KOMPAS.com - Sebuah unggahan tangkapan layar berisi curhat warganet yang menyebut emosinya mudah tersulut ketika berkomunikasi dengan keluarga ramai di X (Twitter).
Curhatan tersebut diunggah oleh akun @tanya*** pada Jumat (23/8/2024). Hingga Sabtu (24/8/2024), postingan itu telah dilihat hampir 900 ribu kali, disukai 24 ribu akun, dan lebih dari dua ribu orang membagikan ulang.
"kenapa ya sender tiap ngomong sama keluarga selalu bawaannya pingin marah gitu ya?? padahal sender juga nggak bermaksud marah2 kok tapi setiap mereka tanya ke sender, sender jawabnya emosi gitu," bunyi keterangan dalam unggahan.
Tak sedikit warganet yang ikut menanggapi. Sebagian menyebut mereka merasakan hal yang sama.
Sementara lainnya berpendapat bahwa hal itu dipengaruhi oleh trauma, cara mendidik, dan keinginan untuk dimengerti.
Lantas, apa penyebab seseorang mudah marah saat bicara dengan keluarga?
Baca juga: Mengapa Wanita Mudah Marah Saat Menjelang Haid?
Kenapa mudah marah saat bicara dengan keluarga?
Psikolog dan dosen Fakultas Unika Soegijapratna Semarang, Christine Wibhowo, mengibaratkan hubungan keluarga seperti sendok dan garpu.
Artinya, semakin dekat hubungan antar-manusia, maka potensi gesekan atau konflik yang akan terjadi juga semakin tinggi.
Selain itu, perasaan mudah marah dengan keluarga atau orang dekat muncul karena dalam hati seseorang tertanam harapan yang tinggi.
Ia mencontohkan, seperti ibu yang mengajari anaknya dan berharap kelak bisa tumbuh pintar. Tak jarang, sang ibu merasa gemas atau menjadi tidak sabar dan suka marah sembari mengajar.
"Tapi beda kalau guru ngajari muridnya yang bukan anak kandungnya, itu lebih sabar karena tidak punya ekspektasi tinggi. Mikirnya saya ngajar murid itu kalau paham oke, kalau tidak paham saya ulangi lagi," jelasnya, kepada Kompas.com, Sabtu (24/8/2024).
Secara terpisah, psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikoologi Universitas Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo menambahkan, perasaan marah bisa muncul ketika keluarga sering memberikan pertanyaan yang bersifat investigatif.
Akibatnya, muncul perasaan tidak nyaman yang kemudian diekspresikan dengan memberikan jawaban kurang ramah dan terkesan seperti marah.
Berbeda halnya jika bersama teman. Menurut Ratna, seseorang akan lebih bebas karena merasa tidak ada yang menghakimi mereka.
"Sama teman kan ada bercandanya, bawaanya tidak serius, tidak ada curiosity (keingintahuan) mengarah ke sesuatu yang menghakimi," terangnya, saat dihubungi oleh Kompas.com, Sabtu.
Tak hanya itu, perasaan marah juga disebabkan karena trauma terhadap peristiwa masa lalu yang berkaitan dengan keluarga.
Ketika ada kejadian yang tidak menyenangkan terjadi, alam bawah sadar bisa menyimpan memori tersebut. Dengan kondisi ini, mengobrol dengan keluarga akan menjadi pemicu atau trigger, sehingga tanpa sengaja saat memberikan jawaban sekan seperti marah.
"Tapi orang bisa juga menyadari omonganya di satu sampai lima menit awal, sampai situ akan keluar aslinya," tambah Ratna.
Baca juga: Kenapa Kita Mudah Marah dan Pembuat Rasa Pilu di Hari Valentine
Apakah mudah marah saat berbicara dengan keluarga tanda mental tidak sehat?
Guru Besar Departemen Perilaku, Kesehatan Lingkungan, dan Kedokteran Sosial Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yayi Suryo Prabandari menjelasakan, jika emosi muncul saat baru bicara, tetapi bisa segera dikontrol dan diredakan, berarti keadaan mental tidak terganggu.
Keadaan mental yang baik ditandai oleh kemampuan mengetahui potensi dirinya. Artinya, seseorang mampu mengatasi tekanan dan dapat berkontribusi pada sekitar.
Bagi remaja, menurut Yayi, perasaan mudah marah saat bicara dengan keluarga merupakan hal yang lumrah.
"Kalau yang merasakan seperti itu usianya sekitar 13 sampai 18 tahun, sebetulnya masih bisa maklumi karena remaja penuh gejolak dan kebimbangan antara meninggalkan dunia anak-anak dan memasuki usia dewasa," paparnya, kepada Kompas.com, Sabtu.
Hormon pada remaja juga akan berubah seiring mengalami pubertas, sehingga emosi umumnya menjadi lebih labil.
Meski begitu, perasaan mudah marah tidak bisa dibiarkan dan harus diatasi dengan cara berdialog dan meluruskan ketidakselarasan.
"Bila dewasa yang mengalami, bisa merefleksikan kembali, mungkin pernah ada konflik yang belum terselesaikan," katanya.
Yayi menambahan, konflik tidak selelu berkonotasi negatif, terkadang konflik bisa menjadi jembatan hubungan manusia agar saling memahami.
Baca juga: Kenapa Kita Mudah Marah Akhir-akhir Ini dan Upaya Meredakannya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.