KOMPAS.com - Pengadilan Tingkat Banding Malaysia menjatuhkan hukuman mati kepada enam pelaku penganiayaan yang menewaskan mahasiswa Universitas Pertahanan Nasional Malaysia (UPNM), Zulfarhan Osman Zulkarnain.
Keenam pelaku tersebut adalah Muhammad Akmal Zuhairi Azmal, Muhammad Azamuddin Mad Sofi, Muhammad Najib Mohd Razi, Muhammad Afif Najmudin Azahat, Mohamad Shobirin Sabri, dan Abdoul Hakeem Mohd Ali.
Tiga majelis hakim yang dipimpin oleh Datuk Hadhariah Syed Ismail mengambil keputusan dengan suara bulat.
“Pengadilan memutuskan hanya satu hukuman untuk enam terdakwa, yaitu dibawa ke tempat gantung dan akan digantung sampai mati,” ungkap Datuk Hadhariah saat membacakan vonis, dikutip dari Bernama.
Baca juga: Pelajar di Padang Diduga Jadi Korban Penganiayaan Polisi hingga Meninggal, KPAI Desak Polri Berbenah
Pertimbangan hakim
Menurutnya, penganiayaan yang terjadi pada 2017 tersebut merupakan suatu kekejaman paling langka dan ekstrem yang tidak dapat ditoleransi.
Datuk Hadhariah menilai, perbuatan keenam pelaku sebagai tindakan yang “mengejutkan dan langka”, yaitu dengan cara menyetrika seluruh tubuh korban, termasuk bagian kemaluan.
Dalam pembacaan vonis, hakim menyebutkan, para terdakwa terbukti menghiraukan korban dan terus melakukan penyiksaan hingga mengakibatkan luka bakar 90 persen di tubuh korban.
Selain itu, para terdakwa juga terbukti menyembunyikan korban setelah penyiksaan agar kejahatannya tidak diketahui.
Mereka juga tidak membawa korban ke Rumah Sakit Serdang untuk dilakukan perawatan, meskipun sudah disarankan oleh petugas medis di Klinik As-Salam, Bandar Baru Bangi, Malaysia.
Baca juga: Ada Masalah Tekanan Udara, Pesawat Malaysia Airlines Tujuan Bangkok Putar Balik
Tanggapan keluarga korban
Atas vonis itu, ayah korban, Zulkarnain Idros (60) merasa terharu dan bersyukur.
Zulkarnain mengucapkan terima kasih kepada hakim Pengadilan banding yang memberikan keputusan tepat dan menyebut vonis itu sebagai keadilan untuk putranya.
"Saya ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah mengabulkan doa kami sekeluarga dan doa seluruh masyarakat Malaysia yang telah mengikuti kasus ini,” ungkap Idros, dilansir dari The Star Malaysia.
Zulkarnain sempat meneteskan air mata saat hakim menjatuhkan hukuman mati kepada enam pelaku.
Ia juga merasakan kesedihan yang mendalam saat majelis hakim mengatakan bahwa tindakan tersebut tidak diketahui keluarga.
Ibu korban, Hawa Osman (61) mengaku, ia merasa lega meskipun masih ada proses banding di Pengadilan Federal untuk pelaku lainnya.
"Kami sangat bersyukur ketika pengacara mampu mematahkan argumen penasihat hukum terdakwa," kata Hawa.
Baca juga: 4 Fakta Kasus Penganiayaan Santri asal Banyuwangi, Jawa Timur
Kilas balik kasus Zulfarhan Osman Zulkarnain
Zulfarhan Osman Zulkarnain merupakan mahasiswa UPNM jurusan Teknik Elektro yang sudah menempuh pendidikan selama tiga tahun.
Penyiksaan Zulfarhan diduga dilakukan di asrama UPNM pada 21 Mei 2017 antara pukul 02.30 dan 05.30, kemudian kembali dilakukan pada 22 Mei 2017 pada pukul 01.30 hingga 05.45.
Pada 27 Mei 2017, dua rekan satu tim membawa Zulfarhan ke klinik di Bangi untuk menjalani perawatan.
Zulfarhan kemudian dibawa pulang dari klinik tersebut pada 31 Mei 2017.
Sehari kemudian, dia dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan instensif. Namun, nyawanya tidak tertolong dan menghembuskan napas terakhir pada 1 Juni 2017.
Dokter di rumah sakit sempat melakukan dua kali upaya pertolongan untuk menyelamatkan tubuh korban yang sudah hancur, dilansir dari Kompas.com, Selasa (12/11/2017).
Menurut hasil autopsi, 80 persen tubuh korban mengalami luka bakar.
Baca juga: Murid di Malaysia Jadi Difabel setelah Dijemur 3 Jam di Lapangan, Keluarga Tuntut Sekolah
Keesokan harinya, pada 2 Juni 2017, Menteri Pertahanan Malaysia saat itu, Datuk Seri Hishammuddin Hussein memerintahkan angkatan bersenjata dan UPNM untuk menyelidiki kematian tersebut.
Dua hari setelah meninggal, Zulfarhan dimakamkan di pemakaman Muslim Jalan Kebun Teh, Malaysia.
Pada hari yang sama, muncuk kecurigaan bahwa kematian korban diakibatkan siksaan menggunakan besi panas.
Kemudian pada 14 Juni 2017, lima mahasiswa ditangkap karena diduga melakukan pembunuhan, sementara 13 mahasiswa lainnya diduga membantu kelima tersangka.
Ketiga belas mahasiswa mengaku tidak bersalah atas tuduhan penyiksaan Zulfarhan karena menuduh korban mencuri laptop.
Menteri Pendidikan Tinggi Malaysia saat itu, Datuk Seri Idris Jusoh menyatakan, 13 mahasiswa masih dapat melanjutkan studi hingga kasus diputuskan.
Sementara lima tersangka lainnya harus menghadapi dakwaan pembunuhan dengan ancaman hukuman mati apabila terbukti bersalah.
Baca juga: Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan
Sidang pertama kasus meninggalnya Zulfarhan dimulai pada 15 September 2017 di Pengadilan Tinggi yang menyeret lima mahasiswa yang dituduh membunuh korban dan satu diduga ikut bersekongkol.
Pada 10 November 2017, enam mahasiswa mengaku tidak bersalah atas tuduhan terhadap pembunuhan Zulfarhan di Pengadilan Tinggi.
Namun, pada 2 November 2021, enam mahasiswa yang semula didakwa pembunuhan berencana justru berubah menjadi “pembunuhan tanpa disengaja” dan hanya dijatuhi hukuman 18 tahun penjara.
Pengadilan saat itu memutuskan, keenam mahasiswa tidak ada niat yang direncanakan untuk membunuh Zulfarhan.
Sementara itu, 12 orang lainnya menerima hukuman tiga tahun penjara karena menyebabkan luka berat di tubuh korban.
Karena tidak puas dengan keputusan hakim, kasus Zulfarhan kemudian diajukan ke Pengadilan Banding.
Baca juga: Beredar Video Satria Mahathir Joget Usai Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan, Ini Kata Polisi
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.