengungkapkan, 80 persen lebih etnis Melayu, termasuk Indonesia, mengalami intoleransi laktosa.

Intoleransi laktosa adalah kondisi saat tubuh tidak mampu mencerna gula laktosa dalam produk susu, sehingga kerap memicu gejala diare, kembung, atau kram perut.

"Makanya minum susu hewan banyak yang mencret," kata Tan.

Kadar laktosa pada susu hewan tersebut berbeda dengan kandungan dalam ASI yang jauh lebih sedikit.

Oleh karena itu, menurut Tan, bayi yang mengonsumsi ASI selama enam bulan pertama kehidupannya tidak mengalami masalah pencernaan.

Baca juga: MSG Disebut Lebih Sehat daripada Garam dan Gula, Ini Kata Ahli Gizi

Gula yang aman dikonsumsi

Alih-alih sukrosa atau laktosa, Tan mengatakan bahwa tubuh membutuhkan karbohidrat kompleks untuk menunjang aktivitas sehari-hari.

Menurutnya, gula adalah bagian dari karbohidrat sederhana dan kompleks. Itulah mengapa, gula setidaknya terbagi menjadi dua macam, yakni gula sederhana dan gula kompleks.

Gula sederhana terdapat dalam tumbuhan seperti tebu, buah, serta susu, dan biasanya langsung terasa manis saat dikonsumsi.

Namun, gula sederhana pun bisa merupakan produk rafinasi atau pemurnian pabrik, misalnya gula pasir dan sirup.

Sementara itu, gula kompleks berasal dari tumbuhan berpati, seperti padi, ubi, singkong, kentang, jagung, dan talas.

Jenis gula ini juga berasal dari tumbuhan berserat tinggi, termasuk sayur, buah, biji-bijian, dan kacang-kacangan.

"Karbohidrat kompleks dengan serat lebih banyak lebih lambat dicerna jadi gula darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh dalam bentuk gula darah," kata Tan.

Nantinya, karbohidrat atau gula yang masuk tubuh digunakan untuk menghasilkan tenaga dan kerja organ, termasuk otak.

"Jika tidak dipakai langsung jadi tenaga oleh hormon insulin disimpan dalam hati, otot, dan lemak," terangnya.

Tan mengatakan, terdapat sejumlah cara aman untuk mengonsumsi gula agar tak menimbulkan efek samping bagi tubuh, antara lain:

  • Berasal dari sumber aslinya, seperti beras, umbi, jagung, sagu, sayur, dan buah
  • Sebisa mungkin tidak perlu menambah olahan pabrik, seperti gula pasir dan pemanis buatan
  • Hindari pangan kemasan yang bergula tinggi
  • Waspada dengan gula tersembunyi dalam kemasan, sehingga perlu dibiasakan memahami label pangan.

Baca juga: MSG, Tepung, dan Gula Disebut sebagai Musuh Rahim, Benarkah?

Efek konsumsi gula berlebihan

Mengonsumsi terlalu banyak gula, termasuk sukrosa dan laktosa sendiri bisa menimbulkan sejumlah efek merugikan bagi tubuh, yakni:

  • Ketagihan, sehingga meningkatkan kebutuhan rasa manis yang berlebih
  • Kegemukan dan kerapuhan tulang
  • Kelebihan gula darah yang meningkatkan risiko diabetes dan stroke
  • Kadar kolesterol jahat meningkat yang semakin meningkatkan risiko penyakit jantung
  • Potensi kanker meningkat akibat kegemukan dan konsumsi gula yang terkandung dalam produk ultraproses.

Tan menuturkan, makan makanan pokok tiga kali sehari dengan porsi yang telah disesuaikan dengan Isi Piringku sebenarnya sudah cukup memenuhi kebutuhan gula atau karbohidrat kompleks.

"Yang serem itu kan ngemil, apalagi di mal sarat gula," tandasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi