KOMPAS.com - Indonesia menyimpan banyak kisah sejarah kebencanaan yang luar biasa. Salah satunya adalah letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883.
Erupsi Krakatau yang terjadi pada 26 Agustus 1883 ini bahkan tercatat sebagai salah satu letusan gunung berapi terdahsyat dalam sejarah dunia.
Baca juga: Adakah Kaitan Erupsi Gunung Marapi, Anak Krakatau, dan Ili Lewotolok?
Bagaimana tidak, letusan gunung yang terletak di antara Pulau Jawa dan Sumatera ini bahkan mampu mengubah cuaca dunia.
Awal kisah
Dikutip dari NOAA, kisah ini bermula dari laporan kapten kapal perang Jerman Elisabeth pada Mei 1883. Kapten kapal tersebut menyebut adanya aktivitas vulkanik kecil dari gunung Krakatau.
Sang kapten mungkin tak menyangka, dokumentasi yang dia ambil saat itu menjadi rekaman pertama dari erupsi Krakatau dalam sejarah manusia.
Selama beberapa bulan berikutnya, beberapa kapal dagang dan ekspedisi ilmiah turut melihat dan mendokumentasikan kondisi serupa. Mereka mendengar adanya suara ledakan, awan hitam, penampakan lava pijar, atau lemparan batu.
Meski begitu, mereka tidak memprediksi skala bencana yang akan terjadi dari ledakan Krakatau selanjutnya.
Letusan "kolosal" Krakatau
Pada 26 Agustus 1883, letusan dahsyat terjadi setelah Karakatau mengeluarkan serangkaian letusan.
Dikutip dari laman Kementerian ESDM, ledakan tersebut sangat keras. Bahkan mungkin menjadi ledakan terkeras yang pernah didengar manusia hingga saat ini.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gunung Krakatau Meletus, Menggelapkan Langit dan Menurunkan Suhu Dunia
Sebagai gambaran, kencangnya suara ledakan itu bahkan terdengar dalam radius 4.600 km dari Krakatau. Suara ini didengar oleh 1/8 penduduk Bumi saat itu.
Ledakan gunung Krakatau saat itu tercatat dalam The Guiness Book of Records sebagai ledakan paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Dua pertiga pulau Krakatau bahkan runtuh ke dalam laut. Tak hanya itu, ledakan itu melemparkan batu-batu dan abu vulkanik.
Semburan abu vulkaningnya mencapai ketinggian 80 kilometer.
Picu tsunami 40 meter
Ledakan dahsyat Krakatau yang terjadi memiliki kekuatan setara dengan 200 megaton bom. Ini seperti 30.000 bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II.
Bukan hanya suara yang menggelegar, erupsi Krakatau juga menghasilkan gelombang maut. Ya, tsunami setinggi 40 meter menyapu bersih wilayah di sepanjang Selat Sunda.
Tercatat jumlah korban tewas akibat tsunami besar itu mencapai 36.417 jiwa. Setidaknya 295 kampung di sekitar Selat Sunda luluh lantak.
Gelombang tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii dan Semenanjung Arab yang berjarak 7.000 kilometer.
Baca juga: Apakah Gunung Anak Krakatau Miliki Potensi Meletus Hebat Seperti Tahun 1883?
Hari-hari kegelapan Dunia
Suara dan tsunami yang dahsyat seolah tidak cukup menggambarkan kondisi dunia akibat letusan Krakatau.
Erupsi pada 1883 ini memuntahkan jutaan kubik material vulkanik ke atmosfer. Abu vulkanik menyebar ke seluruh dunia.
Sekitar 800.000 kilometer kubik langit dunia diselimuti muntahan Krakatau. Kondisi ini membuat dunia ada dalam kegelapan selama dua setengah hari.
Abu yang ada menutupi langit bahkan menyebabkan efek halo di sekitar bulan dan matahari.
Efek dari abu ini juga menghalangi sinar matahari. Dunia mencatat penurunan suhu global sebanyak 0,5 derajat Celcius akibat letusan ini.
Penurunan suhu ini terjadi selama setahun.
Suhu dunia baru kembali normal 5 tahun berikutnya pada tahun 1888. Ini berimbas pada iklim dunia.
Lahirnya anak Krakatau dan kisah yang terus berlanjut
Krakatau "tertidur" setelah letusan besar itu hingga 1927. Pada 1927, erupsi kembali terjadi dan meruntuhkan gunung ini.
Meski begitu, runtuhnya gunung Krakatau melahirkan gunung Anak Krakatau.
Baca juga: Mengenang Letusan Krakatau 26 Agustus 1883, Terkuat Sepanjang Sejarah
Pada Desember 2018, erupsi Anak Krakatau Kembali memicu tsunami yang menewaskan ratusan korban jiwa.
Anak Krakatau masih terus tumbuh hingga saat ini. Citra satelit selama Agustus 2018 hingga Januari 2019 menunjukkan perubahan morfologi gunung tersebut.
Hingga kini, Anak Krakatau menjadi salah satu gunung berapi aktif yang ada di Indonesia. Statusnya pada April 2024 status gunung ini adalah level II atau waspada.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.