KOMPAS.com - Wilayah Tibet menjadi salah satu jalur yang dihindari oleh pesawat terbang.
Tibet adalah bagian dari wilayah China yang terkenal memiliki dataran tertinggi di dunia dan pegunungan dengan rata-rata ketinggiannya mencapai 4.500 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Karena kondisi itu, Tibet kerap dijuluki sebagai "atap dunia".
Meskipun wilayahnya sangat luas, yaitu 2.500.000 kilometer persegi, tetapi populasi penduduknya kecil. Bahkan, hanya menyumbang 0,2 persen dari keseluruhan populasi China.
Kendati tak banyak penduduk, Tibet memiliki Bandara Internasional Lhasa dan Xining dengan rute penerbangan domestik. Namun, tidak ada pesawat yang berani melintas di atas Tibet, sekalipun merupakan rute terdekat.
Lantas, apa alasan tidak ada pesawat yang terbang di atas Tibet?
Baca juga: Kisah Penerbangan Aloha Airlines 243, Atap Pesawat Robek di Udara, 1 Pramugari Terlempar ke Angkasa
Pesawat sulit melakukan pendaratan darurat
Dikutip dari Simple Flying, Tibet berada di ketinggian lebih dari 4.267 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Meski umumnya pesawat bisa terbang lebih tinggi lagi, tetapi akan sulit bagi pilot untuk melakukan pendaratan dalam keadaan darurat.
Menurut prosedur, apabila berada dalam keadaan darurat, pesawat harus turun hingga 3.000 meter dalam jangka waktu tertentu agar oksigen dalam kabin tetap aman.
Medan Tibet yang tinggi akan menyulitkan pesawat untuk turun sebelum mencapai bandara terdekat. Akibatnya, pesawat bisa berisiko jatuh atau menabrak gunung yang ada di Tibet.
Ditambah lagi, hampir tidak ada permukaan datar di wilayah pegunungan Himalaya yang bisa menjadi tempat untuk mendaratkan pesawat dengan aman.
Baca juga: Pesawat di Nepal Jatuh Sesaat Setelah Lepas Landas, Satu Pilot Selamat
Berisiko tinggi alami turbulensi
Turbulensi disebabkan oleh arus udara yang bergerak naik turun dengan kecepatan berbeda, sehingga membuat pesawat terasa seperti melewati gelombang dan bergoyang.
Biasanya, turbulensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti efek pemanasan matahari, kondisi cuaca, dan pegunungan.
Ketika pesawat melintasi daerah pegunungan, arus udara akan naik dan mengganggu kondisi arus udara normal.
Meski turbulensi bisa terjadi di mana saja, tetepi wilayah pegunungan menjadi lokasi paling sering.
Oleh karena itu, pilot lebih memilih untuk menghindari Tibet yang wilayahnya terdiri dari pegunungan.
Baca juga: Disorot Luhut, Mengapa Harga Tiket Pesawat Domestik Indonesia Mahal?
Bahan bakar bisa membeku
Alasan lain tidak ada pesawat yang melintasi Tibet, masih terkait dengan pegunungan.
Udara di pegunungan sangat dingin karena suhunya yang rendah. Hal ini bisa menyebabkan risiko bahan bakar pesawat membeku.
Sebagai informasi, bahan bakar Jet A1 standarnya memiliki titik beku -47 derajat Celsius, sedangkan jenis Jet A yang digunakan secara umum oleh maskapai Amerika Serikat memiliki titik beku -40 derajat Celsius.
Meski biasanya penurunan suhu tersebut jarang terjadi, tetapi kemungkinannya bisa lebih tinggi bila pesawat melintasi daerah pegunungan yang dingin seperti Tibet.
Akan menjadi fatal apabila bahan bakar pesawat membeku di atas Tibet, karena pendaratan darurat sulit dilakukan.
Baca juga: Sukhoi Superjet 100 Jatuh di Moskwa, Pesawat Sejenis Pernah Kecelakaan di Indonesia
Penerbangan pesawat di atas Tibet saat PD II
Dilansir dari China Exploration and Research Society (CERS), pada masa Perang Dunia II pernah ada pesawat yang melintasi pegunungan Himalaya di Tibet.
Kala itu, penerbangan tersebut dikenal dengan rute "punuk", karena harus melewati gunung tertinggi di dunia.
Ini merupakan jalan satu-satunya untuk mengantar barang dari India ke China.
Menurut catatan CERS, ada 1.553 pesawat yang gugur di sepanjang rute "punuk", karena kondisi cuaca yang ekstrem dan berbahaya.
Baca juga: Kronologi Roda Pesawat United Airlines Copot Saat Lepas Landas di LA
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.