KOMPAS.com - Aksi unjuk rasa yang menuntut Perdana Menteri (PM) Bangladesh, Sheikh Hasina untuk mundur dari jabatannya berujung ricuh pada Minggu (4/8/2024).
Surat kabar harian terkemuka di negara itu, Prothom Alo melaporkan, setidaknya ada 95 orang tewas, termasuk 14 petugas polisi. Sementara, ratusan lainnya dilaporkan terluka dalam insiden tersebut.
Dikutip dari CBS News, Minggu, para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri PM Sheikh Hasina menyusul protes bulan lalu yang dimulai oleh mahasiswa yang menyerukan agar sistem kuota untuk pekerja di pemerintah diakhiri.
Adapun, saat kekerasan kembali terjadi pada Minggu (4/8/2024), Hasina mengatakan, pengunjuk rasa telah melakukan “sabotase” dan menyebut kerusuhan yang terjadi bukan lagi dilakukan oleh mahasiswa, melainkan penjahat.
Baca juga: Dugaan Penyebab dan Kronologi Tabrakan Kereta di Bangladesh, 17 Meninggal, 100 Lebih Luka-luka
Layanan internet diputus dan kekacuan terjadi di mana-mana
Imbas kekacauan yang terjadi pada Minggu, pemerintah Bangladesh telah mengumumkan hari libur dari Senin hingga Rabu.
Selain itu, kantor pengadilan ditutup tanpa batas waktu, layanan internet seluler diputus, termasuk aplikasi Facebook dan WhatsApp juga tidak dapat diakses.
Menteri Muda Informasi dan Penyiaran Mohammad Ali Arafat mengatakan, layanan internet di Bangladesh diputus untuk membantu mencegah kekerasan makin meluas.
Tak hanya itu, kerusuhan tersebut juga mengakibatkan penutupan sekolah dan universitas di seluruh negeri, dan pihak berwenang pada satu titik memberlakukan jam malam untuk menembak di tempat.
Para pengunjuk rasa menyerukan upaya "tidak bekerja sama", mendesak orang-orang untuk tidak membayar pajak atau tagihan listrik dan tidak masuk kerja pada hari Minggu, yang merupakan hari kerja di Bangladesh.
Para pengunjuk rasa juga menyerang Universitas Kedokteran Bangabandhu Sheikh Mujib dan sebuah rumah sakit umum besar di daerah Shahbagh, Dhaka, serta membakar beberapa kendaraan.
Dalam rekaman video yang beredar menunjukkan, pengunjuk rasa merusak mobil tahanan di pengadilan tinggi metropolitan Dhaka.
Video lainnya menunjukkan polisi menembaki massa dengan peluru, peluru karet, dan gas air mata, dilansir dari ABC News, Minggu.
Para pengunjuk rasa membakar kendaraan dan kantor partai yang berkuasa. Beberapa orang membawa senjata tajam dan tongkat.
Baca juga: Asal-usul Etnis Rohingya dan Kenapa Mengungsi dari Myanmar dan Bangladesh?
Polisi tembakkan gas air mata untuk bubarkan pengunjuk rasa
Di wilayah Uttara, Dhaka, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan ratusan orang yang memblokir jalan raya utama.
Para pengunjuk rasa menyerang rumah-rumah dan merusak kantor kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut, tempat ratusan aktivis partai berkuasa.
Para saksi juga melaporkan, beberapa bom rakitan diledakkan dan suara tembakan terdengar.
Setidaknya 18 orang meninggal di distrik barat laut Sirajganj, ini termasuk 13 petugas polisi, setelah kantor polisi diserang oleh pengunjuk rasa, menurut markas besar polisi di Dhaka.
Seorang petugas medis di rumah sakit milik pemerintah di Feni, Asif Iqbal mengatakan, ada lima jenazah di rumah sakit tersebut, semuanya terkena peluru.
Meski demikian, belum diketahui apakah mereka adalah pengunjuk rasa atau aktivis partai yang berkuasa.
Saluran berita televisi Jamuna melaporkan, bentrokan keras terjadi di lebih dari selusin distrik, termasuk Chattogram, Bogura, Magura, Rangpur, Kishoreganj dan Sirajganj, tempat para pengunjuk rasa yang didukung oleh partai oposisi utama bentrok dengan polisi dan aktivis partai Liga Awami yang berkuasa.
Baca juga: 39 Orang Meninggal dan Stasiun TV Dibakar, Ini Latar Belakang Aksi Protes Mahasiswa di Bangladesh
Duduk perkara kericuhan di Bangladesh
Protes dimulai bulan lalu, saat mahasiswa menuntut diakhirinya sistem kuota yang menyediakan 30 persen pekerjaan pemerintah untuk keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan Bangladesh melawan Pakistan pada tahun 1971.
Saat kekerasan meningkat dan menimbulkan banyak korban jiwa, Mahkamah Agung negara itu memutuskan bahwa kuota veteran harus dipotong menjadi 5 persen, dengan 93 persen pekerjaan akan dialokasikan berdasarkan prestasi.
Sisanya 2 persen akan disisihkan untuk anggota kelompok etnis minoritas dan transgender serta penyandang disabilitas.
Pemerintah menerima putusan tersebut, namun para pengunjuk rasa menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas kekerasan yang terjadi selama aksi unjuk rasa.
Sistem ini juga menyisihkan pekerjaan bagi anggota etnis minoritas dan bagi penyandang disabilitas dan transgender, yang kuotanya dipotong dari kolektif 26 persen menjadi 2 persen dalam keputusan tersebut.
Pemerintahan Hasina menyalahkan partai oposisi dan sayap mahasiswa karena memicu kekerasan, di mana beberapa bangunan milik negara juga dibakar atau dirusak.
Baca juga: Bangladesh Akhirnya Ubah Aturan Kuota PNS Selepas Ratusan Tewas dalam Kerusuhan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.