KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut kekeringan panjang berpotensi terjadi pada Juli, Agustus, September, hingga Oktober 2024.
Hal tersebut disampaikan ketika meninjau program bantuan pompa air di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (19/6/2024).
Untuk mengantisipasi potensi kekeringan selama Juli hingga Oktober 2024, Jokowi akan mengeluarkan program bantuan pompa air atau pompanisasi ke seluruh provinsi di Indonesia.
"Ini pompanisasi tidak hanya di Jawa Tengah, tidak hanya di Karanganyar saja, tetapi di semua provinsi yang kita perkirakan nanti di bulan Juli, Agustus, September, Oktober ini akan terjadi kekeringan yang panjang," kata Jokowi, diberitakan Kompas.com (19/6/2024).
Meski diperkirakan akan terjadi kekeringan, sejumlah daerah di Indonesia justru dilanda banjir pada awal Juli 2024.
Berdasarkan pantauan Kompas.com hingga Senin (8/7/2024) pagi, banjir dilaporkan telah menggenangi beberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.
Baca juga: Ada Potensi Kekeringan dan Banjir secara Bersamaan Saat Kemarau 2024, Ini Penjelasan BMKG
Indonesia kekeringan Juli-Oktober 2024
Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ida Pramuwardani membenarkan adanya potensi Indonesia mengalami kekeringan pada Juli hingga Oktober 2024.
"Secara umum kondisi atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan akan cukup kering selama periode Juli, Agustus, dan Oktober 2024," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (7/7/2024) malam.
Menurut Ida, wilayah yang kering dalam periode waktu tersebut yakni Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua Selatan.
Dia menjelaskan, kekeringan akan melanda daerah tersebut pada Juli hingga Oktober 2024 karena angin monsun timur yang membawa massa udara kering dari Benua Australia menuju Indonesia.
Angin monsun timur terjadi karena Matahari berada pada belahan Bumi bagian utara terutama Asia selama periode tersebut. Akibatnya, suhu di Asia menjadi tinggi dengan tekanan udara rendah.
Sebaliknya, suhu di Australia rendah dengan tekanan udara tinggi. Ini membuat angin bergerak dari Australia menuju Asia membawa uap air yang sedikit dan menyebabkan kemarau.
Menurut pantauan BMKG, kondisi kering mulai melanda Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa sejak akhir Mei. Wilayah tersebut seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, pesisir utara dan selatan Jawa, Bali bagian selatan, NTB, dan sebagian NTT.
Kondisi kekeringan selama kemarau tersebut diprediksi akan terjadi hingga September 2024.
Curah hujan sangat rendah juga diperkirakan terjadi pada Agustus 2024 di Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Pada September 2024, kondisi serupa berpeluang terjadi di Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Pada Oktober 2024, kekeringan mungkin terjadi di sebagian Jawa Timur, NTB, dan NTT.
Hasil monitoring yang dilakukan dengan satelit oleh BMKG juga menunjukkan telah muncul beberapa hotspot atau titik panas awal pada daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.
Atas kondisi demikian, BMKG mengimbau daerah dengan potensi curah hujan sangat rendah melakukan mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan. Khususnya sebagian besar Sumatera, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali, NTT, NTB, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku, dan Papua.
Baca juga: Waspada, Ini Wilayah Berpotensi Banjir Rob hingga 13 Juli 2024
Kekeringan tapi dilanda banjir
"Fenomena hujan signifikan dalam dua hari terakhir di beberapa wilayah Indonesia seperti Banten, Jawa Barat, Jakarta, dan Maluku disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional yang cukup signifikan," jelasnya.
Dinamika atmosfer ini di antaranya berupa aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), yaitu aktivitas intra seasonal di wilayah tropis berupa pergerakan aktivitas konveksi ke arah timur dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik.
Menurutnya, MJO bisa memengaruhi pola cuaca dengan meningkatkan kemungkinan adanya periode hujan yang lebih intens atau tidak biasa selama musim kemarau. Ini terutama terjadi pada puncak musim kemarau.
Selain itu, gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial terpantau berada di sebagian besar wilayah Jawa.
Keduanya merupakan gelombang di atmosfer yang menyebabkan hujan. Keberadaan gelombang tersebut berpengaruh terhadap kenaikan curah hujan di wilayah tersebut.
Ida menambahkan, suhu muka laut yang hangat di perairan utara Jakarta juga memberikan kontribusi dalam menyediakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan signifikan di wilayah Jakarta. Akibatnya, hujan dapat turun dan menyebabkan banjir.
"Potensi hujan ini kemungkinan akan mengalami penurunan pada beberapa hari ke dapan seiring dengan pergerakan gelombang tropis yang menjauhi wilayah Indonesia," imbuh dia.
Baca juga: Sebagian Kawasan Sempat Banjir, Ini Prakiraan Cuaca DKI Jakarta 8-13 Juli 2024
Ada dampak peralihan El Nino
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan peralihan cuaca dari El Nino ke La Nina dapat memicu terjadinya banjir.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencananaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, fenomena tersebut memicu peningkatan hujan hingga menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang, tanah longsor, dan angin puting beliung,
"Dampak peralihan cuaca tersebut mulai melanda sejumlah daerah di utara ekuator seperti Sumatera Utara, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah, khususnya sepanjang dasarian III (akhir bulan) Juni 2024," katanya dalam rilis resmi BNPB.
Pria yang akrab disapa Aam itu menambahkan, keberadaan La Nina memperkuat fenomena atmosfer MJO yang bergerak dari barat ke timur Indonesia dalam membentuk awan penghujan di sisi utara ekuator.
Berdasarkan analisis BNPB, wilayah Indonesia yang akan mengalami dampak La Nina hingga dasarian II Juli 2024 atau tanggal 11-20 Juli 2024 berpotensi meluas hingga wilayah Papua Barat dan sekitarnya.
"Karena itu demi memperkecil dampak dari potensi bencana hidrometeorologi tersebut, BNPB dan BMKG mengimbau pemerintah daerah tetap mengintensifkan upaya pencegahan dengan membersihkan aliran sungai dan drainase," lanjut Aam.
Dia juga meminta pemerintah daerah aktif mengajak masyarakat untuk selalu mengakses perkembangan cuaca dan mengetahui potensi bencana di sekitar mereka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.