Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Temukan Asal-usul Asteroid yang Memusnahkan Dinosaurus 66 Juta Tahun Lalu

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/NASA Hubble Space Telescope
Ilustrasi asteroid.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Enam puluh enam juta tahun yang lalu, sebuah asteroid sebesar gunung menabrak Bumi dengan kecepatan tinggi dan menghantam laut dangkal di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Semenanjung Yucatan, Meksiko.

Tumbukan tersebut setidaknya telah melepaskan energi sebanyak 100 juta bom nuklir dan melubangi kerak Bumi selebar 200 kilometer dengan kedalaman 20 kilometer.

Tak hanya itu, hantaman benda langit itu juga menyebabkan gempa bumi, tsunami, badai api yang dahsyat, dan membuat suhu global anjlok, dilansir dari Scientific American, Kamis (15/8/2024).

Selain itu, peristiwa tersebut juga membuat lebih dari separuh spesies yang ada pada saat itu, termasuk dinosaurus, punah.

Lantas, asteroid apa yang sebenarnya menabrak Bumi dan menyebabkan kepunahan dinosaurus?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Sempat Dikabarkan Akan Tabrak Bumi di 2029, Apa Itu Asteroid Berbahaya Apophis 99942?

Asal-usul asteroid yang menyebabkan dinosaurus punah

Fenomena dahsyat yang memicu kepunahan dinosaurus itu masih diselimuti tanda tanya, hingga fisikawan Walter Alvarez menguak misteri itu sekitar tahun 1970-1980.

Alvarez dan rekan-rekannya meneliti lapisan puing-puing yang terletak di bebatuan berusia 66 juta tahun di seluruh dunia. Anehnya, lapisan itu diperkaya dengan unsur-unsur seperti iridium.

Iridium adalah unsur yang sangat langka di kerak Bumi, namun dapat ditemukan berlimpah di asteroid dan komet.

Mereka kemudian mengaitkan asal-usul lapisan tersebut dengan tumbukan yang membunuh dinosaurus dan lubang raksasa yang kini terendam, sebuah situs yang disebut Chicxulub, yang dijuluki Alvarez sebagai “Kawah Malapetaka”.

Sebuah penelitian yang diterbitkan di Science pada 15 Agustus 2024 menawarkan jawaban atas asal-usul asteroid yang menghantam Bumi puluhan juta tahun lalu.

Penelitian tersebut memetakan asal-usul peristiwa bersejarah ini melalui pengukuran yang sangat akurat terhadap isotop rutenium yang ditemukan dalam puing-puingnya.

Penelitian itu secara yakin menunjukkan, iridium dan rutenium yang ditemukan di lapisan yang dimaksud oleh Alvarez tidak berasal dari vulkanisme, melainkan dari sumber yang jelas-jelas berasal dari luar Bumi.

Jumlah variasi isotop yang sangat tipis menunjukkan bahwa tumbukan di Chicxulub bukan disebabkan oleh komet atau batuan antariksa raksasa yang biasa, melainkan asteroid “berkarbon” yang kaya akan senyawa organik.

“Saya merasa hasil ini sangat meyakinkan. Hasil ini sangat cocok dengan banyak bukti lainnya,” kata seorang astrofisikawan di Arizona State University, Steve Desch, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Bukti tersebut juga termasuk dalam pengukuran sebelumnya, terhadap isotop dan mineral lain, serta studi geokimia dari beberapa pecahan murni dari penabrak yang hancur yang telah berhasil ditemukan oleh para ilmuwan secara utuh dari sedimen dan fosil kuno.

Secara keseluruhan, kata Desch, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa penabrak itu “mungkin bukan komet".

Baca juga: Bulan Perlahan Menjauh dari Bumi, Apa Dampaknya di Masa Depan?

Asteroid diperkirakan berasal dari luar tata surya

Namun untuk memastikannya, diperlukan studi isotop yang lebih rinci mengenai materi komet yang masih utuh dalam jumlah yang cukup besar (yang belum didapatkan oleh para peneliti).

"Penafsiran makalah baru ini bukanlah hal baru. Namun studi ini menyajikan penentuan yang jauh lebih kuat bahwa penabrak Chicxulub adalah asteroid berkarbon," kata ahli geokimia Richard J. Walker dari Universitas Maryland.

Menurut dia, asteroid semacam itu relatif jarang. Asteroid ini diperkirakan terbentuk di tata surya bagian luar dari planet Jupiter, sebelum dunia manusia terbentuk di Bumi.

Asteroid itu baru mencapai sabuk asteroid tata surya bagian dalam setelah terlempar ke sana secara massal oleh interaksi orbital di antara planet-planet raksasa lebih dari 4,5 miliar tahun yang lalu, beberapa juta tahun setelah Matahari mulai bersinar.

Menurut para ilmuwan, impor besar-besaran bahan organik dari tata surya luar yang dingin itu telah menyediakan bahan kimia penting bagi Bumi yang baru lahir untuk membangun blok-blok kimiawi biologi, serta sebagian besar air yang kini memenuhi samudra-samudra di Bumi.

Dalam arti yang lebih luas, kehancuran dinosaurus dan awal munculnya mamalia yang terjadi ribuan tahun lalu melalui proses yang sama, yang membantu memulai kehidupan di planet kita sejak awal.

"Dampak ini benar-benar mengubah gambaran planet kita dan menyebabkan munculnya kehidupan mamalia," kata penulis utama studi baru Mario Fischer-Gödde, seorang ahli geokimia di Universitas Cologne di Jerman.

"Dan ini merupakan hasil dari rangkaian peristiwa yang dimulai pada masa-masa awal tata surya," tambahnya.

Baca juga: Lautan Air Ada di Bawah Permukaan Mars, Bisa Tutupi Satu Planet dengan Kedalaman 1,6 Km

Bahan yang ditemukan tidak ada di Bumi

Rutenium adalah logam keperakan, seperti iridium dan elemen dari kelompok platina lainnya, yang semuanya hampir tidak ditemukan sama sekali di atau dekat permukaan Bumi.

Kelangkaan itu disebabkan karena unsur-unsur tersebut bersifat siderofil atau menyukai besi.

Ketika Bumi yang baru terbentuk masih berupa bola terak yang meleleh sebagian, unsur-unsur itu menempel pada besi dan logam padat lainnya di bagian dalam Bumi dan tenggelam membentuk inti yang tidak dapat diakses.

Itu berarti, hampir semua unsur kelompok platina yang sekarang ada di kerak Bumi dikirim dari meteorit, asteroid, dan komet yang menghantam Bumi setelah planet ini mendingin.

Hal ini membuat elemen-elemen tersebut menjadi pelacak yang sangat baik untuk peristiwa tumbukan di sebagian besar sejarah Bumi.

Untuk peristiwa Chicxulub, Fischer-Gödde mengatakan, pada dasarnya ia bisa mengasumsikan bahwa 100 persen rutenium yang ditemukan di lapisan batas global berasal dari penumbuk itu sendiri.

Baca juga: Hujan Meteor Perseid, Bahayakah Ratusan Bintang Jatuh Masuki Bumi?

Uji coba terhadap 7 isotop rutenium

Dalam penelitiannya, Fischer-Gödde dan rekan-rekannya menguji tujuh isotop rutenium secara keseluruhan menggunakan teknik canggih yang disebut spektrometri massa plasma induktif multikolektor.

Mereka mengambil sampel dari lapisan penghancur dinosaurus yang terkenal di tiga lokasi berbeda di seluruh dunia, serta dari dua meteorit berkarbon dan lima kawah lain dari berbagai dampak yang terjadi selama setengah miliar tahun terakhir.

Selain itu, mereka juga menggunakan rutenium dari batuan yang jauh lebih tua, berusia sekitar 3,5 miliar tahun.

“Dengan mengukur ketujuh isotop rutenium dan memeriksa apakah rasionya sesuai dengan pola yang diharapkan dari proses astrofisika, kami dapat membedakan dan mengesampingkan efek terestrial,” kata Fischer-Gödde.

“Kami mengukur, kami memeriksa, dan semuanya sesuai. Jadi, untuk peristiwa Chicxulub, hasil kami tidak hanya menunjukkan bahwa itu adalah asteroid berkarbon, tapi juga bahwa unsur-unsur golongan platinum ini berasal dari vulkanisme atau asal terestrial lainnya,” tambahnya.

Adapun, dari dampak yang diteliti dari setengah miliar tahun terakhir, hanya Chicxulub yang menunjukkan campuran isotop rutenium tata surya luar yang jelas-jelas mengandung karbon.

Sementara lima lainnya menunjukkan tanda-tanda penumbuk berbatu yang berasal lebih dekat ke Matahari.

Rasio rutenium dari tumbukan paling tua juga menunjukkan bahwa Bumi dibombardir dengan materi dari tata surya luar selama sekitar satu miliar tahun pertama dalam sejarahnya.

Menurut sebagian besar ahli, hal itu muncul dari ketidakstabilan dinamis yang aneh yang mengatur ulang orbit planet-planet raksasa tak lama setelah tata surya terbentuk, mengirimkan hujan tumbukan ke arah Matahari.

Baca juga: Waktu di Bumi Pernah 26 Jam dalam Sehari, Diduga Picu Ledakan Evolusi Terbesar

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi