KOMPAS.com - Berbeda dari sekolah pada umumnya, para siswa "Bamboo School" Thailand bertanggung jawab terhadap sistem pembelajaran sekolah.
Para guru tetap mengajar di Bamboo School. Namun, komite siswa yang menentukan rekrutmen para pengajar, serta menegakkan peraturan di sekolah.
Tak hanya itu, Bamboo School memiliki keunikan lain karena menjadi tempat belajar bagi anak-anak dengan masalah kesehatan, yatim-piatu, kurang mampu, atau terlantar di perbatasan Thailand.
Para siswa menimba ilmu di gedung bambu dan mempelajari cara bertani sayuran di sekolah.
Baca juga: Sosok dan Kejahatan Chaowalit Thongduang, Buron Nomor Satu Thailand yang Ditangkap di Bali
Bamboo School Thailand
Sekolah dengan nama asli Mechai Pattana ini didirikan pada 2009 di pedesaan Provinsi Buriram, Thailand sebagai sekolah swasta gratis untuk anak-anak kurang mampu dan keluarga mereka.
Dikutip dari laman resminya, mantan anggota senat Thailand Mechai Viravaidya mendapatkan ide membangun sekolah itu saat mengajar di Akademi Chiang Mai Thailand pada 2000.
Para siswa di akademi itu meminta pengajar pergi ke Provinsi Kanchanaburi untuk meningkatkan kesadaran agama Kristen ke warga setempat.
Namun, mereka justru menemukan wilayah perbatasan dengan Myanmar yang belum berkembang.
Baca juga: Thailand Bangun Jalur Alternatif Selat Malaka, Ancam Jalur Perdagangan Tiga Negara
Daerah itu tidak mendapat aliran listrik, air bersih, dan pendidikan. Perawatan medis terbatas dan jalanan masih tanah.
Warga hidup tanpa identitas dan status hukum karena tinggal di perbatasan.
Setiap rumah tangga juga memiliki pendapatan tahunan kurang dari 6500 baht (Rp 2.876.152). Hal inilah yang mengawali impian Bamboo School.
Sebelum membangun sekolah, mereka mendirikan panti asuhan pada akhir 2000.
Dilansir dari laman Friedrich Naumann Foundation, Sekolah Mechai Pattana mendapat julukan Bamboo School karena seluruh bangunannya terbuat dari bambu.
Pasalnya, pemerintah Thailand melarang berdirinya bangunan permanen di daerah perbatasan.
Baca juga: Thailand Larang Penggunaan Ganja untuk Rekreasi mulai Akhir 2024, Ada Sanksi dan Denda
Krikulum Bamboo School
Usia para siswa berkisar antara bayi hingga remaja akhir.
Pendiri Bamboo School, Mechai Viravaidya menuturkan, sekolahnya memiliki kurikulum yang berbeda dengan sekolah formal.
Dia ingin menghapus sistem pembelajaran dengan metode hafalan yang dinilai gagal.
“Saya melihat banyak eksploitasi di masyarakat dan juga sistem sekolah reguler yang biasa-biasa saja. Saya berpikir, mengapa tidak membuat sekolah sendiri dan melakukannya dengan cara yang lebih baik," katanya, dilansir dari laman Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA).
Mechai Viravaidya ingin mendirikan sekolah yang mampu mencetak warga negara baik, jujur, mau berbagi, menghargai orang lain, mandiri, dan mendukung kesetaraan gender.
Baca juga: Thailand Dilanda Suhu Panas, Dilaporkan 30 Orang Meninggal Dunia akibat Heat Stroke
Selama berada di sekolah, anak-anak diajarkan dasar-dasar akademis dan bahasa Thailand.
Para siswa juga akan mempelajari sistem pertanian berkelanjutan, menanam, dan merawat sayuran di kebun. Tanaman ini digunakan untuk makanan sekolah atau dijual.
Selain mempelajari kurikulum sekolah formal, para siswa harus terlibat dalam keterampilan yang berorientasi kehidupan dan karier, seperti manajemen bisnis, perekrutan, dan keuangan.
Pada malam hari, siswa akan diberi pelatihan keterampilan hidup dan bahasa untuk orang dewasa.
Para siswa yang sudah lulus dari Bamboo School akan menerima dokumentasi yang diakui resmi oleh pemerintah. Ini memungkinkan mereka bersekolah ke jenjang lebih tinggi.
Untuk bisa lulus, mereka harus menjalani 400 jam pengabdian masyarakat per tahun. Ini termasuk komponen penting dari pendidikan.
Baca juga: Aksi Heroik Pilot Thailand Bantu Penumpang Melahirkan di Pesawat
Sekolah dari siswa untuk siswa
Di Bamboo School Thailand, para siswa akan menjalankan kegiatan dan operasional sekolah mereka sendiri.
Meskipun mereka masih belajar dari guru, pengajar yang akan melamar bekerja di sekolah tersebut akan diputuskan oleh dewan siswa.
Para staf, termasuk kepala sekolah akan menjalani audisi di depan sekelompok siswa terpilih. Merekalah yang berhak mengambil keputusan akhir dalam pendidikan.
Ketika membutuhkan peralatan sekolah baru, para siswa berhak menentukan penawaran harga terbaik untuk membeli pelengkapan baru. Kemudian, mereka juga akan mengelola anggaran dana sekolah tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.