Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NASA Deteksi Medan Listrik yang Picu Angin Supersonik, Bisa untuk Mencari Planet Layak Huni

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Carl Wang
NASA ungkap medan listrik tersembunyi di Bumi.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Medan listrik aneh di sekitar Bumi, yang sudah lama diduga ada, kini akhirnya terdeteksi untuk pertama kalinya berkat pengamatan dari roket Endurance milik National Aeronautics and Space Administration (NASA).

Melalui pengamatan tersebut, ilmuwan berhasil mengukur medan listrik di seluruh planet yang dianggap sama pentingnya dengan keberadaan gravitasi dan medan magnet, dikutip dari laman resmi NASA, Kamis (29/8/2024).

NASA juga meyakini bahwa medan listrik tersebutlah yang selama ini menyebabkan angin kutub meluncurkan partikel-partikel ke luar angkasa dengan kecepatan supersonik.

Kecepatan supersonik adalah kecepatan yang lebih cepat daripada kecepatan suara. Kecepatan suara di udara kering pada permukaan laut dengan suhu 20 °C adalah sekitar 343,2 m/s (1.126 ft/s; 768 mph; 667,1 kn; 1.236 km/h). 

Dalam makalah baru yang terbit pada 28 Agustus 2024 di  Jurnal Nature, peneliti menyebutnya sebagai “medan listrik ambipolar”, yaitu medan listrik lemah yang menyelimuti seluruh planet, dan pertama kali dihipotesiskan pada 60 tahun lalu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: NASA Umumkan Kepulangan Dua Astronot yang Terdampar di Luar Angkasa

Medan listrik tersembunyi di Bumi

Dikutip dari Newsweek, Kamis, medan listrik ambipolar diperkirakan menjadi pendorong utama partikel bermuatan yang mengalir ke ruang angkasa di atas kutub atau yang dikenal sebagai angin kutub.

Angin kutub itu mungkin juga telah memengaruhi atmosfer Bumi dengan beberapa cara lain.

Medan listrik ambipolar Bumi adalah fenomena yang terjadi di ionosfer, bagian atas atmosfer Bumi, di mana ion dan elektron hadir dalam jumlah yang signifikan.

Di ionosfer Bumi, elektron dan ion dapat melayang terpisah. Untuk menjaga kepadatan muatan positif dan negatif hampir sama, maka medan listrik berkembang, dan inilah yang disebut sebagai medan listrik ambipolar.

Ion hidrogen khususnya terlihat terdorong ke luar dengan kekuatan 10,6 kali lebih kuat daripada gaya gravitasi yang menariknya kembali ke bawah.

“Itu lebih dari cukup untuk melawan gravitasi, bahkan itu cukup untuk meluncurkan ion-ion itu ke angkasa dengan kecepatan supersonik,” kata rekan penulis studi Alex Glocer, seorang ilmuwan proyek Endurance di NASA Goddard.

Baca juga: Terjebak di Luar Angkasa, Misi 8 Hari Astronot NASA Malah Jadi Setahun

Bisa digunakan mencari planet layak huni

Sejak akhir tahun 1960-an, angin kutub tersebut telah membingungkan para ilmuwan.

Pasalnya, setiap pesawat ruang angkasa yang terbang di atas kutub Bumi tersebut mendeteksi adanya aliran partikel yang mengalir dari atmosfer Bumi ke luar angkasa.

Selain itu, partikel-partikel yang dihasilkannya tidak tampak seperti dipanaskan, namun bergerak lebih cepat dari kecepatan suara.

“Pasti ada sesuatu yang menarik partikel-partikel ini keluar dari atmosfer,” kata penulis utama studi tersebut, Glyn Collinson, peneliti utama Endurance di Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland.

Untuk sampai ke medan listrik ambipolar, misi roket NASA Endurance diluncurkan dari pulau Svalbard di Norwegia, hanya beberapa ratus mil dari kutub utara.

Kemudian pada Mei 2022, roket tersebut terbang ke ketinggian sekitar 480 mil dan mengukur perubahan tegangan atmosfer.

“Svalbard adalah satu-satunya tempat peluncuran roket di dunia di mana ia dapat terbang melalui angin kutub dan melakukan pengukuran yang kami perlukan,” kata salah satu penulis studi tersebut, Suzie Imber, seorang fisikawan antariksa dari University of Leicester.

Roket milik NASA itu hanya mengukur perubahan 0,55 volt pada rentang ketinggian 322 mil.

“Setengah volt hampir tidak ada apa-apanya, hanya sekuat baterai jam tangan. Tapi itu adalah jumlah yang tepat untuk menjelaskan angin kutub,” kata Collinson.

Ia mengatakan, memahami atmosfer sangat penting untuk evolusi Bumi dan membantu ilmuwan menemukan planet lain yang dapat dihuni.

Mereka percaya, setiap planet dengan atmosfer cenderung memiliki medan ambipolar.

“Setiap planet yang memiliki atmosfer seharusnya memiliki medan ambipolar,” kata Collinson.

“Sekarang setelah kita akhirnya mengukurnya, kita bisa mulai mempelajari bagaimana medan ini membentuk planet kita dan planet-planet lain dari waktu ke waktu," tambahnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi