KOMPAS.com - Beberapa dari Anda mungkin pernah bertanya-tanya mengapa ada pejabat publik yang bersikap arogan.
Situasi itu mungkin terjadi ketika Anda salah satunya menyaksikan ada pejabat yang menunjukkan sikap tidak etis, seperti meminta atau mengizinkan pengawal menyingkirkan pengendara lain di jalan raya.
Menurut KBBI, arogan adalah angkuh, congkak, atau sombong.
Baca juga: Warganet Tuduh Mobil RI 36 Milik Menteri ATR/BPN, Ini Tanggapan Nusron Wahid
Seseorang juga dapat dikatakan arogan jika mempunyai perasaan superioritas yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah.
Lantas, mengapa bisa pejabat publik bersikap arogan?
Saat dimintai pandangan, psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo, menyebut ada beberapa kemungkinan penyebab pejabat publik bersikap arogan.
Pertama, kata dia, karena kekuasaan biasanya dapat membuat pejabat cenderung lupa diri. Dengan kekuasaan tertentu, pejabat itu bisa menjadi merasa punya sesuatu yang bisa dibanggakan.
"Nah, ketika merasa ada sesuatu yang bisa dibanggakan, pejabat ini akhirnya menjadi seperti 'menggunakan' kekuasaan atau apa yang ada dalam dirinya untuk berbuat seenaknya terhadap orang lain yang dianggapnya lebih 'rendah'. Arogan sebenarnya sama dengan sombong. Kekuasaan itu lah yang pada akhirnya terkadang membuat sebagian pejabat mengancam orang lain atau menggunakan kekuasaan tidak pada tempatnya," jelas Ratna saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/1/2025).
Penyebab kedua, terkait prestasi. Menurut dia, banyak orang yang arogan merasa dirinya banyak prestasi sehingga merendahkan orang lain.
"Padahal semestinya tidak demikian," ucapnya.
Baca juga: Polisi Minta Maaf Usai Aksi Arogan Petugas Patwal RI 36 Viral di Media Sosial
Ketiga, terkait afiliasi. Ratna mencontohkan, bisa jadi ada pejabat atau tokoh publik yang merasa punya hubungan dekat atau keluarga dengan petinggi, lalu menunjukkan arogansi di ruang publik
"Misalnya ya, ada yang merasa, 'saya punya hubungan darah biru'. Saya harus dihormati. Padahal kan semua orang punya darah merah. Pada akhirnya hal-hal terkait afiliasi bisa juga membuat mereka lupa diri. Mereka merasa bangga sehingga merendahkan yang lain. Mereka merasa besar karena menjadi anggota keluarga bupati, presiden, atau lain sebagainya," jelas Ratna.
Penyebab keempat, yakni terkait institusi. Ia menggambarkan, bisa jadi ada pejabat publik yang bersikap arogan karena merasa dirinya atau instansinya sudah sangat berjasa bagi khalayak, bahkan lebih dari instansi lain.
"Hal-hal itu lah yang mendorong sebagian pejabat publik bertindak arogan. Padahal, sikap tersebut sebenarnya sangat berbahaya terutama bagi kesehatan mental. Kenapa bisa begitu? Sebab, sikap arogan bisa menimbulkan stres dan cemas. Kenapa? Karena orang yang bersikap arogan seringkali sedang menutupi apa yang sebenarnya ada dalam dirinya. Padahal enggak punya, mereka jadi kayak mengada-ada. Mereka ingin menunjukkan punya segalanya," jelas Ratna.
"Ada hal-hal yang membuat mereka akhirnya memakai topeng berlapis-lapis karena ada sesuatu yang mereka tutupi dari kekurangan merek sendiri. Hal yang mereka tampilkan adalah sesuatu yang ditujukan agar semua orang memujanya. Setelah stres itu, diikuti kecemasan. Kalau tidak menampilkan dirinya yang 'wow', maka cemas nanti dicap orang yang enggak punya, pemimpin yang lemah, dan lain sebagainya," tambahnya.
Baca juga: Video Viral Aksi Patwal Mobil RI 36 Tunjuk-tunjuk Taksi, Korlantas: Tidak Boleh Arogan!
Ratna menyampaikan, sikap arogan bukan hanya dapat berdampak pada kesehatan mental, melainkan juga fisik.
"Ketika sudah stres dan cemas, seseorang itu bisa saja enggak bisa tidur, kemudian darah tinggi dan muncul lah penyakit lainnya, seperti jantung. Bukan hanya itu, mereka juga bisa berhadapan dengan isolasi sosial dan konflik interpersonal," ucap Ratna mengingatkan.
Saat ditanya sikap ideal yang mesti dimiliki oleh pejabat publik, ia menyebut, secara umum dapat menempatkan diri di setiap lingkungan.
"Jadi, pejabat publik sebenarnya enggak harus selalu rendah hati. Intinya, bisa menempatkan diri. Pada situasi tertentu, pejabat bisa saja harus tegas, dan pada situasi lain harus lemah lembut. Kalau saya bilang, pejabat atau pemimpin itu penting untuk bersikap toleran, sabar, dan punya empati tinggi. Simpati saja belum cukup," jelasnya.
Harus punya etika
Sementara itu, Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan, Benny Sanjaya, menilai pejabat publik biasanya akan cenderung bersikap arogan apabila tak punya etika.
Menurut dia, pejabat publik pada khakikatnya bukan hanya membutuhkan kompetensi teknis maupun leadership, melainkan harus mempunyai etika.
"Tanpa adanya etika, maka penyelenggara negara biasanya akan cenderung besikap arogan, tidak peka, bahkan diskriminatif terhadap rakyat lapisan bawah," jelasnya dalam artikel berjudul "Flexing di Lingkungan Pejabat Publik" yang dimuat dalam laman resmi Ombudsman RI pada Selasa (28/3/2023).
Etika, kata dia, akan membawa kepada nilai-nilai kejujuran, adil, solidaritas, dan penyetaraan, dalam bentuk kepedulian dan keprihatinan terhadap orang. Dalam kasus penyelenggaraan negara, etika penting dimiliki pejabat publik dalam melayani atau menghadapi rakyat di segala lapisan.
"Sikap loyalitas sebagai abdi negara, bukan hanya sebatas diartikan untuk menyenangkan dan memuaskan pimpinan atau bekerja seolah hanya menjalankan kewajiban untuk memperoleh hak penghasilan. Namun, yang terpenting adalah bagaimana menyejahterakan publik atas kinerja yang diberikan," tulis Benny.
Baca juga: Viral Pelat Nomor RI 36, Polisi Akan Beri Sanksi Bila Anggotanya Terbukti Arogan
Menurutnya, pejabat publik perlu berupaya seperti itu karena penghasilan yang selama ini mereka terima juga berasal dari setoran rakyat.
"Menjalankan tugas sebagai abdi negara adalah menjalankan amanah rakyat. Atas hal tesebut, kiranya diperlukan adanya perubahan mindset dari penyelenggara negara maupun pejabat publik. Sederhananya menyangkut tiga aspek, yakni mengubah pemikiran dari wewenang menjadi peranan, mengubah paham penguasa menjadi pelayan, dan mengubah paham pemegang jabatan adalah pemegang amanah rakyat, yang dengan segala pertanggungjawabannya," terangnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.