KOMPAS.com - Fenomena kotak kosong biasanya muncul dalam pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada).
Kotak kosong adalah fenomena ketika hanya ada satu pasangan calon (paslon) yang berkontestasi dalam pemilu.
Kondisi ini seringkali dianggap menguntungkan paslon tunggal, karena ketiadaan lawan dinilai membuka peluang lebar untuk menang. Namun, tidak selalu demikian.
Dilaporkan Kompas.id, Kamis (28/11/2024), kotak kosong menang melawan calon tunggal di Bangka dan Pangkalpinang berdasarkan hasil quick count sejumlah lembaga.
Dalam data perhitungan suara pemilihan walikota dan wakil walikota di Pangkalpinang, hasilnya kotak kosong menang dengan perolehan 55,9 persen.
Kondisi serupa juga terjadi di pemilihan Bupati di Bangka.
Tapi, kedua kondisi yang baru saja terjadi ini bukanlah kemenangan kotak kosong dalam pilkada Indonesia.
Hal yang sama juga pernah terjadi sekali pada Pilkada 2018.
Baca juga: Kotak Kosong Unggul Sementara di Dua Wilayah, Bagaimana Skenario Selanjutnya?
Sejarah kotak kosong di Indonesia
Dikutip dari Kompaspedia, Selasa (26/11/2024), istilah "kotak kosong" mulai dikenal sejak Pilkada 2015.
Fenomena kotak kosong ini terjadi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan ada lebih dari satu paslon dalam pilkada.
MK menilai, norma tersebut berpotensi mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih dan bisa menyebabkan pilkada gagal diselenggarakan.
Keberadaan paslon tunggal ini juga disebabkan oleh persoalan regulasi. Kelonggaran aturan di UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada membuat banyak calon tunggal muncul di daerah.
Pasal 40 menyebutkan, partai politik (parpol) atau gabungan parpol bisa mendaftarkan paslon jika memenuhi syarat minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu DPRD.
Mengapa bisa ada calon tunggal?
Melihat dari berbagai sisi, ada sejumlah penyebab munculnya calon tunggal dalam Pilkada. Dilansir Kompas.com (8/9/2024), penyebab ada calon tunggal, antara lain:
- Dominasi calon petahana
Calon petahana memiliki keuntungan karena pernah menjabat sebelumnya, baik dari segi popularitas dan finansial.
- Koalisi partai yang kuat
Parpol membentuk koalisi besar untuk mendukung satu calon yang dianggap berpeluang menang lebih besar. Tujuannya untuk mengurangi risiko kekalahan dan memaksimalkan peluang kemenangan.
- Biaya politik yang tinggi
Calon kepala daerah harus mengeluarkan modal yang tidak sedikit untuk kampanye, tim sukses, dan penggalangan dukungan publik.
- Ketiadaan oposisi yang kuat.
Saat parpol lokal tidak memiliki kandidat yang kompetitif untuk melawan calon dari parpol dominan, mereka lebih memilih tidak mengajukan calon daripada kalah telak.
Baca juga: Di Balik Rencana KIM Plus dan Kotak Kosong Pilkada Jakarta untuk Melawan Anies...
Kotak kosong menang dalam pilkada
Sepanjang sejarah pilkada di Indonesia, kotak kosong pernah menang satu kali dari paslon tunggal pada Pilkada Kota Makassar 2018.
Diberitakan oleh Kompas.com (10/1/2018), awalnya ada dua paslon yang resmi mendaftar untuk pemilihan wali kota Makassar.
Paslon pertama adalah Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu). Mereka diusung sepuluh partai, yakni NasDem, Golkar, PDI-P, Gerindra, Hanura, PKB, PPP, PBB, PKS, dan PKPI yang mengantongi 43 dari 50 kursi parlemen Makassar.
Kemudian paslon kedua merupakan petahana yang maju lewat jalur independen, yaitu Danny Pomanto-Indira Mulyasari (Diami). Namun di tengah perjalanan, nama Danny dan Indira dicoret oleh KPU, seperti dilaporkan Antara (27/3/2018).
Mereka didiskualifikasi setelah MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan Appi Cicu atas kepesertaan pasangan petahana ini. Keputusan tersebut akhirnya menyiskan tim Appi-Picu menjadi calon tunggal.
Kekalahan paslon tunggal ini sudah diprediksi sejak kotak kosong unggul dalam hasil quick count sejumlah lembaga survei. Hasil real count KPU juga tak jauh berbeda, kotak kosong merah 53,2 persen suara, sedangkan Appi-Cicu mendapat 46,77 persen.
Setlah hasil resmi diumumkan, tim Appi-Cicu sempat mengajukan gugatan ke MK karena menduga ada kecurangan dalam penghitungan suara, tetapi berakhir ditolak.
Pilkada 2018 akhirnya berakhir dimenangkan oleh kotak kosong.
(Sumber: Kompas.com/Aryo Putranto Saptohutomo, Hendra Cipto)
Baca juga: Daftar 41 Daerah Lawan Kotak Kosong pada Pilkada 2024, Mana Saja?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.