“Untuk pertama kalinya, kita akan memiliki sesuatu yang lebih cerdas daripada manusia terpintar” - Elon Musk, Forbes, 2023.
PADA Seminar Nasional Kecerdasan Buatan (AI/Artificial Intellegence) di Univesias Padjajaran, Jumat (15/11/2024), yang dihadiri Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif Yovie Widianto, Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemenkomdigi Wayan Toni Supriyanto, penulis sebagai pembicara tertarik mencuatkan konsep spesifik pengembangan AI, SMART (Specific, Micro Business, Aman, Risk Based Regulation, Terkendali).
Hal ini dirasa penting guna menggeser posisi AI sebatas aplikasi hype dalam lanskap tranformasi digital mutakhir.
Sekaligus merujuk yang disampaikan Elon Musk: titik pekerjaan manusia semakin minim, dan bagaimanakah peran manusia ke depan ketika AI jadi lebih cerdas daripada manusia.
Sebelum menjelaskan apa itu SMART, ada tiga concern utama penulis. Pertama, AI hari ini adalah Science Zeitgeist atau semangat zaman dalam ilmu pengetahuan.
Manifestasi ilmu pengetahuan dalam teknologi ini telah merambah hampir semua sektor, mulai keuangan, manufaktur, hingga marketing.
Di bidang keuangan, AI bisa mendukung robo-advisor yang mengelola aset hingga triliunan dollar AS serta memberikan saran investasi yang dipersonalisasi.
Manufaktur mendapatkan manfaat predictive maintenance, yang mampu mengurangi downtime alat hingga 50 persen sehingga mengerek produktivitas dan efisiensi.
AI yang berkonsep awal di tahun 1950 guna meniru kecerdasan manusia, akhirnya melahirkan konsep Machine Learning (ML) yang memungkinkan mesin belajar tanpa instruksi eksplisit.
Setelah itu, Deep Learning (DL) sebagai cabang ML yang memungkinkannya belajar data lebih kompleks.
Generative AI menjadi puncak evolusinya kini, ketika mesin menghasilkan konten baru (teks, gambar, video) berdasarkan pola yang telah dipelajari sebagaimana hari ini kita biasa gunakan ChatGPT dan DALL-E.
Karenanya, dunia berhutang banyak ke tokoh utama sejarah AI, seperti John J. Hopfield (Pemenang hadiah Nobel Fisika 2024) dengan "Jaringan Hopfield" (1982); Jaringan saraf tiruan pertama yang menjadi dasar penting kecerdasan buatan dan berdampak luas di bidang komputasi, biologi, dan neurosains.
Tentu, ada Geoffrey Hinton sebagai "Godfather of AI" (akhir 80-an), juga pemenang hadiah Nobel Fisika 2024 -yang bersama ilmuwan lainnya memberikan kontribusi besar dalam DL, pengembangan jaringan saraf tiruan yang meniru cara kerja otak manusia.
Hasil risetnya memberikan dasar kuat perkembangan teknologi AI modern yang digunakan dalam pengenalan suara, klasifikasi gambar, hingga mobil otonom.
Demis Hassabis dan John Jumper dari Google DeepMInd bersama David Baker -para pemenang hadiah Nobel Kimia 2024- juga harus disebut karena pencapaian mereka menggunakan AI untuk memecahkan masalah struktur protein, sebuah pencapaian yang berdampak besar dalam ilmu biologi dan mediis.
Kedua, munculnya kekhawatiran terkait AI, terutama terkait beberapa sifat dasar AI seperti inaccuracy, hallucination, unexplainability, bias, unfairness, privacy, dan keamanan.
Studi menunjukkan, 70 persen organisasi yang menggunakan AI telah mengalami pelanggaran keamanan. Survei lainnya menunjukkan 61 persen responden telah mengalami konsekuensi negatif AI.
Maka, tokoh filsafat AS dari Princeton University, Harry G. Frankfurt menyebutkan, ChatGPT dan model AI sejenis hakikatnya dirancang untuk “meyakinkan” alih-alih akurat, sehingga menghasilkan apa yang disebutnya soft bullshitter –AI lebih fokus menghasilkan teks meyakinkan ketimbang teks yang benar.
Jadi sebenarnya, bila tidak digunakan secara hati-hati, AI menjadi sumber post-truth. Artinya, semua yang menjadi output dari AI dianggap canggih dan oleh karena itu benar, padahal terkadang salah.
Senada, Noam Chomsky, profesor linguistik global dari Massachusetts Institute of Technology mengatakan, AI dan Chat GPT punya empat karakter artifisial.
Yakni Plagiarisme Berteknologi Tinggi (AI generatif hanya menebak kata berikutnya, bukan pemahaman sebenarnya). Autofill yang diperindah (teks terlihat alami, tapi sebatas autofill yang diperindah).
Lalu kesan palsu (pemilihan kata mengejutkan memberi kesan adanya proses kompleks), serta tidak dirancang untuk pemahaman (tidak memberikan pemahaman tentang bahasa, pembelajaran, atau kecerdasan).
Bahkan, Hinton sebagai "Goodfather of AI" telah mundur dari Google pada tahun 2023 karena keprihatinannya akan risiko AI.
Hinton memiliki kekhawatiran atas tiga risiko AI bagi manusia dan kemanusiaan, yakni penyalahgunaan teknologi AI, hilangnya kontrol manusia, serta kita belum sepenuhnya memahami konsekuensi jangka panjang kemajuan pesat AI.
Penyalahgunaan teknologi AI, misalnya, upaya melakukan Deepfake meningkat 3.000 persen selama setahun terakhir, dan tren ini diperkirakan akan berlanjut (Hasil Studi Onfido, 2023).
Tertarik dengan iklan investasi palsu Deepfake “Elon Musk” yang menjanjikan imbal hasil cepat, pensiunan Steve Beauchamp kehilangan uang sebesar 690.000 dollar AS karena tertipu.
Karyawan senior perusahaan di Hong Kong mentransfer 25 juta dollar AS kepada penipu yang menyamar sebagai CFO saat video conference.
Seorang pekerja keuangan di perusahaan multinasional ditipu untuk membayar 25 juta dollar AS, setara Rp 392,97 miliar, kepada penipu menggunakan teknologi deepfake.
Korban ditipu dengan disuruh untuk menghadiri panggilan meeting video yang disebut akan dihadiri oleh beberapa beberapa anggota staf lainnya. Namun, semuanya sebenarnya adalah hasil deepfake.
Penyalahgunaan lain adalah malware menggunakan LLM. Worm (jenis malware) yang menggunakan LLMs dapat menulis ulang kode mereka sendiri.
Dengan API OpenAI, worm dapat memanfaatkan GPT untuk menghasilkan kode yang berbeda untuk setiap target yang terinfeksi dan mempersulit deteksi.
Berikutnya adalah 0-day exploit democratization. Kerentanan pada software tereksploitasi sebelum developer mengidentifikasi atau memperbaikinya.
AI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerentanan, juga disalahgunakan untuk memanfaatkan kerentanan tersebut. Saat ini belum umum, tetapi kemungkinan besar akan terjadi dalam waktu dekat.
Poin terakhir adalah risiko AI berdasarkan kekhawatiran Sang "Godfather of AI", Hinton, adalah hilangnya kontrol manusia.
Mobil otonom mengandalkan AI untuk pengambilan keputusan. Namun, sering kali mengalami kesulitan dalam mengenali hambatan tak terduga, yang kadang, hal tersebut menyebabkan kecelakaan.
Di Amerika Serikat, AI otomotif menyebabkan 25 kematian, cedera, dan kerusakan properti. Beberapa contoh kegagalan mobil otonom: Kecelakaan Uber, insiden tragis yang menewaskan Elaine Hezberg pada 2018 menimbulkan kekhawatiran serius.
Kecelakaan Baidu, mobil otonom Baidu menabrak pejalan kaki di Wuhan. Juga, fitur autopilot Tesla telah dikaitkan dengan 13 kecelakaan fatal.
Hilangnya kontrol pada chatbot juga pernah menjadi kasus menggegerkan, Chatbot Microsoft Tay pada 2016.
Tay adalah AI chatbot untuk Twitter yang dirilis oleh Microsoft Corporation pada 23 Maret 2016. Tay menyebabkan kontroversi karena mengeluarkan kicauan-kicauan tidak menyenangkan dan di-nonaktif-kan setelah sekitar 16 jam setelah diluncurkan.
Lebih lanjut, Hinton mengatakan bahwa sejauh ini kita tidak bisa mengetahui sejauh apa dampak AI bagi manusia dan kemanusiaan ke depan.
Senada dengan Hinton, Daron Acemoglu, pemenang Nobel Ekonomi 2024 mengkhawatirkan bahwa AI semakin menambah disparitas dan divide di dunia.
Satu kelompok manusia dan negara akan semakin menjadi super kaya, dan satu kelompok lain akan menjadi semakin miskin dan terpuruk.
AI menjadi semacam blackhole kekayaan dan kekuatan. Mengambil istilah dari Jean Baudrillard, AI tidak hanya kan menjadi dominasi si kuat terhadap si lemah, tapi AI benar-benar menjadi hegemoni yang jauh lebih menakutkan ketimbang bom atom.
Dampak langsung yang kasat mata, misalnya, AI telah dan terus berdampak terhadap pekerjaan manusia, baik secara destruktif/konstruktif.
Di China, misalnya, adopsi Robotaxi (taksi tanpa sopir) telah menggantikan pekerja level bawah, dan tren ini diperkirakan terus menyebar ke negara lain.
Kompetisi utama terlihat antara Amerika Serikat dan China, di mana kedua negara ini berinvestasi besar dalam teknologi AI untuk mempertahankan dominasi global.
Contohnya, China telah memperluas penggunaan Robotaxi di 19 kota, sementara AS melalui Waymo menjalankan uji coba terbatas.
Lebih lanjut, Sundar Pichai, CEO Google, bahkan baru-baru ini mengungkapkan statistik mengejutkan bahwa lebih dari 25 persen kode baru Google kini dihasilkan AI. Dan ini mulai terjadi di berbagai bidang kehidupan.
Prinsip S.M.A.R.T
Menimbang seluruh diskusi kita di atas, menurut penulis, Indonesia perlu memformulasikan strategi AI yang paling tepat untuk memaksimalkan nilai guna AI bagi masyarakat Indonesia dan di sisi lain meminimalkan risikonya.
Dalam hal ini, penulis menawarkan Prinsip SMART untuk menjadi alternatif paradigma penerapan AI di Indonesia agar manfaatnya maksimal dampaknya minimal dan relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Prinsip ini menawarkan pendekatan berorientasi hasil dan relevansi, menjadikan AI sebagai alat yang benar-benar bermanfaat di tengah perubahan global.
S dengan kepanjangan Spesific bermakna bahwa AI dioptimalkan untuk bidang dan tujuan spesifik agar tidak terjebak “halusinasi” dari AI, yang mengutip dari pidato Warek Unpad Prof. Widya Setyabudi Sumadinata telah dianggap dan seolah diposisikan sebagai “tongkat midas” yang mengubah apa pun menjadi emas.
Sebaiknya pengembangan AI di Indonesia fokus pada AI yang memiliki kegunaan spesifik serta hasilnya bisa diukur dengan baik. Tidak terjebak pada hype bahwa AI adalah tongkat midas.
Pemerintah, kementerian/lembaga, industri dan berbagai institusi di Indonesia sebaiknya mendefinisikan dengan baik use-case use-case AI yang hendak dikembangkan dan tentu dikaitkan dengan kebutuhan nyata serta kapabilitas spesifik AI yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan nyata tersebut.
Sebagai contoh, misalnya, adalah sistem pendeteksi fraud untuk perbankan, sistem pendeteksi keuangan untuk membantu mendeteksi adanya anomali di laporan keuangan berbagai institusi raksasa, sistem AI untuk optimasi rute ratusan ribu atau jutaan kurier yang saat ini marak di Indonesia, sistem AI untuk prediksi kemacetan, dan masih banyak lagi.
M singkatan dari Micro Business atau UMKM. Penerapan AI yang sebenarnya sudah berlangsung lama di berbagai online-transportation serta marketplace sungguh akan membantu dan dibutuhkan oleh para partner yang dalam hal ini bisa dianggap sebagai usaha mikro, kecil atau menengah.
Penerapan AI oleh eFisher, ‘Mas Ahya’ yang memanfaatkan kekuatan kecerdasan buatan generatif (generative AI) mencakup analisis data real-time, rekomendasi pakan yang disesuaikan, dan pemantauan kondisi lingkungan kolam.
Ini juga merupakan contoh yang bisa menginspirasi bidang-bidang bisnis mikro, kecil, menengah yang lain.
A, yakni Aman. Insitusi yang mengembangkan dan mengoperasikan AI untuk mendukung aktifitasnya haru memastikan penerapan data governance, AI governance serta penerapan manajemen dan teknis keamanan informasi dan cybersecurity.
Hal ini agar risiko-risiko yang inheren pada AI sekarang seperti inaccuracy, unexplainability, hallucination, bias, unfairness, kebocoran data pribadi, tidak adanya accountability bisa dimitigasi dan diminimisasi.
R adalah Risk Base Regulation, yaitu perlu hadirnya regulasi berbasis risiko. Dalam hal ini, penulis merekomendasikan untuk belajar dari Undang-Undang AI dari Uni Eropa yang mulai berlaku 1 Agustus 2024.
Risiko AI dalam Undang-Undang AI ini terbagi atas risiko tak dapat diterima, tinggi, terbatas, dan minimal.
Risiko tak dapat diterima contohnya AI yang memanipulasi perilaku, AI yang eksploitasi karakteristik rentan dari masyarakat atau manusia, pemberian skor sosial - misalnya social credit scoring- oleh otoritas, dan identifikasi biometrik jarak jauh real-time untuk penegakan hukum.
Risiko tinggi contohnya evaluasi kelayakan kredit, asuransi, atau bantuan publik, analisis lamaran pekerjaan, hingga komponen keselamatan produk.
Risiko terbatas contohnya meliputi sistem AI yang berinteraksi dengan konsumen, dan Generative AI yang menciptakan atau memanipulasi konten (seperti gambar, audio, atau video).
Sementara risiko minimal mencakup penyaring spam dan video game yang didukung oleh AI. Kerangka aturan berbaris resiko ini memprioritaskan perlindungan sekaligus memastikan aplikasi AI sesuai standar etika, keselamatan, dan hak asasi manusia.
T, yakni Terkendali bermakna bahwa dilakukan serangkaian manajemen pengelolaan. Contoh sederhana adalah bagaimana kehadiran AI tidak membuat para siswa di sekolah-sekolah kita menjadi semakin malas belajar dan malahan akan kehilangan kemampuan dasar seperti mengarang, berhitung, matematika, dan lain-lain.
Bila kehadiran AI di dalam dunia pendidikan malah menjadikan para pelajar kita melemah pengetahuan dan kompetensinya, artinya kehadiran AI di sini tidak terkendali.
Sebaiknya pemerintah maupun institusi yang menerapkan AI, memastikan prinsip-prinsip pengendalian AI yang sesuai dan relevan dengan bidangnya, mengikuti pesan "Godfather of AI", “Pastikan AI masih tetap ada dalam kendali kita dan melayani manusia dan kemanusiaan sesuai tujuan kita.”
Pastikan AI meningkatkan kreativitas, kemanusiaan dan empati; dan kendalikan agar tidak terjadi sebaliknya.
Sebaiknya buat road map 5 tahunan, yang dipantau tiap tahun, bahkan tiap kuartal. Buat fokus untuk pengembangan AI masing-masing serta langkah cepat optimalisasinya maupun pengendaliannya bila ke luar jalur.
Siapkan penegakan hukum untuk kejahatan berbasis AI seperti Deepfake, Deepscam, dan lain-lain.
The last but not least, strong leadership dari kepemimpinan bangsa, presiden, kementerian, dan lembaga terkait dalam hal ini sangat diperlukan!
Jangan jadikan AI lepas kendali menjadi bencana kemanusiaan yang lebih buruk dari bom atom.
Namun, semoga dengan selalu tawakkal pada-Nya, kepemimpinan bangsa ini bisa menahkodai bangsa kita menjadi bangsa yang lebih sejahtera, maju, kuat, dan menebarkan keberkahan dengan pengembangan AI yang terkendali dan tepat guna.
Indonesia, mari hadirkan SMART, kecerdasan buatan yang implementasinya benar-benar cerdas!
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.