KOMPAS.com - Perjanjian pranikah, perjanjian perkawinan, atau kerap disebut prenuptial agreement adalah perjanjian antara pasangan suami istri selama perkawinan berlangsung.
Perjanjian pranikah umumnya mengatur ketentuan bagaimana pemisahan harta kekayaan suami dan istri selama perkawinan.
Sebab, harta yang diperoleh selama perkawinan, baik atas nama suami maupun istri pada dasarnya merupakan milik bersama atau harta bersama (gana-gini).
Di sisi lain, perjanjian pranikah juga sering dianggap sebagai alat untuk mencegah pasangan berselingkuh selama perkawinan.
Jenis perjanjian ini pun dinilai dapat memuat sanksi bagi pasangan yang melakukan perselingkuhan.
Lantas, bisakah perjanjian pranikah mengatur perselingkuhan tanpa pisah harta?
Baca juga: Apa Itu Perjanjian Pranikah?
Soal perselingkuhan bisa masuk perjanjian pranikah
Pakar hukum perdata dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Anjar Sri Ciptorukmi Nugraheni mengatakan, larangan perselingkuhan boleh dimasukkan dalam perjanjian pranikah.
Dia menjelaskan, isi perjanjian pranikah sebenarnya boleh memuat apa pun, selama tidak melanggar ketentuan dalam undang-undang (UU).
Isi perjanjian perkawinan pun tidak boleh melanggar ketertiban umum, kesusilaan, maupun hukum agama.
"Jadi memuat janji untuk tidak selingkuh, boleh karena tidak melanggar empat hal tersebut di atas," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/5/2024).
Selain sanksi perselingkuhan, merujuk Jurnal Dinamika Hukum (2008), perjanjian pranikah juga dapat mengatur hal-hal lain yang dinilai penting oleh pasangan suami istri.
Misalnya, kekerasan dalam rumah tangga, menjanjikan salah satu pihak untuk tetap melanjutkan bekerja sesudah menikah, dan sebagainya.
Baca juga: Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru
Pisah harta dalam perjanjian pranikah
Sementara itu, Pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) mengatur, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Namun, harta bawaan sebelum menikah serta harta benda yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan, tetap dimiliki oleh masing-masing suami maupun istri.
Ketentuan tersebut akan berlaku sepanjang para pihak, yakni suami atau istri, tidak membuat ketentuan lain yang dituangkan dalam perjanjian pranikah.
Anjar menjelaskan, berdasarkan UU Perkawinan yang mengatur harta tersebut, perjanjian pranikah dapat berisi pisah harta atau perjanjian gabung harta.
Meski esensi prenuptial agreement adalah mengatur harta, menurut dia, tidak masalah jika pasangan tidak menuangkannya dalam perjanjian.
Baca juga: Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah
"Perjanjian perkawinan bisa berisi perjanjian pisah harta atau perjanjian gabung harta. JIka di perjanjian perkawinan tidak mengatur tentang harta bersama, ya boleh-boleh saja," ungkapnya.
Perjanjian pisah harta sendiri dimaksudkan untuk memisahkan perolehan harta kekayaan selama menikah agar tidak bercampur menjadi harta gana-gini.
Dari sisi bisnis, menurut Anjar, memisahkan harta yang diperoleh suami atau istri selama pernikahan memiliki banyak sekali manfaat.
Perjanjian pranikah dapat melindungi aset dan properti yang dimiliki selama pernikahan jika sewaktu-waktu terjadi kebangkrutan atau peristiwa tidak diinginkan lainnya.
Selain itu, utang yang dimiliki suami atau istri juga akan menjadi tanggung jawab masing-masing tanpa mencampuri harta pasangannya.
"Semisal terjadi kepailitan, pembentukan persekutuan, dan lain-lain. Kalau dari sisi hukum keluarga, lebih ada kepastian hukum dan kemandirian para pihak," terang Anjar.
Baca juga: Mulai Tahun Ini, KUA Akan Jadi Tempat Pencatatan Pernikahan Semua Agama
Perjanjian pranikah harus dicatat
Anjar mengungkapkan, perjanjian pranikah bisa dibuat sebelum, saat, atau setelah perkawinan.
Hal tersebut merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 69/PUU-XIII/2015, yang mengubah Pasal 29 UU Perkawinan menjadi:
"Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut."
Perjanjian pranikah pun bisa dibuat sendiri oleh para pihak. Namun, Anjar menyarankan, akan lebih baik jika perjanjian ini dibuat oleh notaris.
Sebagai catatan, perjanjian pranikah atau perjanjian perkawinan yang tidak tercatat artinya tidak berlaku.
Oleh karena itu, perjanjian pranikah harus dilaporkan kepada petugas pencatat pernikahan untuk ditulis di akta nikah.
"Kemudian dilaporkan ke petugas pencatat pernikahan untuk ditulis di akta nikah," tutur Anjar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.