KOMPAS.com - Studi ilmiah terkini mengungkap jutaan penyintas Covid-19 masih mengalami gejala sindrom pasca-terserang infeksi virus corona SARS-CoV-2 atau long Covid-19.
Studi yang diterbitkan dalam The Lancet pada Agustus 2024 menunjukkan, semakin lama seseorang terinfeksi virus corona, semakin rendah peluangnya untuk pulih sepenuhnya.
Temuan para peneliti Inggris dan Amerika Serikat itu menyebut, waktu terbaik untuk pemulihan adalah dalam enam bulan pertama setelah terkena Covid-19.
Peluang sembuh akan semakin lebih baik bagi orang-orang yang tidak memiliki penyakit bawaan atau penyakit kronis, maupun mereka yang sudah menerima vaksin Covid-19.
Namun, orang-orang yang masih merasakan gejala dalam enam bulan atau dua tahun setelahnya, cenderung sulit pulih sepenuhnya.
"Bagi pasien yang telah berjuang dari long Covid-19 selama lebih dari dua tahun, peluang pulih sepenuhnya sangat tipis," kata salah satu penulis dan profesor kedokteran rehabilitasi di University of Leeds Inggris, Manoj Sivan, dikutip dari Reuters, Jumat (15/11/2024).
Baca juga: Bukan Cuma Bumi, Efek Lockdown Covid-19 Juga Berdampak pada Bulan
Gejala long Covid-19 yang sulit sembuh
Sivan lebih lanjut mengatakan, kondisi tersebut seharusnya disebut sebagai "persistent long Covid-19" atau "Covid-19 jangka panjang yang persisten".
Covid-19 jangka panjang yang persisten meliputi sejumlah masalah kesehatan seperti:
- Kondisi sindrom kelelahan kronis atau myalgic encephalomyelitis
- Kondisi fibromyalgia atau gangguan reumatologi yang ditandai dengan rasa nyeri di sekujur tubuh, kelelahan, gangguan tidur, gangguan memori, dan masalah suasana hati.
Long Covid-19 atau Covid-19 jangka panjang sendiri didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang bertahan selama tiga bulan atau lebih setelah infeksi awal.
Masalah kesehatan ini melibatkan serangkaian gejala yang menyerang penyintas meskipun virus corona tidak lagi menginfeksi, antara lain:
- Kelelahan ekstrem
- Kabut otak
- Sesak napas
- Nyeri sendi.
Kondisi tersebut dapat menyerang penyintas Covid-19 dengan intensitas beragam, mulai dari ringan hingga mengganggu atau melumpuhkan aktivitas sehari-hari.
Sayangnya, belum ada tes diagnostik atau perawatan yang terbukti ampuh mengatasi long Covid-19, meski para peneliti telah membuat kemajuan teori mengenai siapa yang berisiko dan kemungkinan penyebabnya.
Baca juga: Studi: Dampak Jangka Panjang Covid-19 pada Otak Setara dengan Penuaan Selama 20 Tahun
Pengalaman penyintas tak bisa sembuh sepenuhnya
Studi lain dalam Nature Communications pada 2023 menunjukkan, hampir sepertiga dari mereka yang melaporkan gejala pada minggu ke-12 setelah infeksi pulih setelah 12 bulan.
Akan tetapi, pasien lainnya, terutama mereka yang dirawat di rumah sakit, menunjukkan tingkat pemulihan yang jauh lebih rendah.
Leticia Soares, pasien berusia 39 tahun di timur laut Brasil terinfeksi virus corona pada 2020 mengaku, telah berjuang melawan kelelahan hebat dan nyeri kronis sejak terkena Covid-19.
Pada hari yang dinilai baik, dia hanya mampu menghabiskan waktu sekitar lima jam di luar tempat tidur.
Soares mengonsumsi antihistamin dan pengobatan lain yang umum tersedia guna menjalani aktivitas sehari-hari.
"Hal ini sungguh melumpuhkan dan mengisolasi. Anda menghabiskan waktu dengan bertanya-tanya, 'Apakah kondisi saya akan semakin memburuk setelah ini?'" katanya, dikutip dari Japan Times, Jumat.
Senasib, Wachuka Gichohi mengatakan, ada beberapa frasa yang sulit diterimanya setelah menjalani empat tahun hidup dengan long Covid.
Belum lagi, kondisi kelelahan yang melemahkan, nyeri, serangan panik, dan gejala lain yang demikian parah membuat pasien berusia 41 tahun asal Kenya itu kian takut akan meninggal dalam semalam.
"'Semoga cepat sembuh' atau 'semoga Anda cepat pulih'. Menurut saya, Anda harus menerima kenyataan, bagi saya, hal itu tidak akan terjadi," kata dia.
Baca juga: Asal Muasal Pandemi Covid-19 dari Pasar, Bukan Kebocoran Laboratorium
Long covid-19 kurang menjadi perhatian
Sementera itu, dalam sebuah penelitian yang dikelola oleh Kantor Statistik Nasional Inggris, dua juta orang melaporkan gejala Covid-19 jangka panjang pada Maret lalu.
Sekitar 700.000 orang atau 30,6 persen di antaranya mengaku pertama kali mengalami gejala setidaknya tiga tahun sebelumnya.
Secara global, perkiraan yang diterima menunjukkan sekitar 65 juta hingga 200 juta orang mengalami gejala Covid-19 jangka panjang.
"Itu bisa berarti antara 19,5 juta hingga 60 juta orang menghadapi gangguan selama bertahun-tahun berdasarkan perkiraan awal," kata Sivan.
Amerika Serikat dan beberapa negara seperti Jerman terus mendanai penelitian terkait long Covid-19.
Namun, lebih dari dua lusin pakar, pendukung pasien, dan eksekutif farmasi mengatakan, dana dan perhatian untuk kondisi ini semakin berkurang di negara-negara kaya lain.
Bahkan, di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah, pendanaan studi mengenai gejala pasca infeksi virus corona itu tidak pernah ada.
"Perhatian telah beralih," kata Amitava Banerjee, seorang profesor di University College London, Inggris.
Menurutnya, Covid-19 jangka panjang kini harus dilihat sebagai kondisi kronis yang dapat diobati untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, seperti pada penyakit jantung atau radang sendi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.