Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD
Bergabung sejak: 25 Sep 2022

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Sejarah Baru PBB: Adopsi "UN Convention Against Cybercrime"

Baca di App
Lihat Foto
Alexandros Michailidis / Shutterstock.com
Ilustrasi PBB. Reaksi PBB, AS, Hamas saat Iran serang Israel
Editor: Sandro Gatra

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa mencatat sejarah baru di bidang Cyberlaw. Pada 24 Desember 2024, Majelis Umum PBB secara resmi mengadopsi UN Convention Against Cybercrime. Perjanjian internasional sebagai mailstones yang dijuluki "landmark global Treaty".

Hal luar biasa, Resolusi yang memuat Konvensi tersebut diadopsi tanpa pemungutan suara oleh Majelis Umum yang beranggotakan 193 orang. Hal ini menunjukan komitmen yang sama semua negara Anggota PBB.

Peristiwa ini semakin meneguhkan pentingnya Indonesia untuk meratifikasi konvensi ini. Sekaligus memprioritaskan pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang telah menjadi Prolegnas Prioritas 2025.

Kanal resmi PBB UN News membuat rilis resmi berjudul “UN General Assembly Adopts Milestone Cybercrime Treaty” (24/12/2024).

PBB menyatakan, konvensi ini merupakan perjanjian global yang bertujuan memperkuat kerja sama internasional dalam memerangi kejahatan siber dan melindungi masyarakat dari ancaman digital.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Habisnya Hak Cipta Popeye dan Tintin: Inspirasi Revisi UU Hak Cipta

Kesepakatan lahirnya hukum internasional ini menandai puncak upaya lima tahun oleh Negara Anggota PBB. Konvensi juga mendengar masukan dari masyarakat sipil, pakar keamanan informasi, akademisi, dan sektor swasta termasuk pelaku usaha teknologi digital.

Adopsi bersejarah oleh MU PBB ini disambut gembira Sekretaris Jenderal PBB António Guterres. Ia menyebut Konvensi tersebut sebagai perjanjian internasional pertama di bidang Cybercrime, yang telah dinegosiasikan lebih dari 20 tahun.

Sekjen PBB menyebut, perjanjian ini sebagai bukti keberhasilan multilateralisme di masa-masa sulit. Hal ini mencerminkan keinginan kolektif negara-negara anggota dalam mendorong kerja sama internasional untuk mencegah dan memerangi kejahatan siber.

Platform Baru

Sekjen PBB menyatakan, Konvensi ini menciptakan platform yang belum pernah ada sebelumnya untuk kolaborasi dalam pertukaran bukti, perlindungan korban, dan pencegahan, sekaligus menjaga hak asasi manusia secara daring.

Baca juga: Pelanggaran ChatGPT dan Denda Otoritas Privasi Italia

Konvensi ini, diyakini akan mendorong terciptanya ruang siber yang aman. PBB menyerukan semua negara untuk meratifikasi, atau bergabung dengan Konvensi ini dan menerapkannya dengan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan terkait.

Presiden Majelis Umum PBB Philémon Yang menyatakan, pentingnya Konvensi baru ini. Ia menyebut bahwa kita hidup di dunia digital di mana teknologi informasi dan komunikasi memiliki potensi besar bagi pengembangan masyarakat.

Philèmon Yang juga mengingatkan bahwa TIK dapat meningkatkan potensi ancaman kejahatan siber. Dengan diadopsinya Konvensi ini, negara-negara anggota memiliki alat dan sarana untuk memperkuat kerja sama internasional.

Kerja sama mencakup upaya mencegah dan memerangi kejahatan siber, melindungi masyarakat dan hak-hak mereka secara daring.

Laporan UN News juga mengutip pernyataan Ghada Waly, Direktur Eksekutif UNODC, yang menyebut penerapan perjanjian tersebut sebagai kemenangan besar bagi multilateralisme.

Ghada menyatakan bahwa hal ini merupakan langkah maju, yang penting dalam upaya mengatasi kejahatan seperti pelecehan seksual anak secara daring, penipuan daring canggih, dan pencucian uang.

Ia menegaskan kembali komitmen badan PBB itu dalam mendukung semua negara untuk menandatangani, meratifikasi, dan menerapkan perjanjian baru, serta menyediakan alat dan dukungan yang mereka butuhkan untuk melindungi ekonomi mereka dan menjaga dunia digital dari kejahatan siber.

Materi Muatan Konvensi

Konvensi ini mengakui risiko signifikan yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Hal yang memungkinkan kegiatan kriminal dalam skala, kecepatan, dan cakupan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga: Menghindari Sanksi Pidana UU ITE Baru

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah dampak buruk dari kejahatan tersebut terhadap negara, perusahaan, dan kesejahteraan individu dan masyarakat.

Negara-negara harus memberikan perlindungan dari pelanggaran seperti terorisme, perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, dan kejahatan keuangan daring.

Dokumen ini juga mengakui dampak kejahatan dunia maya yang semakin besar terhadap para korban. Memprioritaskan keadilan terutama bagi kelompok rentan.

Dokumen ini juga menggarisbawahi perlunya bantuan teknis, pengembangan kapasitas, dan kolaborasi antarnegara dan pemangku kepentingan lainnya.

Seperti telah saya tulis sebelumnya di Kompas.com "UN Convention Against Cybercrime”: Konvensi Pertama PBB tentang Kejahatan Siber" (19/08/2024), konvensi ini mengatur beberapa hal.

Konvensi memuat berbagai pasal penting terkait kejahatan siber yang mendapat perhatian dunia. Pasal 10 Konvensi memungkinkan negara meminta bukti elektronik dari negara lain untuk kejahatan dengan ancaman hukuman minimal empat tahun.

Pasal 11 mengatur larangan penyalahgunaan perangkat yang dirancang untuk kejahatan siber dengan pengecualian untuk penggunaan sah.

Pasal 12 mengatur pemalsuan data elektronik untuk tujuan penipuan dan Pasal 13 mengatur tentang pencurian atau penipuan melalui sistem teknologi informasi.

Kemudian Pasal 14 Konvensi mengatur pelecehan seksual anak secara daring dan Pasal 15 memastikan perlindungan hak asasi manusia, termasuk kebebasan berekspresi.

Konvensi juga mengatur yurisdiksi terkait tindak pidana lintas negara. Pasal 5 menegaskan prinsip kesetaraan kedaulatan dan melarang intervensi terhadap urusan domestik negara lain.

Pasal 22 mengatur yurisdiksi ekstrateritorial memungkinkan negara menetapkan yurisdiksi atas tindak pidana di wilayahnya, kapal, pesawatnya, atau jika melibatkan warganya.

Negara juga diwajibkan berkoordinasi untuk menghindari konflik yurisdiksi dalam menangani tindak pidana yang sama. Konvensi ini memperkuat kerja sama internasional dalam penegakan hukum siber.

Dengan menetapkan yurisdiksi tambahan yang fleksibel, termasuk bagi tersangka yang tidak diekstradisi, Konvensi ini memastikan pelaksanaan hukum yang efektif, tanpa melanggar hukum internasional.

Selain itu, negara peserta (contracting state) juga diberi kebebasan untuk menerapkan yurisdiksi pidana lainnya selama tidak bertentangan dengan hukum domestik maupun hukum internasional.

Dalam siaran resmi PBB dinyatakan, akan dibuka untuk penandatanganan Konvensi ini pada upacara resmi yang diselenggarakan di Hanoi, Vietnam, pada tahun 2025. Konvensi ini akan mulai berlaku 90 hari setelah diratifikasi oleh penandatangan ke-40.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi