KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo membantah bahwa dirinyaa mewajibkan satu ibu melahirkan satu anak perempuan.
Klarifikasi itu disampaikan Hasto saat ditemui wartawan di Semarang, Jawa Tengah pada Sabtu (19/6/2024) lalu. Kala itu, ia menyampaikan satu ibu setidaknya melahirkan satu anak perempuan demi regenerasi.
“Aku tidak ngomong kalau satu perempuan wajib punya anak satu perempuan, aku ngomong gak begitu,” ujarnya dikutip dari Antara, Minggu (7/7/2024).
“Aku ngomongnya gini, rata-rata diharapkan satu perempuan punya anak satu perempuan, rata-rata,” tambahnya.
Baca juga: BKKBN Targetkan Setiap Pasangan Punya Anak Perempuan, Apakah Indonesia Sudah Krisis Penduduk?
Tujuan satu ibu diharapkan melahirkan satu anak perempuan
Lebih lanjut Hasto menjelaskan, ajakan untuk melahirkan satu anak perempuan bukanlah suatu kewajiban.
Namun, ia berharap, satu perempuan diharapkan melahirkan rata-rata satu anak perempuan demi keberlangsungan jumlah penduduk di Indonesia.
Hal tersebut dikatakan Hasto mengingat angka kelahiran di Indonesia terus menurun sejak 1970-an.
Penurunan angka kelahiran dapat dilihat dari Total Fertility Rate (TFR) di beberapa wilayah.
Untuk diketahui, TFR adalah jumlah anak rata- rata yang akan dilahirkan oleh seorang perempuan pada akhir masa reproduksinya apabila perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung.
“Daerah Istimewa Yogyakarta rata-rata melahirkannya sudah di bawah 2. Yogya ini sudah 1,9. Makanya hati-hati daerah-daerah tertentu seperti DKI, Bali, DIY bisa mengalami minus growth,” ujar Hasto dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu.
Ia menjelaskan, penurunan TFR di DIY terjadi karena rata-rata pendidikan di wilayah ini sudah tinggi.
Faktor lain yang berkontribusi pada penurunan TFR adalah rata-rata usia pernikahan di DIY yang sudah di atas 22 tahun.
Meski begitu, Hasto mengingatkan supaya perempuan tidak melahirkan di usia yang terlalu tua.
Sebabnya, usia subur perempuan ketika sudah berusia 35 tahun mengalami penurunan. Sel telur perempuan tinggal tersisa 10 persen apabila mereka sudah menginjak usia 38 tahun.
“Di kampung ada perempuan 10. Mestinya besok pada generasi berikutnya minimal juga ada perempuan 10. Tapi rata-rata kan ini. Karena tugas kita menjaga agar pertumbuhan penduduk seimbang,” jelas Hasto.
Baca juga: Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN
Angka kelahiran di Indonesia terus menurun
Hasto juga menyampaikan, angka kelahiran di Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 1970-an. Karena alasan itulah ia berharap agar satu ibu melahirkan satu anak perempuan demi regenerasi.
Angka kelahiran di Indonesia sempat mencapai 5,6 pada 1970 yang artinya satu pasangan memiliki 6-9 anak.
“Jadi selama beberapa puluh tahun terakhir ini penurunannya sangat progresif. Dulu angka kelahiran atau total fertility rate itu 5,6 pada tahun 70,” ujar Hasto dikutip dari Kompas.com, Kamis (27/6/2024).
"Karena waktu itu anaknya ya 6, 7, 8, 9 nah sekarang ini 2,18," sambungnya.
Pernyataan Hasto soal menurunnya angka kelahiran sejak 1970 juga terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterbitkan pada Jumat (31/5/2024).
Sebagai contoh, angka kelahiran di Jawa Tengah sempat mencapai 5,33 pada 1971 kemudian menurun menjadi 4,37 pada 1980.
Pada 1990, angka kelahiran di Jawa Tengah menjadi 3,05 dan terus menurun hingga 2,06 pada 2000, 2,20 pada 2010, dan 2,09 pada 2020.
Wilayah lain yang juga mengalami penurunan angka kelahiran adalah DKI Jakarta yang semula 5,18 pada 1970 menjadi 3,99 pada 1980, 2,33 pada 1990, 1,63 pada 2000, 1,82 pada 2010, dan 1,75 pada 2020.
Bila ditotal secara keseluruhan dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, angka kelahiran pada 2020 sebesar 2,18 atau menurun 0,23 dari tahun 2010 yang mencapai 2,41.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.