KOMPAS.com - Akar bahar adalah hewan yang kerap disulap menjadi berbagai cendera mata, termasuk aksesoris seperti gelang dan cincin.
Selain aksesoris, masyarakat juga kerap mengonsumsi makhluk laut ini karena dianggap membawa sejumlah manfaat kesehatan.
Namun, salah seorang pengguna media sosial TikTok mengungkapkan, akar bahar adalah fauna yang dilindungi.
Unggahan video berdurasi 1 menit 47 detik tersebut dibuat oleh akun @tourism_digital, pada Selasa (9/7/2024).
"AKAR BAHAR adalah fauna yang dilindungi," tulis pengunggah.
Lantas, benarkah akar bahar dilindungi?
Baca juga: Jadi Perbincangan, Benarkah Filet Ikan Dori adalah Patin?
Akar bahar hewan yang dilindungi
Profesor Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova membenarkan, akar bahar adalah hewan yang dilindungi.
"Iya betul, akar bahar itu salah satu jenis karang yang dilindungi," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/7/2024).
Di Indonesia, akar bahar masuk dalam Lampiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang memuat flora dan fauna dilindungi.
Lampiran itu menyebutkan, akar bahar, koral hitam, dan semua jenis dari genus Anthiphates merupakan fauna yang dilindungi.
Tidak hanya itu, perlindungan akar bahar juga diatur dalam perjanjian internasional, yakni Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES).
Baca juga: Asal-usul Ikan Mujair, Benarkah Ditemukan Sosok Mbah Moedjair?
Menurut Reza, hewan laut ini tercantum dalam daftar lampiran kedua atau Appendix List CITES II.
"Akar bahar itu masuknya hewan, animalia. Mereka punya tentakel, seperti tangan, dan saluran pencernaan untuk makan," kata reza.
Namun, banyak orang yang salah mengira akar bahar sebagai tumbuhan karena hidupnya hanya menempel dan menetap di dasar lautan.
Layaknya terumbu karang lain, akar bahar hidup berkoloni, meski kawanan hewan ini perlu dilihat dengan kaca pembesar atau mikroskop.
"Akar bahar ini unik karena tidak punya sistem pernapasan dan sistem peredaran darah," ungkap Reza.
Baca juga: Gurita Disebut Gemar Meninju Ikan karena Dendam, Pakar Beri Penjelasan
Eksploitasi akar bahar mengurangi populasi
Reza mengatakan, populasi akar bahar semakin sedikit karena banyak dimanfaatkan untuk hiasan dan aksesoris seperti gelang.
"Ini banyak sekali kalau di Indonesia timur atau di Sumatera bagian utara," kata Reza.
Tidak hanya itu, di daerah lain seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), hewan ini juga dipercaya sebagai obat untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu.
Meski populasi akar bakar di daerah-daerah tersebut tampak masih banyak, eksploitasi berlebihan tentu akan merugikan ekosistem di masa mendatang.
Menurutnya, eksploitasi berlebihan akan menyebabkan "petak" kosong pada dasar laut yang mengganggu keseimbangan ekosistem terumbu karang.
Terlebih, akar bahar adalah penyedia habitat bagi organisme laut kecil atau yang disebut dengan istilah mikroekosistem.
Baca juga: Benarkah Tebar Benih Ikan Nila di Perairan Umum Berpotensi Invasif dan Musnahkan Ikan Lokal?
Bukan hanya di kawasan terumbu karang, hewan ini bahkan dapat hidup pada perairan laut tanpa cahaya, wilayah dengan tekanan tinggi dan suhu rendah.
"Ada beberapa penelitian yang menyatakan akar bahar bisa hidup sampai 8.000 meter atau 9.000 meter," ujarnya.
Reza berpesan, eksploitasi akar bahar yang berlebihan untuk aksesoris, hiasan, atau obat harus dikurangi.
Namun demikian, reza mengakui bahwa langkah ini akan memerlukan waktu panjang karena telah membudaya.
"Baik jadi obat atau hiasan sampai gelang, banyak yang menghubungkan (akar bahar) sama klenik juga. Perlu sosialisasi yang pas ke masyarakat, khususnya dari regulasi," tuturnya.
Baca juga: Ikan Kakatua Diimbau Tak Dimakan karena Berisiko, Apa Akibatnya?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.