KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan belakangan melemah hingga pada Kamis (19/12/2024) menyentuh Rp 16.313.
Dilaporkan Kompas.com, Jumat (20/12/2024), data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) pada Kamis juga mencatat Rupiah berada di level Rp 16.277 per dollar AS dari yang sebelumnya Rp 16.100 pada Rabu (18/12/2024).
Meski pada hari ini rupiah menguat Rp 16.255 berdasarkan data Bloomberg, tetapi tidak begitu signifikan.
Merosotnya nilai Rupiah yang terjadi di tengah kabar PPN naik 12 persen mungkin menimbulkan pertanyaan, apakah keduanya saling berkaitan serta apa penyebab dan bagaimana dampaknya terhadap kelangsungan hidup masyarakat?
Baca juga: Harga Langganan Netflix, Tiket Konser, dan Mi Instan Sesudah PPN 12 Persen
Isu PPN 12 persen jadi faktor penyebab rupiah melemah
Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, PPN 12 persen menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap pelemahan nilai tukar rupiah.
Tidak hanya wacana kenaikan PPN, tetapi juga pungutan tarif baru yang akan berlaku pada 2025, di antaranya iuran BPJS Kesehatan dan Tapera.
"Itu bisa menurunkan daya beli. Jadi, kalau investor ini kan mereka misalnya beli dollar untuk impor bahan baku,"jelas Bhima, kepada Kompas.com, Jumat.
"Nah, begitu lihat prospek ke depan ini sepertinya ekonomi melambat, daya beli turun. Ini juga berpengaruh terhadap kepastian investor memasukkan uangnya, menambah kapasitas produksi tahun depan," tambahnya.
Di luar itu, anjloknya rupiah dan menguatnya dollar pasti disebabkan oleh kebijakan bank sentral AS, The Fed yang menurunkan suku bunga.
Faktor ketiga, lanjutnya, disebabkan oleh banyak investr atau pelaku usaha global yang beralih ke dollar sebagai langkah untuk mengantisipasi Donald Trump yang akan dilantik menjadi Presiden AS pada Januari 2025.
Sebab, Trump akan melanjutkan dan memperluas kebijakan perang dagang.
Akibatnya, stabilitas perdagangan di negara-negara mitra dagang AS terganggu, termasuk China, Kanada, Vietnam, dan Indonesia.
Selain itu Bhima juga menilai, kasus korupsi CSR BI dan OJK turut berkontribusi terhadap
"Ini kan lembaga yang bisa dibilang lembaga moneter yang kredibel, tapi kenapa sampai punya insiden korupsi dana sosialnya, itu menurunkan trust dari para pelaku pasar," ujar Bhima.
Begitu juga dengan Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur dalam negeri yang sedang turun di bawah level kapasitas optimal, sehingga mencerminkan bahwa ekonomi Indonesia tahun depan pertumbuhannya akan melambat.
Baca juga: Apakah Harga Tiket Pesawat Akan Naik di 2025 Imbas PPN 12 Persen?
Rupiah melemah berimbas pada masyarakat
Menurut Bhima dampak melemahnya rupiah akan dirasakan masyarakat, terutama pada momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) hingga Maret tahun depan ketika Ramadan.
Merosotnya nilai kurs dikhawatirkan akan memicu lonjakan harga jual produk di Tanah Air, terutama yang bahan bakunya impor atau barang jadi, seperti elektronik, pakaian, alas kaki.
"Itu akan diteruskan kenaikan pelemahan kurs ini kepada kenaikan harga retail di konsumen, dan itu akan memicu inflasi yang lebih tinggi lagi, ditambah PPN 12 persen. Jadi masyarakat ini tekanannya sangat besar di 2025," ungkapnya.
Tekanan itu akan terasa di kuartal I dan kuartal II 2025, jelang momen lebaran.
Kemudian, rupiah yang anjlok menyebabkan industri manufaktur harus mengurangi impor bahan baku dan kapasitas produk. Sebab, tidak semua konsumen siap menghadapi lonjakan harga. Kondisi itu membuat industri mengalami tekanan dari dua sisi karena biaya produksi dan operasional naik.
Sebagaian industri yang memiliki pinjaman valas atau pinjaman dari bank yang diberikan melalui dana mata uang asing juga akan terdampak. Selisih kurs dapat meningkatka beban bunga dan pengembalian pinjaman.
"Ini semua akan direfleksikan dari sisi kredit macet industri yang bisa meningkat, kemampuan membayar utang yang menurun," tambah Bhima.
Dampak akhirnya akan berimbas pada efisiensi karyawan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca juga: Link Petisi Tolak PPN 12 Persen, Lebih dari 130.000 Orang Sudah Tanda Tangan
Rupiah melemah dan isu PPN 12 persen, masyarakat harus bagaimana?
Bhima mengatakan masyarakat harus mulai mengencangkan ikat pinggang dengan menahan belanja barang-barang sekunder dan tersier atau menerapkan gaya hidup frugal living untuk menghadapi dampak beranai akibat rupiah melemah.
Frugal living bukan berarti pelit, tetapi hidup dengan hemat atau irit terhadap pengeluaran supaya bisa menabung lebih banyak.
Kemudian, mulai mengumpulkan dana darurat dan mengurangi belanja barang-barang impor, serta memanfaatkan fasilitas publik. Misalnya, menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi.
Sebab, rupiah yang melemah akan memengarhi harga BBM dan biaya transportasi pun menjadi lebih mahal.
"Jadi naik MRT, LRT, KRL. Transportasi publik yang lebih diutamakan untuk menghemat biaya perjalanan dari rumah ke kantor, misalnya," sarannya.
Baca juga: Deretan Bantuan Stimulus Ekonomi, Ringankan Dampak Kenaikan PPN 12 Persen
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.