KOMPAS.com - Jepang dikenal sebagai negara dengan budaya kerja keras dan disiplin tinggi. Tapi ternyata negara ini menyimpan sebuah fenomena sosial yang unik dan mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang.
Fenomena ini disebut jouhatsu. Secara harfiah, jouhatsu berarti "menguap" atau menghilang.
Baca juga: 7 Tempat Misterius di Mana Orang-orang Menghilang Tanpa Jejak
Jouhatsu merujuk pada orang-orang yang secara sengaja menghilang dari kehidupan mereka, meninggalkan rumah, pekerjaan, bahkan keluarga, tanpa jejak.
Ketika orang memilih untuk menghilang
Ada banyak alasan mengapa orang memilih melakukan jouhatsu.
Dikutip dari LADbible, tekanan finansial, masalah pekerjaan, dan stigma sosial terkait kebangkrutan menjadi beberapa faktor pendorong utama.
Bukan rahasia lagi, budaya malu di Jepang sangat kuat jika terkait kegagalan. Budaya ini disebut dengan sekentei.
Kegagalan kemudian menjadi beban mental yang berat bagi orang Jepang.
Inilah yang kemudian membuat banyak orang merasa lebih mudah untuk menghilang daripada menghadapi konsekuensi sosial dari masalah mereka.
Puluhan ribu orang "menguap" setiap tahun
Fenomena jouhatsu cukup massif di Jepang. Menurut laporan TIME pada 2017, diperkirakan hampir seratus ribu orang Jepang menghilang tanpa jejak setiap tahunnya.
Angka ini masih berlanjut hingga kini.
Dikutip dari Kompas.id, data kepolisian Jepang menunjukkan pada tahun 2022 terdapat 84.910 warga Jepang yang dilaporkan hilang.
Baca juga: Kekasih Menghilang Tanpa Kabar dan Kepastian, Apakah Itu Ghosting?
Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum pandemi. Sebelum wabah COVID-19 menyerang, rata-rata ada 83.283 orang yang menghilang per tahun.
Sudah ada sejak tahun 60-an
Fenomena jouhatsu ini bukanlah sesuatu yang baru di Jepang. Istilah jouhatsu sendiri mulai digunakan pada tahun 1960-an.
Saat itu, tingkat perceraian di Jepang sangat rendah. Banyak orang merasa lebih mudah untuk menghilang disbanding menjalani proses perceraian yang rumit.
"Di Jepang, lebih mudah untuk menghilang," kata sosiolog Jepang, Hiroki Nakamori dikutip dari BBC.
Di negara matahari terbit, privasi adalah hal yang sangat dilindungi. Ini membuat orang yang melakukan jouhatsu bisa bebas menarik uang dari ATM tanpa ditandai.
Artinya, anggota keluarga tidak dapat mengakses video keamanan yang mungkin merekam orang tersebut.
"Polisi tidak akan campur tangan kecuali ada alasan lain seperti kejahatan atau kecelakaan," imbuhnya.
Perusahaan penyedia layanan jouhatsu
Fenomena jouhatsu sendiri tidak dilakukan sendiri oleh individu yang ingin menghilang. Ada perusahaan yang menyediakan layanan "menghilang" ini.
Baca juga: Menghilang 75 Tahun, Pasangan Ini Ditemukan Sudah Jadi Mumi
Perusahaan-perusahaan ini membantu klien mereka menghilang diam-diam, dari mengurus akomodasi baru hingga mendapatkan identitas baru.
Biaya yang ditawarkan perusahaan-perusahaan ini bervariasi. Tapi, banyak klien rela membayar mahal demi kebebasan dan ketenangan yang mereka cari.
Dampak psikologis
Meskipun menghilang terlihat sebagai solusi, nyataya jouhatsu membawa banyak konsekuensi emosional yang berat.
Banyak dari mereka yang menghilang mengalami perasaan penyesalan dan kesedihan yang mendalam setelah memutuskan semua hubungan dengan kehidupan lama mereka?.
Jouhatsu tidak hanya berdampak pada orang yang memilih untuk menghilang, tetapi juga pada keluarga dan orang-orang terdekat yang ditinggalkan.
Orang-orang yang ditinggalkan merasa terkejut, sedih, bahkan menyalahkan diri atas keputusan yang diambil oleh orang yang memilih menghilang.
Budaya jouhatsu di Jepang adalah cerminan dari tekanan sosial dan ekonomi yang intens di negara tersebut.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana beberapa orang merasa bahwa satu-satunya jalan keluar dari situasi mereka adalah dengan menghilang dan memulai hidup baru.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.