KOMPAS.com - Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh (62) meninggal dalam sebuah serangan udara pada Rabu (31/7/2024) dini hari di Iran.
Ismail Haniyeh terbunuh setelah melakukan perjalanan ke Teheran untuk menghadiri pelantikan Presiden Iran Masaoud Pezeshkian sehari sebelumnya, diberitakan Al Jazeera, Rabu.
Haniyeh selama ini dianggap sebagai pemimpin politik Hamas dan menjadi anggota kelompok tersebut selama lebih dari dua dekade.
Pelaku pembunuhan Haniyeh belum dipastikan. Namun Hamas menuduh Israel melakukan serangan tersebut. Iran juga menyalahkan Israel atas pembunuhan itu.
Lalu, adakah dampak dari kematian Ismail Haniyeh terhadap konflik di Gaza dan kondisi dunia?
Baca juga: Siapa Ismail Haniyeh, Petinggi Hamas yang Terbunuh di Iran?
Konflik Palestina berlanjut
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Andriko Sandira menilai konflik yang terjadi di Palestina tidak akan berhenti meskipun pemimpin Hamas terbunuh.
"Akan selalu ada orang-orang yang siap untuk memimpin Hamas dan upayanya," ujar dia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/8/2024).
Hamas dilaporkan memiliki beberapa calon pengganti untuk menempati posisi Ismail Haniyeh. Mereka antara lain adalah Khaled Meshaal dan Khalil al-Hayya.
Di sisi lain, Israel yang diduga menjadi dalang pembunuhan Haniyeh saat ini juga tengah berkonflik dengan negara lain seperti Iran.
Menurut Andriko, pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei juga telah menyatakan pembunuhan Haniyeh merupakan penghinaan bagi Iran.
Kejadian pembunuhan berada di Iran ketika Haniyeh menghadiri pelantikan presiden baru negara itu. Di saat yang sama, Iran berhubungan baik dengan Palestina.
Andriko menyebut kejadian tersebut akan berdampak luas secara global.
"Kemungkinan terburuknya, perang bersenjatanya meluas, yang akan melibatkan negara negara di luar kawasan (Timur Tengah)," lanjut dia.
Dia menyatakan, Indonesia juga akan terkena dampak langsung dari kejadian ini. Namun, dampaknya baru di level pandangan publik atau masyarakat.
"Bisa jadi kalau konfliknya mengarah ke perang dunia, di situ mungkin akan terlihat dampak yang besar di Indonesia," imbuh dia.
Baca juga: Respons Dunia atas Kematian Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh
Pengaruhi gencatan senjata
Profesor hubungan internasional dan studi Timur Tengah di Johns Hopkins University, Vali Nasr menuturkan, pembunuhan terhadap Haniyeh berarti mengagalkan pembicaraan tentang gencatan senjata tersebut.
"Hal itu menambah konflik antara Hizbullah dan Israel, serta Israel dan Iran, dan hal itu membuat kawasan itu tampak seolah-olah Israel sengaja mencari konflik yang lebih luas," ujarnya, dikutip dari Politico, Kamis (1/8/2024).
Pembunuhan Haniyeh di Iran, katanya, dianggap mempermalukan negara tersebut. Sebab, Haniyeh berada di Iran dengan visa diplomatik untuk acara kenegaraan. Membunuh Haniyeh di sana sama saja dengan menyerang pelantikan presiden tersebut.
Karena itu, Nasr menilai Iran dan Hizbullah akan sulit mengabaikan kejadian itu dengan tidak melancarkan serangan balasan ke Israel.
Untuk menghentikan konflik yang meluas, dia menyebut, Amerika Serikat perlu benar-benar membuat Israel mengakhiri perang tersebut. Sayangnya, hal itu dinilai tidak mampu dilakukan.
"Kita akan sepenuhnya bergantung pada Iran dan Hizbullah untuk tidak membalas. Jika mereka melakukannya, ini bisa menjadi siklus eskalasi yang sangat cepat menjadi perang yang jauh lebih besar," tegas dia.
Di sisi lain, Nasr menyebut negara-negara lain seperti Mesir, Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab juga berharap adan gencatan senjata yang mengakhiri konflik Israel-Hamas di Gaza.
Negara itu tentu berharap tidak terjadi eskalasi yang lebih luas di wilayah tersebut sehingga merugikan kepentingan mereka.
"Masalah Palestina masih ada meskipun para pemimpinnya telah disingkirkan selama beberapa dekade dan saya rasa ini bukanlah solusi untuk masalah yang lebih besar. Kita perlu mencapai gencatan senjata," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.