Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis Foto & Dosen UMN
Bergabung sejak: 3 Jun 2020

Dosen Universitas Multimedia Nusantara, penulis buku "Literasi Visual"

Tumpuan Foto Jurnalistik dalam Tarikan AI

Baca di App
Lihat Foto
Cosmopolitan
Sampul Cosmopolitan edisi AI
Editor: Sandro Gatra

AKHIR bulan lalu, Dewan Pers merilis Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik.

Dapat dilihat pedoman tersebut dicetuskan agar media dapat menggunakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), tapi tetap bertanggungjawab dan taat kode etik.

Beradaptasi dan merangkul AI adalah salah satu cara agar kerja jurnalistik lebih efisien. Dengan begitu, media mampu bertahan hidup di tengah kegamangan model bisnis yang menyertai lompatan teknologi.

Teknologi Large Language Model (LLM) seperti Chat-GPT dari OpenAI dan kini DeepSeek mampu memahami dan menciptakan gambar.

Baca juga: Dewan Pers Luncurkan Pedoman Penggunaan AI dalam Produk Jurnalistik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demikian pula dalam jurnalisme, kebutuhan penggunaan AI tidak terbatas pada teks, tapi juga gambar.

Kita menemukan presenter virtual digunakan oleh iNews, lalu ada juga avatar di televisi tvOne. Jauh-jauh hari, kantor berita Xinhua di China juga menggunakan gambar avatar.

Gambar dalam tulisan opini ini akan dibatasi pada bahasan gambar diam (still image).

Senin sore di bulan Juni 2022, seperti dikutip dari Cosmopolitan, lima editor bersama seniman Karen X. Cheng melalui Zoom menguji-coba DALL-E 2 dari OpenAI.

Mereka merancang sampul majalah menggunakan kecerdasan buatan, yang bisa jadi adalah yang pertama dalam jurnalistik.

Selain merancang cover, AI juga dapat membantu produksi infografik. Dengan Chat-GPT4, misalnya, hanya dengan memasukkan promt yang rinci, infografik jenis linimasa; konseptual; ataupun statistik dapat dibuat dengan mudah dalam hitungan detik.

Pada Februari 2023, akun X harian the Jakarta Post dirujak netizen karena cuitan seorang seniman grafis yang protes publikasi ilustrasi komik hasil AI. Penayangan gambar hasil AI tersebut dianggap tidak memihak seniman dan tidak etis.

Baca juga: Literasi Visual di Belantara Foto

Ilustrasi hasil AI tersebut teridentifikasi karena kecatatan figur seperti bentuk jari tangan. Saat itu penggunaan AI tidak disebut, dan transparansi memang jadi persoalan, meski di satu sisi belum ada regulasi dan batasan apapun mengenai penggunaan AI.

Dalam pedoman yang dikeluarkan Dewan Pers, transparansi ditegaskan di Pasal 2, yaitu memberi keterangan asal atau aplikasi kecerdasan buatan yang digunakan pada produksi karya jurnalistik.

Lalu di Pasal 5, terkait keterangan pada karya jurnalistik berupa gambar rekayasa dan/atau personalisasi manusia (avatar).

Beberapa hari setelah pedoman Dewan Pers diumumkan, fotografer kasak-kusuk, apakah Pewarta Foto Indonesia, organisasi profesi yang memayungi jurnalis foto akan membuat aturan mengenai kerja jurnalis foto?

Fotografi memang lebih rumit. Pada 2023, dunia fotografi sempat terguncang dengan kemenangan gambar hasil AI di kontes foto terkemuka Sony World Photography Award.

Baca juga: Juara Lomba Fotografi Sony World Tolak Penghargaan, Akui Fotonya Hasil AI

Karya berjudul “Pseudomnesia: The Electrician” yang kemudian diungkap oleh pembuatnya, Boris Eldagsen, memang sengaja ia ikutkan untuk memancing perdebatan.

Kini, dua tahun sesudahnya, makin sulit bagi orang membedakan mana gambar generatif dan mana foto hasil rekaman cahaya.

Kemampuan gambar hiper-realistik membuat kita semakin menyadari kekuatan AI dan potensi bahaya misinformasi darinya.

Setahun sesudahnya, hasil-hasil foto generator AI Midjourney sempat mengecoh jutaan pengguna media sosial ketika beredar gambar penangkapan Donald Trump serta Paus mengenakan jaket putih tebal Balenciaga.

Selama ini, foto jurnalistik dipercaya sebagai produk jurnalistik yang paling mendekati objektivitas.

Beragam aturan ditetapkan oleh kantor berita, redaksi surat kabar, dan penyelenggara kontes foto jurnalistik agar seminimal mungkin melakukan intervensi pada citra yang dihasilkan oleh kamera. Olah digital diharamkan pada foto jurnalistik.

Dengan kesakralan itu, bagaimana foto jurnalistik di era AI?

Sejauh ini kecerdasan buatan bisa digunakan, misalnya, untuk mencari ide foto feature hingga menyusun satu rangkaian photo story.

Berikutnya bisa saja AI digunakan untuk mengidentifikasi tokoh dalam foto potret, sehingga otomatisasi mempercepat pengisian metadata dan caption.

Meski AI menjadi bagian dari ruang redaksi seperti menyusun laporan realtime, data investigatif, hingga penyuntingan tulisan, kebutuhan akan foto jurnalistik selamanya akan selalu ada.

Dalam perjalanan kesempurnaan teknologi foto generator, AI tidak bisa memvisualkan suatu peristiwa secara presisi seperti halnya fakta di lapangan.

Tentang kebakaran di tempat yang spesifik, suasana dan emosi orang-orang di sana, tak bisa disintesis oleh mesin.

Namun, akankah gambar AI bisa diterima untuk menggantikan foto, sebagai ilustrasi ketika suatu peristiwa terjadi di luar jangkauan jurnalis? Mungkin jawabannya tidak terlalu lama.

Kiranya kita masih menunggu konsensus kantor berita dan media-media besar. Saat ini riset dan survei tentu tengah berlangsung. Masa depan foto jurnalistik ditentukan bagaimana kita memandu teknologi AI ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi