KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kementerian Imigrasi mencegah Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Yasonna Hamonangan Laoly ke luar negeri.
Larangan ke luar negeri berkaitan dengan penyidikan dugaan suap perkara pergantian antarwaktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2019-2024.
Kasus tersebut melibatkan eks kader PDI-P Harun Masiku yang masih berstatus sebagai buronan sejak 2020.
Pernah copot Dirjen Imigrasi imbas kasus Harun Masiku
Menilik ke belakang, pada 2020, Yasonna Laoly pernah mencopot Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Ronny Franky Sompie.
Saat itu, Yasonna masih menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pencopotan tersebut buntut dari kekeliruan data informasi mengenai kembalinya Harun Masiku ke Indonesia.
Yasonna mengeklaim, pencopotan Ronny dari jabatan Dirjen Imigrasi agar memudahkan penyelidikan keterlambatan informasi kepulangan buron Harun Masiku.
"Untuk supaya terjadi betul-betul hal yang independen, supaya jangan ada terjadi conflict of interest nanti," ujarnya saat itu, seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (28/1/2020).
Baca juga: Kenapa KPK Baru Tetapkan Hasto Jadi Tersangka Setelah Kasus Harun Masiku 5 Tahun?
Sebelumnya, pada 16 Januari 2020, Yasonna mengungkapkan Harun Masiku masih berada di luar negeri setelah terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020.
Namun, pada 22 Januari 2020, Dirjen Imigrasi Ronny Sompie mengakui bahwa Harun telah tiba di Indonesia sejak 7 Januari 2020.
Adanya informasi dari Imigrasi mengundang anggapan bahwa Yasonna Laoly telah merintangi penyidikan karena memberikan keterangan tidak benar soal keberadaan Harun Masiku.
Hingga pada 23 Januari 2020, Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah organisasi lainnya pun melaporkan Menkumham Yasonna Laoly ke KPK.
Baca juga: KPK Ungkap Jejak Hasto Kristiyanto dalam Kasus Dugaan Suap Harun Masiku
Kemenkumham klaim ada keterlambatan informasi
Menanggapi, Ronny Sompie mengeklaim telah menyampaikan informasi dengan benar dan tidak merekayasa data lalu lintas penerbangan.
Dia juga membantah anggapan yang menyebut Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan informasi keliru.
Menurut Ronny, penjelasan yang disampaikan Yasonna berasal dari data Ditjen Imigrasi per 13 Januari 2020.
Saat itu, Ditjen Imigrasi baru mencatat Harun Masiku terbang ke Singapura pada Senin (6/1/2020).
Kedatangan Harun pada Selasa (7/1/2020), kata Ronny, tak tercatat diduga karena perubahan sistem di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta.
Baca juga: Apa Alasan Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka KPK Kasus Harun Masiku?
Setelah menelusuri rekaman CCTV bandara, Imigrasi akhirnya dapat memastikan Harun Masiku memang telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 pukul 17.34 WIB, menggunakan pesawat Batik Air.
"Data yang beliau (Yasonna) berikan itu adalah data dari hasil kajian Ditjen Imigrasi tanpa rekayasa juga tanpa arahan Menkumham untuk merekayasa data tersebut," kata Ronny, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (25/1/2020).
Di sisi lain, Yasonna membentuk tim independen guna memeriksa kasus terlambatnya informasi kepulangan Harun Masiku ke Indonesia.
Tim tersebut diisi oleh Direktorat Siber Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN), dan Ombudsman.
Yasonna pun menyebutkan, dengan Ronny Sompie yang tak lagi menjabat Dirjen Imigrasi, maka penyelidikan dapat terlaksana dengan baik.
"Karena saya mau ini betul-betul terbuka dan tim nanti bisa melacak mengapa terjadi delay (informasi), mengapa data itu tersimpan di PC bandara terminal 2," papar Yasonna pada 2020.
Baca juga: Profil Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI-P yang Jadi Tersangka KPK Kasus Harun Masiku
Yasonna diperiksa KPK sebagai saksi
Pekan lalu, Yasonna diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDI-P dan eks Menteri Hukum dan HAM.
Dalam kapasitas sebagai mantan Menkumham, dia diperiksa terkait perpindahan Harun Masiku ke luar dan dalam negeri.
Sementara, dalam kapasitas sebagai Ketua DPP PDI-P, dia mengaku dimintai keterangan terkait surat permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) mengenai penetapan calon legislatif (caleg) yang meninggal dunia pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Yasonna mengatakan, fatwa tentang Putusan Nomor 57 P/HUM/2019 tersebut bertujuan untuk menyelesaikan perbedaan tafsiran terkait penetapan caleg yang sudah meninggal.
Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Nama Hasto Trending di X Hingga Fotonya Hilang di Website DPP PDI-P
Menurut dia, MA juga sudah membalas surat yang dikirimkan DPP PDI-P dan memberikan pertimbangan hukum.
"Mahkamah Agung membalas fatwa itu dengan pertimbangan hukum soal diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih," kata Yasonna pada Rabu (18/12/2024), dikutip dari Kompas.com, Rabu (25/12/2024).
Sementara itu, permintaan pencegahan Yasonna Laoly ke keluar negeri tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024, dan berlaku selama enam bulan.
Selain Yasonna Laoly, KPK juga mencegah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto ke luar negeri, menyusul penetapan statusnya menjadi tersangka pada Selasa (24/12/2024).
"Larangan bepergian ini terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi," kata Tessa dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
(Sumber: Kompas.com/Aryo Putranto Saptohutomo, Rakhmat Nur Hakim, Ardito Ramadhan | Editor: Kristian Erdianto, Diamanty Meiliana)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.