KOMPAS.com - Santorini dilanda ratusan gempa Bumi kecil yang menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya letusan gunung berapi di pulau Yunani tersebut.
Kementerian Krisis Iklim dan Perlindungan Sipil Yunani pada Rabu (29/1/2025) malam mengatakan, sensor-sensor pemantau telah mendeteksi “aktivitas seismik-vulkanik ringan” di kaldera Santorini dengan peningkatan aktivitas seismik terkonsentrasi di ujung utara kaldera.
Catatan dari Pusat Seismologi Eropa-Mediterania (EMSC) menunjukkan, gempa terus terjadi dalam rentang waktu beberapa menit hingga Selasa (4/2/2025) pagi, dengan gempa terbesar tercatat berkekuatan M 5,1 pada Senin (3/2/2025) sore.
Dikutip dari ABC News, Selasa (4/2/2025), sejauh ini, tidak ada kerusakan atau cedera yang dilaporkan, meskipun beberapa longsoran batu kecil telah terjadi.
Sebagai informasi, Santorini adalah sebuah pulau yang berada di Laut Aegea bagian selatan, Yunani, yang melingkar di sekitar kaldera, gunung berapi yang terendam air.
Santorini terkenal dengan rumah-rumah putih, gereja-gereja berdinding biru, dan pemandangan laut nan memukau. Pulau itu pun telah menjadi magnet bagi wisatawan.
Santorini bahkan punya julukan lain, yakni sebagai "Instagram Island" atau pulau Instagram karena keindahannya yang sempurna untuk diabadikan dalam foto.
Baca juga: Letusan Gunung Toba Purba Disebut Jadi Bukti Arah Rotasi Bumi dari Barat ke Timur, Benarkah?
Ada ratusan gempa Bumi kecil di Santorini
Ahli seismologi Yunani, Gerasimos Papadopoulos, mengatakan aktivitas seismik di Santorini dimulai pada 24 Januari 2025, kemudian meningkat pada Sabtu (1/2/2025) dengan frekuensi dan besarnya yang meningkat.
Sejak Jumat (31/1/2025), para ilmuwan di Observatorium Nasional Athena telah mencatat lebih dari 300 gempa Bumi telah mengguncang Santorini dan pulau-pulau terdekat .
Rangkaian gempa saat ini, yang ditampilkan pada peta seismik langsung sebagai gugusan titik yang berkembang di antara pulau Santorini, Ios, Amorgos, dan Anafi dapat mengindikasikan kejadian yang lebih besar.
"Semua skenario masih terbuka," kata Papadopoulos, dikutip dari Al Jazeera, Selasa.
“Jumlah guncangan telah meningkat, magnitudo meningkat, dan pusat gempa bergeser ke arah timur laut. Meskipun ini adalah gempa tektonik, bukan vulkanik, tingkat risikonya telah meningkat,” tambahnya.
Meskipun Yunani berada di beberapa garis patahan dan mengalami gempa Bumi setiap hari, namun peningkatan aktivitas seismik seperti itu belum tercatat di bagian Laut Aegea ini sejak 2012.
Saat itu, guncangan gempa terus terjadi selama beberapa bulan tanpa adanya korban luka, kerusakan material signifikan, atau letusan gunung berapi, sebut sejumlah ilmuwan.
Santorini mendapatkan bentuknya saat ini melalui letusan Minoa pada 1600 SM.
Menurut Lamont-Doherty Earth Observatory di New York, letusan itu merupakan salah satu letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah manusia.
Selain itu, letusan itu mungkin telah mengilhami kisah-kisah tentang kota Atlantis yang hilang, yang konon tenggelam di bawah laut.
Baca juga: Pria di Yunani Ditangkap Polisi karena Kerap Menghirup Bau Sepatu Tetangganya
Penduduk dan wisatawan meninggalkan pulau
Ada sekitar 2.000 orang meninggalkan Santorini melalui jalur laut pada Minggu (2/2/2024) dan Senin (3/2/2025) akibat gempa Bumi yang terjadi di wilayah tersebut.
Operator feri dan maskapai penerbangan mengatakan, mereka menambah layanan untuk membantu lebih banyak orang pergi setelah ada permintaan dari Kementerian Krisis Iklim dan Perlindungan Sipil.
Kostas Sakavaras, seorang pemandu wisata yang telah tinggal di pulau itu selama 17 tahun, mengatakan bahwa ia belum pernah mengalami aktivitas seismik seperti ini sebelumnya.
“Gempa terjadi setiap tiga sampai empat jam sekali kemarin. Ini terasa berbeda dari waktu-waktu sebelumnya,” katanya, dikutip dari New Kerala.
Terakhir kali meletus pada 1950
Gunung berapi Santorini pernah mengalami periode kerusuhan serupa sebelumnya tanpa meletus, dikutip dari Live Science, Sabtu.
Menurut Program Vulkanisme Global Smithsonian National Museum of Natural History, antara tahun 2011 dan 2012, terdapat periode aktivitas seismik yang berkaitan dengan pergerakan magma di bawah permukaan.
Hal ini didahului oleh periode subsidensi, atau tenggelam, di pulau kecil Nea Kameni yang berada di tengah kaldera yang cekung.
Gunung berapi Santorini terakhir kali meletus pada tahun 1950. Letusannya relatif kecil, tetapi menghasilkan kubah lava dan awan abu yang membumbung beberapa ratus meter ke langit.
Selain itu, letusannya pada tahun 726 Masehi dilaporkan menyebabkan laut mendidih dan mengirimkan bongkahan batu apung terbang sejauh 250 mil (400 kilometer).
Gunung berapi ini telah menyebabkan gangguan sejak lama. Sebuah penelitian pada 2024 menemukan, gunung ini meletus lebih dari setengah juta tahun yang lalu, memuntahkan 21,6 mil kubik (90 kilometer kubik) batu dan abu.
Para ilmuwan tidak menduga bahwa kerusuhan yang terjadi saat ini akan menimbulkan letusan yang begitu dramatis.
“Apa yang harus kita sadari adalah bahwa gunung berapi Santorini menghasilkan ledakan yang sangat besar setiap 20.000 tahun,” kata seismolog dan kepala komite pemantauan ilmiah untuk Busur Gunung Berapi Hellenic, Efthymios Lekkas, Kamis (30/1/2025).
“Sudah 3.000 tahun sejak ledakan terakhir, jadi kita memiliki waktu yang sangat lama sebelum menghadapi ledakan besar," tambahnya.
Dalam kurun waktu tersebut, kata Lekkas, aktivitas gunung berapi meningkat dan menurun, dan dapat menyebabkan gempa bumi kecil.
Baca juga: Gunung Api Bawah Laut Axial Seamount Diprediksi Meletus Sebelum Akhir 2025
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.