KOMPAS.com - Warganet di media sosial X ramai menyoroti unggahan Erina Gudono, istri Kaesang Pangarep sekaligus menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Diketahui, Kaesang dan Erina sedang berada di California, Amerika Serikat (AS). Keduanya disebut-sebut berangkat dengan jet pribadi Gulfstream yang sewanya mencapai Rp 250 juta per jam.
Sejumlah warganet juga menyoroti soal harga stroller bayi dan roti yang dibeli Erina seharga Rp 400.000 yang diunggah di akun Instagramnya. Dalam unggahannya tertulis, Kaesang menyebut harga roti tersebut terlalu mahal.
Banyak pihak menilai tindakan Erina dan Kaesang yang berlibur dalam rangka "Babymoon" tersebut kurang etis.
Sebab dipamerkan di tengah kekecewaan masyarakat Indonesia terkait langkah DPR RI yang mengabaikan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan kepada daerah.
"Sementara itu pasutri @kaesangp malah enak-enakan makan roti 400 ribu, rakyat repot gara2 lu an**ng. only god knows what i wished for you two," tulis akun @slausivrpd.
"UU diacak-acak buat anak ini yang lagi ke LA buat makan roti 400ribuan dan belanja perlengkapan bayi," tulis akun @cinnamongirlc.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Erina Gudono menjadi sorotan warganet di X?
Baca juga: UU Pilkada Hasil Revisi atau Putusan MK, Mana yang Harus Dijalankan KPU?
Ada apa dengan Erina Gudono?
Istri Kaesang Pangarep, Erina Gudono mendapatkan sorotan warganet usai ia mengunggah foto liburannya di AS bersama dengan sang suami, Kaesang, pada Rabu (21/8/2024) malam.
Namun, berdasarkan pantauan Kompas.com, Kamis siang, unggahan tersebut sudah dihapus dari Instagram stories Erina. Meski begitu, beberapa warganet sempat mengambil tangkapan layar dan kemudian dibagikan di media sosial.
Sementara di waktu bersamaan, DPR RI menggelar rapat Badan Legislasi (Baleg) untuk merevisi putusan MK atas UU Pilkada yang diumumkan Selasa (20/8/2024).
Hasil rapat Baleg tersebut memutuskan untuk menganulir putusan penting MK terkait syarat pencalonan kepada daerah.
Dikutip dari Kompas.com, Rabu, Baleg menolak menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimal calon kepala daerah.
Apabila merujuk putusan MK, batas usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan calon, dan bukan dihitung sejak pelantikan calon terpilih.
Akan tetapi, Baleg DPR RI memilih untuk mengikuti putusan kontroversial Mahkamah Agung (MA) yang dibuat hanya dalam tempo 3 hari, yakni batas usia calon kepala daerah dihitung sejak tanggal pelantikan.
Selain itu, keputusan Baleg DPR RI tersebut diambil hanya dalam hitungan menit.
Baca juga: 3 Perbedaan Putusan MK dan DPR soal RUU Pilkada
Peluang Kaesang maju ke Pilkada 2024
Mayoritas fraksi yang menghadiri rapat Baleg DPR RI, selain PDI-P, menganggap bahwa putusan MA dan MK sebagai dua opsi yang sama-sama bisa diambil salah satunya.
Mereka menilai, DPR bebas mengambil putusan mana untuk diadopsi dalam revisi UU Pilkada sebagai pilihan politik masing-masing fraksi.
Di sisi lain, keputusan tersebut dianggap membuka peluang bagi suami dari Erina Gudono, Kaesang Pangarep untuk maju dalam Pilkada Jawa Tengah 2024.
Sebab MA telah memutuskan terlebih dulu terkait klausul usia calon gubernur atau calon wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung saat pelantikan.
Kaesang Pangarep lahir pada 25 Desember 1994. Saat ini, ia berusia 29 tahun dan digadang-gadang akan maju dalam Pilkada Jawa Tengah.
Apabila batas usia calon kepala daerah merujuk pada putusan MA, Kaesang dapat mencalonkan diri lantaran akan berusia 30 tahun apabila nantinya dinyatakan terpilih.
Baca juga: Dukung Mahasiswa Ikut Demo Kawal Putusan MK, Fisipol UGM Liburkan Kuliah
Alasan Baleg DPR RI ikuti aturan MA
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi atau Awiek menjelaskan alasan DPR lebih memilih mengikuti putusan MA ketimbang MK terkait aturan syarat usia calon kepala daerah dalam revisi UU Pilkada.
Menurut dia, MA dan MK adalah dua lembaga tinggi negara yang setara.
Selain itu, MA telah memutuskan lebih dulu klausul usia calon gubernur atau calon wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung saat pelantikan.
"Jadi begini, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi itu adalah dua lembaga hukum yang setingkat," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Rabu.
"Itu bunyi putusan Mahkamah Agung dan itu bunyi hukum, jelas itu," ujar Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Meskipun Baleg DPR RI mengikuti putusan MA, namun Awiek menekankan bahwa penolakan terhadap putusan MK itu bukan berarti membatalkan pasal yang sudah ada.
Ia menambahkan, pasal yang ada di UU Pilkada hanya menyebut uisa 30 tahun dan tidak menyebut kapan. Sedangkan, menurut Awiek MA lebih tegas dalam memutuskan, yakni 30 tahunnya sejak pelantikan.
"Nah atas dasar norma hukum yang lebih eksplisit itulah kemudian, kami yang memiliki pandangan hukum, semua fraksi, mayoritas fraksi itu menyepakati memilih yang jelas saja yang sudah berbunyi dalam putusan," sambungnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.