Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hakim, Akademisi, dan Peneliti
Bergabung sejak: 13 Jan 2024

Penulis meraih gelar Doktor Hukum dari Universitas Andalas dan saat ini berkiprah sebagai Hakim dari Peradilan Tata Usaha Negara, serta aktif sebagai akademisi dan peneliti. Selain itu, penulis juga merupakan anggota Editorial Board Journal of Social Politics and Humanities (JSPH). Tulisan yang disampaikan adalah pendapat pribadi berdasarkan penelitian, dan tidak mewakili pandangan institusi.

Pergub Poligami, Tepatkah?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi.
Editor: Sandro Gatra

PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta baru-baru ini menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur tata cara pemberian izin perkawinan dan perceraian, termasuk memberikan izin kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk berpoligami.

Kebijakan ini memicu perdebatan, terutama mengenai relevansinya dalam masyarakat modern dan keberagaman Indonesia. Lantas, apakah aturan ini tepat diterapkan?

Poligami dalam perspektif agama

Poligami adalah isu yang memiliki dasar hukum yang jelas dalam Islam, sebagaimana diatur dalam Al-Qur'an, Surat An-Nisa' ayat 3. Ayat ini memperbolehkan laki-laki menikah lebih dari satu perempuan dengan syarat mampu berlaku adil.

Baca juga: Pj Gubernur Minta Aturan ASN Boleh Poligami Dibaca Secara Komprehensif

Keberlakuan adil tersebut bukan hanya sekadar materi, tetapi juga mencakup aspek emosional dan spiritual, yang pada praktiknya sulit untuk dipenuhi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini menjadikan poligami lebih sebagai opsi dengan tanggung jawab besar, bukan sekadar hak yang bisa diambil sembarangan.

Dalam hukum nasional, Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur pelaksanaan poligami. Pasal 4 KHI memperbolehkan poligami dengan syarat keadilan yang dapat dibuktikan di pengadilan.

Meskipun Al-Qur'an tidak menetapkan batasan jumlah istri secara eksplisit, KHI memberikan kerangka hukum untuk menghindari penyalahgunaan poligami.

KHI juga mensyaratkan izin Pengadilan Agama (Pasal 5) dan persetujuan istri pertama, untuk memastikan keadilan bagi semua pihak.

Selain itu, Pasal 31 hingga Pasal 33 KHI memberikan perlindungan bagi perempuan, menjamin hak-hak mereka dalam pernikahan, dan memastikan keadilan dalam praktik poligami.

Selain itu, menggeneralisasi aturan perkawinan tanpa mempertimbangkan aturan agama dalam negara multikultural tentu tidak bijaksana.

Negara harus memastikan bahwa keberagaman dihormati dan tidak memaksakan aturan terkait keyakinan kepada masyarakat dengan keyakinan berbeda.

Prinsip ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama dan ketiga, yang menekankan pentingnya keberagaman dalam persatuan.

Poligami, zina, dan fenomena sosial

Dalam konteks Islam, perkawinan sejatinya tidak terbatas pada persoalan poligami dan monogami saja. Namun juga melingkupi hal sensitif lain, seperti zina.

Dalam Islam, poligami dan zina adalah dua konsep yang memiliki aturan yang sangat jelas. Poligami diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu, sementara zina dalam bentuk apapun dianggap sebagai pelanggaran berat.

Baca juga: Dinilai Diskriminatif, Pergub ASN Jakarta Boleh Poligami Harus Ditinjau Ulang

Namun, realitas menunjukkan adanya fenomena yang bertolak belakang. Poligami sering kali diperdebatkan dan mendapat stigma negatif. Sedangkan zina, yang jelas-jelas dilarang, kadang dianggap sebagai bagian dari kebebasan individu.

Fenomena ini mencerminkan ironi di negara yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di satu sisi, ada tuntutan untuk menghormati nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat. Di sisi lain, kebebasan individu sering kali diprioritaskan hingga mengabaikan aturan agama.

Ketidakkonsistenan ini menimbulkan tantangan bagi negara dalam mengelola kebijakan yang menghormati nilai-nilai agama sekaligus menjunjung hak asasi manusia.

Peran negara

Dalam negara yang berlandaskan hukum, peran negara seharusnya adalah memastikan bahwa aturan yang dibuat tidak bertentangan dengan nilai agama yang dianut masyarakatnya.

Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, telah mengakomodasi banyak aturan agama dalam sistem hukumnya, termasuk dalam isu perkawinan.

Namun, negara juga harus menjaga keseimbangan antara menghormati aturan agama dan menjunjung hukum nasional yang berlaku universal.

Baca juga: Bima Arya: Pergub ASN Jakarta Boleh Poligami Dibuat karena Tingginya Angka Perceraian

Dalam isu sensitif seperti poligami, negara seharusnya memberikan ruang bagi individu untuk menjalankan keyakinannya, tapi tetap dalam kerangka hukum yang melindungi semua pihak.

Perkawinan adalah urusan personal yang terkait dengan keyakinan individu, dan negara seharusnya terbatas pada pencatatan pernikahan sebagai pengakuan hukum, sambil memastikan bahwa individu bertanggung jawab atas konsekuensi pilihan mereka.

Berdasarkan uraian di atas, penulis beranggapan bahwa persoalan Poligami yang diatur dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 tentang izin poligami bagi ASN seharusnya tidaklah perlu diperdebatkan.

Poligami atau monogami pada akhirnya adalah pilihan pribadi yang seharusnya dikembalikan kepada keyakinan masing-masing.

Sekali lagi, peran negara adalah memastikan aturan ini dijalankan secara adil dan bertanggung jawab tanpa mengabaikan keberagaman Indonesia.

Dalam hal konsep keadilan, konteks ini adalah urusan pribadi, di mana kewajiban memenuhi kebutuhan lahir dan batin adalah tanggung jawab individu kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun kewajiban suami yang tidak dipenuhi terhadap istri dan anak, dapat diselesaikan melalui mekanisme hukum keperdataan.

Negara, dengan demikian, harus terus menjamin keberagaman tanpa mengorbankan nilai-nilai keadilan yang dianut masyarakat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi